Bagi saya, minum jamu merupakan mood booster, sumber energi di pagi hari, tak berbeda dengan mereka yang terbiasa meminum kopi untuk memulai hari. Padahal saya sama sekali bukan orang yang terbiasa meminum jamu sejak kecil.
Namun saat beranjak dewasa, kesadaran akan khasiat minum Jamu ternyata semakin meningkat. Tak hanya saat menginap di hotel, bahkan ketika badan sudah merasa "tak enak," saya biasanya pergi ke dapur mengiris-iris jahe dan kunyit, merebusnya dan menambahkan kayu manis dan jeruk nipis. Terkadang saya tambahkan cengkih dan madu saat saya meracik jamu buatan sendiri.
Bacaan dan tontonan beberapa tahun terakhir memang sudah mengubah cara pandang saya terhadap Jamu. Saya terpengaruh terhadap ungkapan seperti: orang lokal lebih sehat jika makan dan minum sesuai bahan-bahan yang berasal dari tempat di mana dia tinggal, manusia lebih sehat jika memakan bahan makanan yang tumbuh langsung dari tanah seperti rimpang--bahan untuk membuat jamu, seperti halnya manusia yang secara kodratiah terbuat dari tanah. Leluhur sudah membuktikan, minum jamu memang menyehatkan.
Untuk itulah, saat saya akan menginap di hotel, biasanya saya sering memperbandingkan hotel berdasarkan menu sarapan paginya. Informasi itu kadang saya dapatkan dari pengalamanan, cerita orang, bahkan lewat ulasan orang-orang pada aplikasi perjalanan.
Jika hotel tersebut menyajikan jamu pada menu sarapan pagi, maka saya tak ragu lagi untuk memesannya. Bagaimana dengan Anda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H