Indonesia, sebuah negara yang kaya akan sumber daya alam dan potensi ekonomi, kini menghadapi fenomena yang mengejutkan: deflasi yang berlangsung berturut-turut selama beberapa bulan terakhir. Deflasi, yang merupakan penurunan hargasecara umum, bukanlah hal yang biasa terjadi di negara dengan pertumbuhan ekonomi yang terjaga seperti Indonesia. Namun, fenomena ini telah terjadi selama lima bulan berturut-turut sejak Mei 2024, menimbulkan kekhawatiran tentang kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat.
Deflasi dan Daya Beli Masyarakat
Deflasi yang dialami Indonesia tidak hanya merupakan angka statistik, tetapi juga merupakan tanda-tanda yang jelas tentang kondisi daya beli masyarakat. Daya beli, yang merupakan kemampuan seseorang untuk membeli barang dan jasa, merupakan indikator penting dalam menilai kesehatan ekonomi. Jika daya beli masyarakat melemah, maka konsumsi dan pertumbuhan ekonomi akan terganggu.
Penyebab Deflasi
Pada bulan September 2024, deflasi kembali terjadi dengan angka 0,12 persen, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Deflasi ini disebabkan oleh penurunan harga komoditas makanan, minuman, dan tembakau. Komoditas seperti cabai merah, cabai rawit, telur ayam ras, dan tomat menjadi penyumbang utama deflasi ini. Harga komoditas-komoditas tersebut turun karena biaya produksi yang turun, sehingga harga di tingkat konsumen juga ikut menurun.
Lebih dalam: Penyebab Deflasi
Meskipun deflasi disebabkan oleh penurunan harga komoditas, ada beberapa faktor lain yang juga berperan dalam fenomena ini. Ekonom CORE Indonesia, Muhammad Faisal, mengatakan bahwa deflasi lima bulan berturut-turut menandakan daya beli masyarakat yang kian melemah. Hal ini terlihat dari penjualan barang bukan primer seperti pakaian, alas kaki, peralatan komunikasi, dan lainnya yang terus menurun sejak 2023 hingga saat ini.
Kondisi Ekonomi Indonesia
Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang terjaga di atas 5 persen. Namun, deflasi berlangsung selama lima bulan berturut-turut menimbulkan kekhawatiran tentang kemampuan ekonomi negara. Pelaksana Tugas Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa deflasi berlangsung karena pasokan barang pangan yang berlimpah, yang menyebabkan harga menjadi terlalu murah. Namun, ia enggan menyimpulkan deflasi akibat daya beli masyarakat yang tengah merosot.
Kondisi Global dan Dampaknya
Fenomena deflasi di Indonesia juga dipengaruhi oleh kondisi global. Ekonom CORE Indonesia, Tauhid Ahmad, mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan berbasis impor telah tidak bisa menyerap tenaga kerja baru karena pasar yang bermasalah. Misalnya, ekonomi China yang menurun hingga 4 persen telah mengurangi permintaan barang dan jasa dari Indonesia, sehingga banyak eksportir yang mengalami pelemahan. Hal ini juga menyebabkan banyak upah riil di bawah UMR, sehingga mempengaruhi daya beli.
Dampak pada Perekonomian
Deflasi yang berlangsung berturut-turut memiliki dampak yang signifikan pada perekonomian Indonesia. Ekonom CORE Indonesia, Muhammad Faisal, mengingatkan bahwa kelas menengah merupakan mesin utama pertumbuhan ekonomi karena menjadi kelompok penduduk yang mengkontrobusikan konsumsi terbesar. Jika konsumsi kelas menengah melemah, maka perekonomian juga tidak akan bergerak seperti pelemahan industri manufaktur dan sektor jasa-jasa.
Kebutuhan dan Permintaan Lapangan Kerja
Hariyadi Sukamdani, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Apindo, juga menyoroti bahwa kebutuhan dan permintaan lapangan kerja tidak seimbang, sehingga daya beli masyarakat tidak merata. Hal ini menyebabkan banyak masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok karena harga pangan mengalami kenaikan luar biasa dalam kurun waktu satu tahun terakhir.
Stimulus untuk Mendorong Daya Beli
Untuk mengantisipasi fenomena deflasi dan daya beli yang menurun, pemerintah harus bergerak cepat menggelontorkan stimulus seperti bantuan sosial (bansos) dan menunda berbagai kebijakan yang dinilai memberatkan masyarakat, seperti pembatasan BBM bersubsidi dan kenaikan PPN (pajak pertambahan nilai). Menko Airlangga Hartarto menyatakan bahwa pemerintah menyiapkan berbagai program untuk mendorong peningkatan daya beli masyarakat.
Deflasi yang berlangsung berturut-turut selama lima bulan terakhir di Indonesia menandakan daya beli masyarakat yang semakin menurun drastis. Fenomena ini tidak hanya disebabkan oleh penurunan harga komoditas, tetapi juga dipengaruhi oleh kondisi global dan kebutuhan masyarakat. Untuk mengatasi fenomena ini, pemerintah harus bergerak cepat dengan mengeluarkan stimulus dan kebijakan yang tepat untuk mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Dengan demikian, perekonomian Indonesia dapat kembali stabil dan pertumbuhan ekonomi dapat terjaga.
Dengan demikian, kita dapat melihat bahwa deflasi yang berlangsung berturut-turut di Indonesia merupakan tanda-tanda yang jelas tentang kondisi daya beli masyarakat yang semakin menurun drastis. Untuk mengatasi fenomena ini, perlu dilakukan perubahan yang signifikan dalam kebijakan pemerintah dan stimulus yang tepat untuk mendorong peningkatan daya beli masyarakat. Dengan demikian, perekonomian Indonesia dapat kembali stabil dalam mengatasi deflasi dan memulihkan daya beli masyarakat sangat bergantung pada efektivitas implementasi kebijakan dan kerja sama semua pihak. Dengan langkah-langkah yang tepat dan komitmen yang kuat, Indonesia diharapkan dapat keluar dari situasi ini dan kembali ke jalur pertumbuhan ekonomi yang sehat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H