Mohon tunggu...
Susanti Hara
Susanti Hara Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang pendidik yang suka berkreasi

Pembelajar aktif yang senang untuk terus berpartisipasi dan berkreasi untuk memberikan warna pada kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Peliknya Pembahasan Dunia Kerja bagi Remaja Disabilitas

19 Mei 2020   12:33 Diperbarui: 19 Mei 2020   12:38 207
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana work shop - Dok. Susanti Hara

Seorang siswa kelas XII SMALB yang memiliki 2 hambatan intelektual mencurahkan isi hatinya, "Bu, aku kalau sudah lulus susah cari kerja ya?"

Saya terheran-heran, "Lho, kenapa?"

"Aku, kan, C," tutur siswa tersebut dengan berbagai alasan yang sangat masuk akal.

C merupakan sebutannya  untuk yang memiliki keterbatasan intelektual, atau sebelumnya dikenal tunagrahita. Menurutnya, orang normal saja yang non disabilitas susah mencari kerja, apalagi dirinya yang C plus B juga. 

B merupakan sebutan untuk keterbatasan pendengaran. Dan kondisi saat ini banyaknya yang terdampak Covid-19 semakin membuatnya berpikiran akan lebih sulit mencari pekerjaan.

Ya, siswa yang sekilas berperawakan normal itu memiliki sedikit hambatan pendengaran dan berhambatan intelektual ringan.

Indonesia memiliki UUD 1945 Pasal 27 ayat (2): "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan."

Selain itu ada "UU 39/1999" tentang Hak Asasi Manusia. Namun bagi para disabilitas, mendapatkan pekerjaan masih terasa sulit. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari pun mereka masih terasa tersisihkan dari orang-orang non disabilitas.

Saya ingat ketika mengikuti kegiatan Workshop Refleksi Implementasi Program Soft Skills Kesiapan Kerja Bagi Remaja Disabilitas, pada Maret 2020, tepat sebelum adanya pembelajaran daring dari rumah. 

Bertempat di Gedung P4TK PLB, JL. Cipto No.9 Kota Bandung, kegiatan tersebut sangat berkesan. Mulai dari pembukaan oleh Pak Buhai selaku Program Manager Skills to Succed Save the Children Bandung, atau mungkin yang lebih kita kenal dengan Yayasan Sayangi Tunas Cilik. 

Pak Buhai menyampaikan harapannya untuk mendiskusikan pengalaman pengembangan modul yang telah diimplementasikan kepada para remaja disabilitas yang memiliki hambatan penglihatan, hambatan pendengaran, dan juga hambatan fisik gerak.

Penyampaian Harapan Pak Buhai - Dok. Susanti Hara
Penyampaian Harapan Pak Buhai - Dok. Susanti Hara

Harapannya, setelah mendiskusikan bersama pengalaman pengimplementasian dari para fasilitator atau guru-guru, semuanya bisa berbagi, kira kira bagaimana kedepannya, hambatan perbaikan bersama apa yang ditemui, serta kelak ada kebermanfaatan apa yang lebih banyak lagi untuk diimplementasikan.

Dan pada hari tersebut, tentunya mereka mempunyai ruang lingkup jangkauan lebih banyak, karena selain merangkul Sekolah Luar Biasa sebagai tempat pelaksanaan soft skills kesiapan kerja, mereka juga dapat merangkul para widyaiswara dan pembina yang berkompeten dalam bidang pendidikan, mengajar, dan/atau melatih Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada lembaga pendidikan dan pelatihan (diklat) pemerintah.

Pak Eko Kriswanto dari Save the Children (selaku Adolescent Skills for Successful Transition)
Pak Eko Kriswanto dari Save the Children (selaku Adolescent Skills for Successful Transition)

Ada 2 agenda kegiatan. Yang pertama pemaparan Pak Bambang Y Sundayana. Sebagai Direktur KAP Indonesia, Pak Bambang menceritakan proses tahapan alur implementasi yang telah dilaksanakan di SLB (Sekolah Luar Biasa). Agenda kedua, yaitu mendengarkan pengalaman implementasi, berbagi pengalaman prosese menarik atau tidak, dan perbaikan serta masukan dari berbagai pihak.

Penjelasan Pak Bambang Y Sundayana (Direktur KAP Indonesia)
Penjelasan Pak Bambang Y Sundayana (Direktur KAP Indonesia)

KAP merupakan lembaga independen yang peduli terhadap anak-anak. Awalnya isu anak yang dilacurkan,namun pada tahun 2013 mulai masuk ke dunia orang muda. KAP lahir dari proses. Bagi KAP, miskin itu proses bukan lahir begitu saja. Pengaruh, proses pemiskinan ada yang bisa dirubah. 

Merubah paradigma, terus berporses dalam isu disabilitas, ada isu struktural. Mereka mendapatkan banyak pengalaman, di kelompok disabilitas ada proses pemiskinan hingga mereka membawa anak ke akses pendidikan, berusaha merubah stigma di masyarakat agar tidak menjadi bumerang dan beban terus menerus.

