Wajahku sedikit mengempis karena hari-hari larut begadang. Angan bersantai bersama teman-teman sultan belumlah kutemukan. Hidup poya-poya ke mall; jadi tamu dunia gelap malam yang menyenangkan semakin jauh di genggam. Harusnya itu sudah sangat menyenangkan.
Kenyataan sekarang aku bertemu dengan orang-orang yang pas-pasan. Makan di pinggir jalan; irit pengeluaran; berpikir untuk jajan. Ialah mereka sekarang yang menjadi teman-temanku yang sering datang ke rumah kontrakanku.
Terkejut batin aku dengan tingkah laku mereka yang tidak sesuai dengan yang kuharapkan kala itu, ialah harapanku berteman dengan orang-orang sultan. Bukan mereka yang pulang pergi naik motor tanpa uang jaga-jaga di sakunya. Kalau ban bocor, siap jalan kaki dorong motorlah sudah.
Pola makanku di kota ini tidaklah lebih baik dibandingkan dengan pola makan di rumahku bersama ayah ibu. Ternyata di sini aku sering telat makan dan suka tidak serapan pagi. Kuah mie bakso, pernah ku bagi dua untuk lauk pagi hari hingga petang.
 Makan siang adalah sekaligus serapan pagi, oh... inilah kehidupan nayata mahasiswa anak kost, aku tak menyangka ternyata di luar ekspektasiku dalam kehidupan sinetron itu. Belum lagi orangrtua terkadang telat mengirim uang jajan bulananku. Sungguh sesedu sedan itu; hampir mengalir airmata di wajahku yang berkerut ini.
Namun sebegitupun hampir sepenuhnya hari-hariku di ikat oleh layar ini, ialah sebuah tanggungjawab untukku yang akan mengantarkan aku ke dalam sebuah kesusksesan kelak. Sebegitupun  aku menemukan teman-teman yang yang tidak kuharapakan sama sekali, tetapi mereka mengajarkanku arti hidup hemat.
Sebegitupun orangtuaku kadang telat mengirim jajan bulananku, itu mengajarkanku untuk tetap sabar dan bersyukur. Niscaya semua itu harus kupandang dari dua sisi sudut pandang supaya tidak hanya merobek hati di dalam dada.
Aku tak lagi memimpikan kesenangan duniawi di kampusku.  Aku  tak lagi mengharapkan orang-orang sultan datang sebagai teman-temanku. Aku tak lagi mengharapkan semua ekspektasi itu. Teman-teman yang datang padaku telah cukup sebagai sumber motivasi bagiku. Anganku yang dulu sudahlah berlalu.
Aku hanya ingin mendapatkan kesibukan yang mengarahkanku ke masa depan yang lebih cerah. Bersama orang-rang yang dapat memberikan pembelajaran hidup dalam menjalani masa muda, menghargai waktu, dan tidak berpoya-poya. Ialah mereka yang awalanya disebut sebagai teman kini sudah menjadi sahabatku yang menjauhkanku untuk hidup hedonis.Â
Dan mereka tersayang yang selalu menanyakan kabarku di kota ini, menanyakan apakah aku sedang sakit atau tidak. Menanyakan apakah aku sudah makan atau belum. Seperti itulah sebenarnya yang aku butuhkan, bukan menikmati hidup mewah diatas jerih payah mereka yang jauh di sana.
Aku sangat bersyukur, andai saja aku tak sadar akan kewajibanku sebagai mahasiswa yang penuh tanggungjawab, andai saja tidak datang orang-orang seperti sahabatku yang kini memberikan aku pelajaran hidup, maka aku akan terjerumus ke dalam dunia kegelapan dengan kehedonisan. Dan dari semua itu aku telah belajar memetik hikmah dari sebuah kekecewaan. Â Â