“Ada kekhawatiran, kelak gondang bolon tinggal sejarah bagi orang Batak Toba,” ujar Tomson. Sering kali dalam upacara adat kematian orang tua yang sudah beranak cucu seharusnya gondang bolon yang dimainkan, tetapi justru keyboard dan uning-uningan yang disewa. Hal-hal seperti itulah yang membuat gondang bolon akan semakin terlupakan dan bisa jadi suatu saat nanti anak cucu kita tidak lagi mengenalnya.
Tomson Manihuruk menceritakan pengalamannya selama menekuni usaha rental alat musik dan sebagai pemain musik tradisional bersama grup musiknya, Maduma. Kebanyakan yang memakai jasa mereka adalah orang-orang Batak Toba yang di perantauan, seperti Medan. Yan menyewa musik Batak itu pun hanya orang-orang berduit yang sanggup mendatangkan pemain musik dari kampung. Singkatnya, sudah sangat jarang jasa musik gondangnya disewa.
Karena jarangnya pesanan untuk tampil membawakan gondang bolon dalam sebuah pesta dan tingginya permintaan masyarakat menyewa alat musik modern, dengan tidak mengesampingkan alat musik tradisional, sejak tahun 2008 Tomson dan kawan-kawan membeli alat musik modern agar usaha rental musiknya tetap berjalan.
Bila pesanan untuk tampil memainkan gondang Batak bersama grup musiknya di acara pesta lagi kosong, keseharian Tomson adalah membuat alat-alat musik tradisional di rumahnya. Sejak kecil ia telah memiliki keahlian membuat alat-alat musik tradisional Batak. Keahliannya itu didapatnya dari orang tuanya yang dulunya pengrajin dan pemain musik. Bukan hanya membuat, semua perangkat gondang Batak bisa dimainkannya.
Saat tabloid Pos Roha menemuinya di rumahnya, terlihat banyak perangkat musik gondang Batak yang masih dalam tahap pengerjaan hingga hampir jadi. Di sana ada sebuah taganing berukuran mungil yang tidak lazim digunakan dalam acara-acara tradisional Batak Toba.
Tomson Manihuruk mengatakan taganing mungil tersebut adalah hasil kreasinya sendiri. Meski ukurannya kecil, suara yang dihasilkannya sama persis dengan suara taganing berukuran normal. Taganing ini relatif ringan dan gampang dibawa ke mana-mana. Untuk membuat satu set taganing yang biasa, dia membutuhkan waktu dua bulan, sedangkan untuk membuat taganing kreasinya itu, dia hanya butuh satu bulan.
Badan taganing ciptaannya menggunakan bahan kayu antuang dan ingul. Untuk gendang dipakai kulit lembu. Untuk mengikat kulit pada tabung kayu serta menyetel tinggi rendahnya suara digunakan rotan.
Taganing kecil itu dinamainya taganing miniatur. Sengaja dia membuat alat musik unik tersebut sebagai salah satu usahanya melestarikan warisan leluhur Batak Toba. “Meski ukurannya diperkecil, tentu tidak mengurangi nilai taganing itu sendiri. Ini hanya salah satu usaha agar taganing tidak punah,” kata Tomson Manihuruk.
Taganing miniatur tersebut akan dijualnya kepada siapa pun yang berminat dengan harga Rp1,5 juta.
[Pos Roha, tabo jahaon]