Sharing Widyaiswara - DOk. Susanti Hara
Sharing Widyaiswara - DOk. Susanti Hara

Dalam kegiatan Pelatihan Kesiapan Kerja, mereka dapat mengakses 260 orang muda disabilitas. Hambatannya, banyak berpengaruh pada proses dimana orang muda disabilitas ini dalam masa peralihan, memerlukan perhatian dari masa transisi menjadi dewasa, agar mereka mandiri karena ketika dibiarkan tentu beresiko sehingga harus diperhatikan supaya tidak jadi masalah. 

Proses paling lama adalah pelatihan guru. Dalam kenyataannya, beda keterbatasan beda pula penanganan per tahap sesuai kapasitas. Sehingga dari pelatihan guru ini banyak masukan saat mempraktikkan, hingga uji coba dan sampai ketemu solusinya.

Metode TOT diolah dengan melibatkan mitra sejak awal. Atau kata lain proses partisipatif aktif.

sharing-antara-para-fasilitator-dan-widyaiswara-5e71d4fe2b6a466389798982.jpg
sharing-antara-para-fasilitator-dan-widyaiswara-5e71d4fe2b6a466389798982.jpg
Magang juga menjadi pembahasan menarik. Proses  memperkenalkan seberapa besar perusahaan beradaptasi. Mungkin banyak perusahaan lebih menonjolkan jumlah,  perusahaan memikirkan untung rugi, dan lain sebagainya. Lantas pembahasan bagaimana peserta didik bisa bertahan terus di perusahaan, teruji secara teoritis, dan setelah magang ada proses mentorship.

Salah seorang Widyaiswara menyampaikan, masa transisi begitu berat, ada persoalan program berhasil uji coba magang, program harusnya adaptif,  menyiapkam aksesibilitas yang  satu, bagaimana program harus tuntas. 

Dari softskill, konsep diri positif, ada yang sehat sakit, sehat sadar kekurangan kelebihan, beda minat usaha beda, serta kelebihan juga. Yang menjadi penting pendidikan selesai dunianya seperti apa, memantau berdiskusi dengan perusahaan, berinteraksi, apalagi SLB punya struktur ketika tidak dilibatkan akan menjadi masalah.

Sharing Widyaiswara-Dok. Susanti Hara
Sharing Widyaiswara-Dok. Susanti Hara

Salah satu hal yang harus dilakukan adalah memperbesar konten pembelajaran melatih untuk lebih menganalisa kelebihan, fokus pada kelebihan, focus on ability, not an disability. 

Program seharusnya melatih membiasakan fokus pada potensi, diajarkan memahami dirinya, berinteraksi interpersonal dan intraperseonal, technical skill, karena dunia usaha akan lebih cepat berkembang, lebih canggih dari dunia yang diajarkan sekolah.  Karakter pekerja harus disesuaikan dengan lowongan yang dibutuhkan di lapangan. Dengan kata lain, implementasinya harus mampu mempraktikkan, menganalisa, dan mengerjakan...

Sharing Widyaiswara-DOk. Susanti Hara
Sharing Widyaiswara-DOk. Susanti Hara

Pak Eko dari Save the Children menyampaikan bahwa: Lingkungan membangun butuh kebersamaan pihak sekolah, mengembangkan modul untuk orang tua, memanajemeni SLB, menyempurnakan modul di kelas, pendampingan, mendampingi, mentoring, menyiapkan modul untuk perusahaan, perbaikan tempat kerja, duduk bersama untuk identifikssi masalah yang akan timbul beserta perbaikannya, seperangkat modul untuk disabilitas harus disiapkan, baik sekolah dan dunia usahanya. 

Sharing Pak Eko dan Widyaiswara - Dok. Susanti Hara
Sharing Pak Eko dan Widyaiswara - Dok. Susanti Hara

Harapan kegiatan ini kedepannya terus belanjut, mengkritisi teknis, luar biasa sudah masuk ke titik anak anaknya. Berusaha memahami cara pandang dengan harapan  memasukkan kedalam kurikulum, ada model, proaktif, inovasi jalan terus, jangka panjang membuat revisi modul, sharing dari lapangan karena beberapa pertemuan pendahuluan masih berbicara modul (dengan kata lain suara dari bawah).

Ya, mencermati semuanya, mungkin ada yang berpendapat, dunia kerja untuk non disabilitas saja masih rumit, apalagi jika membahas dunia kerja untuk disabilitas.

Namun, bukahkah tidak ada salahnya, jika kita berusaha agar  remaja disabilitas muda pun dapat setara dalam hal pekerjaan dan penghidupan yang layak? 

Kalau kita sebagai warga negara Indonesia tidak peduli, lantas siapa lagi yang harus peduli?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun