Suatu hari waktu pulang kampung, saya bersama anak saya yang sudah remaja lewat di depan tukang cukur langganan saya sejak SD.
"Nak, itu dulu tukang cukur langganan ayah," sahut saya.
"Oya," sahut anak saya, saat lewat di depan ruko sederhana tempat tukang cukur tadi.
Saya pun bertanya, "Sejak ayah SD sampai sekarang, dia tetap jadi tukang cukur. Sementara ayah sekarang sudah berubah, tinggal di kota dan punya penghasilan yang lebih baik. Kira-kira apa yang jadi pembeda?"
Anak saya terlihat mulai berpikir. Namun, sebelum dia menemukan jawaban, akhirnya saya jawab sendiri.
"Pendidikan," sahut saya.
Saya termasuk salah satu orang yang beruntung, mampu mengenyam pendidikan tinggi, walaupun orangtua harus berutang kanan-kiri. Pinjam dari bank sampai koperasi. Kenyataan itu tak menyurutkan semangat saya dan orang tua agar saya bersekolah lebih tinggi demi masa depan nanti.
Saya termasuk orang yang bisa mengenyam pendidikan tinggi karena pinjaman, karena utang.
Dikotomi utang
Ada sebersit rasa malu dan kehormatan jika berutang, karena menurut sebagian orang Indonesia "utang yah tetap utang". Mau disebut pinjaman pendidikan, pinjaman lunak, pinjaman DP 0 persen, tetap saja disebut utang.
Persepsi masyarakat Indonesia terhadap utang sangat beragam dan sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai tradisional, agama, dan kondisi sosial-ekonomi, bahkan pendidikan finansial atau literasi keuangan.
Secara umum, utang telah menjadi dikotomi, yaitu utang produktif dan utang konsumtif. Faktor gaya hidup dan literasi keuangan adalah unsur yang ditengarai paling menentukan seseorang memahami utang tersebut termasuk utang konsumtif atau utang produktif. Perbedaan mendasar diantaranya keduanya terdapat dalam tabel ini.
Namun, berutang atau pinjaman saat ini tetap menjadi bagian penting dalam mendukung kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat. Terutama jika utang tersebut adalah utang produktif.
Banyak juga diantara masyarakat Indonesia yang lebih memilih tidak mau berutang, dengan alasan karena takut tidak mampu bayar, akhirnya berujung pada risiko gagal bayar sehingga mengakibatkan risiko denda, bunga tambahan bahkan tindakan hukum.
Pendidikan tinggi adalah Investasi?
Selama orangtua siswa atau bahkan siswa itu sendiri menganggap bahwa pendidikan tinggi adalah investasi, maka pendidikan tinggi sangat berharga walaupun dibiayai melalui utang. Karena pendidikan tinggi dianggap dapat meningkatkan potensi pendapatan di masa depan.
Saking dianggap sebagai investasi, beberapa orang bahkan sampai mampu menghitung ROI (Return of Investment) dari manfaat mengikuti pendidikan tinggi. Perhitungan tersebut melibatkan biaya kuliah, biaya hidup, pendapatan di masa depan, dan lama waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan gelar dan bahkan waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil.
Apakah mengenyam pendidikan tinggi dapat menjamin tingkat seseorang tidak menganggur? belum tentu. Banyak faktor yang menentukan seseorang dapat langsung bekerja ketika sudah lulus, secara makro diantaranya stabilitas ekonomi dan pertumbuhan ekonomi sebuah negara.
Namun secara umum, lulusan pendidikan tinggi masih dianggap memiliki peluang stabilitas kerja yang lebih tinggi dibanding yang tidak mengenyam pendidikan tinggi. Ada beberapa faktor yang dapat menentukan peluang tersebut, diantaranya:
Jenis gelar dan jurusan, beberapa jurusan atau gelar tertentu dianggap lebih memiliki peluang kerja dan gaji yang lebih tinggi. Lulusan IT saat ini lebih banyak dibutuhkan. Sejak dahulu jurusan marketing dan akuntansi selalu dibutuhkan oleh pasar. Selain itu, gelar dan jurusan kedokteran dan farmasi dianggap lebih stabil dalam menyerap tenaga kerja.
Lokasi, lokasi bekerja menentukan perbedaan biaya hidup dan tigkat gaji dan stabilitas kerja di masa depan. Beberapa daerah menawarkan peluang kerja tertinggi bagi lulusan perguruan tinggi tertentu. Indonesiapun menerapkan Upah Minimum Provinsi, sehingga pendapatan pekerja di satu provinsi dapat berbeda dengan provinsi lainnya.
Institusi pendidikan, reputasi dan kualitas institusi pendidikan juga mempengaruhi pendapatan dan peluang kerja di masa depan. Prestise lulusan universitas tertentu dianggap lebih menentukan peluang kerja. Walau kenyataannya, banyak juga tempat kerja yang lebih mementingkan kesamaan almamater dengan para bosnya. Â
Pendidikan tinggi adalah investasi yang menawarkan berbagai manfaat yang signifikan di masa yang akan datang diantaranya dianggap mampu meningkatkan pendapatan dan kesempatan karir yang lebih baik.Â
Biaya Pendidikan dapat diperoleh dari utang dengan catatan dapat dikelola dengan baik, diperhitungkan dengan cermat dan dikontrol secara ketat, agar menjadi utang yang produktif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H