Seiring dengan perkembangan zaman, peran perempuan dalam ranah publik sudah semakin terlihat. Kini banyak sekali pemimpin-pemimpin perempuan yang mempunyai peran yang sangat penting dalam masyarakat. Perempuan juga sudah mampu mengambil posisi yang strategis dalam berbagai bidang, baik itu dalam pemerintahan, ekonomi, pendidikan, bahkan urusan dalam mencari nafkah yang biasanya dibebankan kepada laki-laki.Â
Akan tetapi, meskipun sudah bisa aktif dan melakukan kontribusi dalam ranah publik, eksistensi perempuan masih dikesampingkan dan masih banyak yang beranggapan bahwa perempuan adalah makhluk kelas dua.
      Dalam sejarah bangsa-bangsa di dunia, keadaan perempuan bisa dibilanng sangat memprihatinkan. Orang-orang dulu selalu memberikan pandangan buruk kepada perempuan, mulai dari mengatakan bahwa perempuan itu iblis, hina, makhluk lemah, bahkan tak jarang ditemui dalam beberapa literatu bahwa perempuan diperbudak secara seks.
      Dalam masyarakat Arab sebelum kedatangan Islam, perempuan juga selalu menjadi makhluk tertindas dan tidak diinginkan kelahirannya, ini dibuktikan dari semua literatur sejarah kebudayaan islam yang mengatakan bahwa masyarakat Arab dahulu, jika anak mereka lahir dan ia merupakan perempuan maka mereka tidak akan segan untuk menguburnya hidup – hidup karena rasa malu yang ia rasakan.Â
Mereka menganggap bayi perempuan itu adalah aib karena jika mereka sudah besar meraka mempunyai fisik yang lemah. Tidak hany sampai disitu, perempuan juga dijadikan sebagai harta warisan dimana jika seorang istri ditinggal mati oleh suaminya maka ia boleh diwariskan kepada sanak famili dari sang suami.
      Ditengah kondisi perempuan yang begitu memilukan, Islam datang membawa ajaran tauhid yakni suatu keyakinan yang mengajarkan ketuhanan yang esa dengan menyembah Allah dan tiada Tuhan selain Dirinya. Munculnya agama islam merupakan langkah awal terciptanya kesetaraan bagi perempuan.Â
Prof. Musda Mulia dalam bukunya yang berjudul Muslima Reformis mengatakan bahwa pada dasarnya konsep ajaran tauhid bukan semata-mata hanya berbicara mengenai keesaan Allah, akan tetapi, mengajarkan kesetaraan itu sendiri.Â
Keesaan Allah yang diajarkan dalam tauhid itu menuntut agar manusia hanya menyembah dan takut kepada Allah, sehingga jika seseorang mengagungkan manusia lainnya maka itu akan disebut syirik atau menduakan Allah. Oleh karena itu dalam ajaran tauhid semua manusia sama di mata Allah yang membedakan mereka hanyalah ketaqwaannya.
      Nilai keadilan bagi perempuan juga  terdapat dalam konsep ilmu fikih. Seperti yang terdapat dalam ilmu mawaris atau tentang warisan. Mungkin para aktivis feminis menilai bahwa aturan dalam menentukan warisan bagi perempuan dalam islam itu dinilai tidak adil karena pembagian 2 : 1, perempuan yang mendapat bagian 1 nya. Padahal jika dilihat dari sejarah perempuan sebelum islam datang perempuan hanya merupakan barang warisan.Â
Hal itu merupakan gebrakan besar dari Islam bagi perempuan karena yang sebelumnya jadi barang kini sudah jadi penerima warisan. Ketentuan perbandingan tersebut juga dinilai adil karena banyaknya warisa yang didapatkan laki – laki dikarenakan perannya sebagai pencari nafkah untuk keluarganya. Adapun jika membahas fenomena sekarang dimana sudah ada perempuan yang bertukar posisi dengan suaminya sebagai tulang punggung keluarga, maka hal itu sudah banyak diperbincangkan dalam dunia fikih kontemporer.Â
Contoh lain lagi yakni jumlah kambing yang disembelih ketika aqiqah bayi perempuan dan laki – laki, para aktivis feminis seringkali mengkritik hal ini seolah – olah menandakan bahwa harga perempuan itu dibawah laki-laki. Dalam buku Ketika Fiqih Membela Perempuan karya Prof. Nasaruddin Umar menjelaskan bahwa waktu itu – sebagaimana yang kita ketahui sejarahnya- bayi perempuan sama sekali tidak diinginkan, tapi dengan adanya ajaran syariat ini kelahiran bayi perempuan pun turut dirayakan sebagaimana kelahiran bayi laki  laki.Â
Berbicara tentang jumlah hewan yang disembelih itu dikarenakan perubahan yang dilakukan tidak boleh terlalu terburu – buru dan dijalankan secara bertahap. Dalam sejarah yang dipaparkan oleh Prof. Musdah Mulia mengatakan bahwa pada saat cucu Rasulullah lahir yakni Hasan dan Husein, Beliau hanya menyembelih seekor kambing.
      Pembahasan mengenai perempuan dalam Islam bahkan dibahas dalam ilmu tasawuf. Tasawuf adalah ilmu yang mempelajari cara menyucikan diri secara batin agar semakin dekat dengan Allah. Menurut buku Perempuan Perspektif Tasawuf karangan Muhammad Nur Jabir dalam 99 asmaul husna yang kita ketahui, sebagian dari nama Allah yang ada disana itu mewakili sifat perempuan. Mulai dari nama Al-Lathif yang berarti Maha Lembut mewakili sifat perempuan yang lembut, dan masih banyak lagi.Â
Persamaan nama Allah dengan sifat-sifat yang ada pada perempuan ini dikatakan oleh Muhammad Nur Jabir bahwa merupakan kedekatan Allah dengan makhluk yang bernama Perempuan sehingga kalian perempuan jangan risau ketika dibilang terlalu lemah a5au terlalu lembut sebab sifat itu bisa mendekatkan diri kalian dengan Sang Pencipta.
      Ketiga konsep diatas telah menandakan bahwa betapa mulianya perempuan dalam kaca mata Islam. Tugas perempuan yakni hanya satu dengan menjaga kemuliaan tersebut dengan cara mengerjakan amal-amal shalih dan mengabdikan diri pada masyarakat dalam kegiatan yang bermanfaat bagi orang banyak. Ketaatan seorang perempuan dalam beragama bukanlah dengan cara dikurung dirumah dengan menugaskan perempuan hanya di dapur, sumur, dan kasur.
 Perempuan juga bisa menanam benih-benih kebaikan melalui pekerjaan sebagai politisi, aktivis, dan wanita karir. Oleh karena itu, untuk para perempuan, kesempatan kalian juga sama dengan kesempatan yang diberikan kepada laki-laki. Maka jangan sia-siakan kesempatan ini hanya dengan dalih bahwa kalian adalah perempuan sebab kita semua adalah makhluk ciptaan Allah dan semua sama di mata-Nya kecuali tingkat ketaqwaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H