Kemarin, menjelang waktu berbuka puasa, di warung penjual gorengan, ibu-ibu yang sedang membeli gorengan bercakap-cakap tentang keberanian mereka keluar rumah pada pukul 03.00 WIB untuk membeli gorengan di tempat ini. Ya, di tempat ini menjual gorengan pada waktu sebelum buka puasa dan sebelum sahur.Â
Selama Ramadan, mereka berani keluar rumah sendiri untuk membeli makanan saat sahur. Mereka bercerita berani keluar rumah karena adanya kehangatan selama Ramadan dimana warga lain pun sama-sama sudah beraktivitas menyiapkan makanan sahur. Bahkan, anak-anak yang biasanya masih tertidur lelap dan termasuk susah dibangunkan sudah menghangatkan suasana berkeliling komplek hunian membangunkan sahur para warga sedari pukul 02.30 WIB.
Sedangkan pada hari biasa, ibu-ibu ini membayangkan betapa penuh kekhawatirannya keluar rumah untuk berjalan-jalan membeli makanan pada pukul 03.00 WIB, karena biasanya masih sepi dan orang di sekitar masih terlelap menikmati jam tidur.Â
Mereka merasakan kehangatan Ramadan yang akan sangat mereka rindukan pada Ramadan berikutnya. Senada dengan mereka, saya pun akan sangat merindukan kehangatan Ramadan yang akan datang, di antaranya:
Kehangatan keluarga saat sahur, berbuka puasa, pergi tarawih bersama, dan persiapan mudik. Hal ini rasanya tidak ada di bulan biasanya selain Ramadan
Kehangatan kegiatan pesantren Ramadan di sekolah. Biasanya anak-anak belajar di kelas masing-masing dengan guru khusus masing-masing. Selama Ramadan, anak-anak di sekolah mulai dari kelas persiapan hingga SMA, belajarnya bersama di aula. Mereka menyimak ceramah dari pemateri, menonton film keagamaan, mengaji bersama, sholat duha bersama, sholat duhur dzuhur berjamaah, serta berdoa bersam.
Banyak sekali pembelajaran dari membuat parcel ini, misalnya saja: bagaimana anak harus belajar bersabar untuk membuat sesuatu hingga jadi, siswa yang lebih besar harus membimbing siswa yang lebih kecil, sedangkan siswa yang lebih kecil harus membantu dan mengikuti saran dari siswa yang lebih besar atau gurunya, dll.