Mohon tunggu...
Susanti Hara
Susanti Hara Mohon Tunggu... Administrasi - Seorang pendidik yang suka berkreasi

Pembelajar aktif yang senang untuk terus berpartisipasi dan berkreasi untuk memberikan warna pada kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Inovasi Pembelajaran Coding bagi Anak Luar Biasa

27 Februari 2020   12:26 Diperbarui: 27 Februari 2020   17:22 414
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengikuti setiap pertemuan pembelajaran coding di sekolah, memberikan tantangan tersendiri. Seolah berjenjang naik yang menanjaknya akan semakin berat jika tidak segera diatasi. 

Apalagi peserta pembelajaran coding ini anak kelas tinggi, sebutan untuk kelas SMPLB dan SMALB di sekolah tempat penulis mengajar, SLB-B Sukapura Bandung. 

Mungkin, sebagian orang akan memakluminya karena pembelajaran tersebut di Sekolah Luar Biasa (SLB). Tentunya tidak, bagi mereka yang menginginkan adanya perubahan, termasuk perubahan bagi anak luar biasa sekalipun. 

Dalam artikel yang telah tayang di Kompas.com dengan judul: "Coding" Siap Masuk ke Dalam Kurikulum Sekolah di Indonesia", disebutkan menurut padanan dalam bahasa Indonesia, coding merupakan bahasa pemrograman pada komputer. Kehadirannya dalam dunia digital sangat vital karena merupakan "nyawa" dari sebuah software atau aplikasi. Pada era digital seperti sekarang ini, ilmu coding sangatlah diperlukan.

Selama lebih kurang 6 bulan, Code for Social mengadakan pelatihan bagi anak luar biasa di SLB-B Sukapura Bandung. Mereka melatih pembelajaran menggunakan aplikasi yang telah mereka miliki sesuai jenjang kemampuan anak-anak luar biasa. 

Sekadar berkenalan, Code for Social adalah komunitas sosial yang berfokus pada pendidikan vokasional, terutama di bidang informatika (coding dan pemrograman) untuk difabel yang berdiri pada tahun 2018.

Timothy Andrianus dan Bu Maria Widyarini sebagai perintis memiliki harapan, yang tentunya menjadi tujuan dari komunitas sosial ini untuk meningkatkan keterampilan difabel, baik hard skill maupun soft skill sehingga dapat hidup mandiri.

Dalam pelaksanaanya, anak-anak luar biasa yang selalu penasaran akan pembelajaran coding, selalu dilatih oleh orang-orang yang luar biasa, di antaranya Timothy, Stella dan beberapa volunter yang pernah ikut mengajar, seperti: Tia, Mutia, Aurora, Adina.

Mencermati setiap perkembangan pembelajaran coding di sekolah, menjadi tantangan bagi penyelenggara untuk mendapatkan solusi pemecahannya.

Sehingga mereka mengadakan FGD (Focus Grup Discussion), pada pertengahan Februari 2020 ini, dimana masih ada anak muda yang menggemborkan hari kasih sayang, para pemerhati anak-anak luar biasa berkumpul di Ruang Rapat 3201 FISIP UNPAR, Jalan Ciumbuleuit Bandung, untuk membahas temu solusi pemecahan masalah selama di lapangan.

Ya, harus diakui, antara keilmuan serta kecerdasan satu dan lainnya terikat begitu kuat, itulah kesan penulis setelah mengikuti pembelajaran coding selama 6 bulan di sekolah. Misalnya saja, anak yang memiliki kecerdasan matematisnya kurang, akan memiliki kesulitan dalam mengikuti tahapan selanjutnya.

Review Pembelajaran Coding - Dok. Susanti Hara
Review Pembelajaran Coding - Dok. Susanti Hara
Senada dengan yang disampaikan Stella pada saat mengungkapkan hasil tinjauannya. Selaku kordinator guru coding di SLB-B Sukapura, sekaligus pelatih yang hampir selalu ada pada setiap pekannya, Stella menyampaikan permasalahan, betapa sulitnya mengajar dalam dunia luar biasa yang sebenarnya membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. 

Misalnya saja, untuk tahapan selanjutnya, anak harus dapat mengoperasikan penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Hal ini terasa sulit tanpa adanya alat bantu.

Sedangkan operasi hitung tersebut merupakan dasar agar dapat melanjutkan ke jenjang selanjutnya dalam pembelajaran coding.

Dalam FGD tersebut, mereka yang memiliki kompetensi berbeda, duduk bersama untuk mendiskusikan pemecahan terbaik agar mendapatkan solusi aplikatif sesegera mungkin. Dengan tujuan anak dapat mandiri setelah mengikuti pembelajaran coding di sekolah. 

Diskusi saat FGD-Dok. Susanti Hara
Diskusi saat FGD-Dok. Susanti Hara

Berbagai pendapat terungkap menghangatkan suasana ruangan. Hambatan-hambatan ini harus segera dipecahkan agar mendapatkan solusi lebih tepat. 

Mengutip salah satu pendapat dari Bu Mariska, selaku ketua Program Studi Informatika, beliau memberikan usulan untuk menggunakan Excell dalam pembelajaran sebagai pondasi dasar, mengetik lancar, matematika sederhana, mengetik sedikit demi sedikit sehingga hasil bagus. Selain itu, program ini akan mengasah sistem kecerdasan bisnis sederhana.

Dari hasil rapat tersebut tentu pendapat masing-masing berbeda dengan argumen berbeda, namun pada intinya semua sepakat, memiliki harapan sama dalam menghasilkan kurikulum informatika berbasis computational thinking untuk sekolah luar biasa.

Usai FGD, selama 2 pekan, pelaksanaan pembelajaran coding di sekolah pun, menjadi lebih berwarna. Pada Rabu, pekan ketiga Februari 2020, para pelatih mengajarkan pembelajaran computational thinking berupa permainan mengikuti perintah dan bergerak sesuai perintah.

Contoh pemberian perintah - DOk. Susanti Hara
Contoh pemberian perintah - DOk. Susanti Hara
Dalam pelaksanaannya, Stella mengaku mengalami hambatan komunikasi. Anak-anak sulit mengerti bahasa perintah darinya. Padahal perintahnya sudah tertulis dengan jelas dalam lembaran kertas, sehingga mereka bisa membacanya selain melihat gerak bibir pemberi perintah.

"Rasanya seperti memberikan pembelajaran kepada anak-anak yang badannya ada di sekitar kita, tapi nyawanya entah di mana," ujar Stella saat menceritakan pengalamannya.

Pelaksanaan Pembelajaran Computational Thinking - Dok. Susanti Hara
Pelaksanaan Pembelajaran Computational Thinking - Dok. Susanti Hara

Lantas, bagaimana dengan pertemuan berikutnya?

Pada hari Rabu, 26 Februari 2020, pembelajaran berikutnya mengenai desain thinking. Dalam kegiatan ini, anak diarahkan memasuki dunia pohon dengan serba serbi kehidupannya. Setelah pelatih menganggap mereka paham, kemudian diberikan penugasan.

Penjelasan pembelajaran desain thinking-Dok. Susanti Hara
Penjelasan pembelajaran desain thinking-Dok. Susanti Hara

Penugasan tersebut, mungkin akan kita anggap sepele. Ya, maklumlah, tugasnya menggambar pohon, kemudian menceritakan mengenai pohon tersebut.  Baiklah, sederhana bukan? Hanya menggambar pohon dan menceritakan tentang pohon yang mereka gambar.

Namun, para pelatih menilai bukan dari pohonnya, tapi  kreativitas serta cerita yang mereka sampaikan. Hampir semua anak menggambar pohon yang sama, pohon apel lengkap dengan buahnya. :)

Meskipun ada yang menggambar mawar berwarna merah, namun tetap belum sesuai harapan. Menurut stella, "Anak belum berani mengekspresikan diri, belum berani bekreasi, mereka masih terkotak-kotak, konsep hampir sama semua."

Sedangkan menurut Timothy, "Anak belum berani berimajinasi, belum bebas, hampir semua menggambar pohon apel, pas minta mereka cerita, sepertinya mereka ragu untuk menceritakan hasil karya mereka."

Temuan-temuan di lapangan tersebut, membuat kita memiliki Pekerjaan Rumah yang harus diselesaikan, misalnya saja harus sering melatih komunikasi, serta meminta mereka membuat aneka kreasi agar imajinasi liar mereka dapat keluar tanpa rasa khawatir takut salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun