Mohon tunggu...
Suryono Brandoi Siringoringo
Suryono Brandoi Siringoringo Mohon Tunggu... Jurnalis -

Aku bukan seorang optimis yg naif yg mnghrapkan harapan-harapanku yg dkecewakan akan dpnuhi dan dpuaskan di masa dpan. Aku juga bukan seorang pesimis yg hdupnya getir, yg trus menerus brkata bhw masa lampau tlh mnunjukan bhw tdk ada sesuatu pun yg bru dbwah matahari. Aku hanya ingin tmpil sbg manusia yg membwa harapan. Aku hdup dgn kyakinan teguh bhw skrng aku bru mlhat pantulan lembut pd sbuah kaca, akan tetapi pd suatu hari aku akan brhdpan dgn masa dpn itu, muka dgn muka.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Tomson Manihuruk Pencipta taganing miniatur

16 Oktober 2015   11:18 Diperbarui: 16 Oktober 2015   11:18 1042
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

SURYONO B. SIRINGORINGO, Pos Roha

Mahalnya biaya sewa alat musik gondang Batak ketimbang keyboard menjadi salah satu penyebab warga Kabupaten Samosir lebih memilih menyewa keyboard untuk pesta-pesta adat.

Tarif menyewa gondang, jika yang mengadakan hajatan di wilayah Samosir, Rp3 juta sampai Rp4 juta per hari. Namun jika acaranya di luar kota, tarifnya akan disesuaikan dengan biaya yang dikeluarkan ke lokasi pesta. Sedangkan tarif sewa musik keyboard lebih murah, kisaran Rp1,5 juta hingga Rp2 juta. Demikian penjelasan Tomson Manihuruk (29 tahun), pengrajin dan pemain alat musik tradisional Batak, yang diwawancarai tabloid Pos Roha pada Maret 2015 di Sidabagas, Desa Dosroha, Kecamatan Simanindo, Kabupaten Samosir.

Dia menjelaskan musik tradisional Batak Toba terdiri dari dua bagian, yaitu gondang bolon dan uning-uningan. Alat-alat musik Batak Toba antara lain taganing, gordang, hasapi, sarune, garantung, odap, sulim, dan ogung.

Biasanya dalam pertunjukan musik tradisional Batak Toba, tidak semua alat musik tersebut dimainkan. Misalnya dalam memainkan gondang bolon, perangkat musik yang harus ada adalah taganing, gordang, sarune bolon, dan ogung. Sementara perangkat musik dalam memainkan uning-uningan yaitu sulim, hasapi, garantung, sarune etek, hesek, dan odap. Yang penting dalam uning-uningan harus ada paling sedikit satu jenis alat musik yang berfungsi sebagai pembawa melodi dari lagu yang dimainkan.

Dalam hal memainkannya pun jauh lebih sulit gondang bolon ketimbang uning-uningan. Biasanya musik gondang bolon diperdengarkan pada upacara kematian, memanggil arwah leluhur, dan menggali tulang belulang. Lagu-lagu yang dibawakan pun masih kental dengan lagu tradisional Batak Toba zaman dahulu. Itu makanya pemain yang masih menguasainya adalah para orang tua yang sudah berumur, yang jumlahnya saat ini semakin sedikit.

“Lagu-lagu dalam memainkan gondang bolon biasanya seperti lagu si Unte Manis. Kalau lagu-lagu zaman sekarang, seperti Poco-Poco, sangat sulit dan bahkan tidak mungkin bisa dimainkan dengan perangkat musik gondang bolon. Makanya pemainnya harus menguasai lagu-lagu zaman dahulu,” kata Tomson Manihuruk.

Karena sulitnya memainkan gondang bolon dan semakin langkanya pemain yang mahir memainkannya, tarif menyewa gondang bolon ini pun tergolong tinggi dan semakin jarang diperdengarkan dalam pesta-pesta tradisional Batak Toba.

Musik tradisional uning-uningan biasanya dimainkan dalam acara kelahiran, pernikahan, dan acara hiburan. Lagu-lagu yang dimainkan relatif mudah dan bisa disesuaikan dengan kemajuan zaman atau dipadukan dengan musik modern, semisal keyboard.

“Ada kekhawatiran, kelak gondang bolon tinggal sejarah bagi orang Batak Toba,” ujar Tomson. Sering kali dalam upacara adat kematian orang tua yang sudah beranak cucu seharusnya gondang bolon yang dimainkan, tetapi justru keyboard dan uning-uningan yang disewa. Hal-hal seperti itulah yang membuat gondang bolon akan semakin terlupakan dan bisa jadi suatu saat nanti anak cucu kita tidak lagi mengenalnya.

Tomson Manihuruk menceritakan pengalamannya selama menekuni usaha rental alat musik dan sebagai pemain musik tradisional bersama grup musiknya, Maduma. Kebanyakan yang memakai jasa mereka adalah orang-orang Batak Toba yang di perantauan, seperti Medan. Yan menyewa musik Batak itu pun hanya orang-orang berduit yang sanggup mendatangkan pemain musik dari kampung. Singkatnya, sudah sangat jarang jasa musik gondangnya disewa.

Karena jarangnya pesanan untuk tampil membawakan gondang bolon dalam sebuah pesta dan tingginya permintaan masyarakat menyewa alat musik modern, dengan tidak mengesampingkan alat musik tradisional, sejak tahun 2008 Tomson dan kawan-kawan membeli alat musik modern agar usaha rental musiknya tetap berjalan.

Bila pesanan untuk tampil memainkan gondang Batak bersama grup musiknya di acara pesta lagi kosong, keseharian Tomson adalah membuat alat-alat musik tradisional di rumahnya. Sejak kecil ia telah memiliki keahlian membuat alat-alat musik tradisional Batak. Keahliannya itu didapatnya dari orang tuanya yang dulunya pengrajin dan pemain musik. Bukan hanya membuat, semua perangkat gondang Batak bisa dimainkannya.

Saat tabloid Pos Roha menemuinya di rumahnya, terlihat banyak perangkat musik gondang Batak yang masih dalam tahap pengerjaan hingga hampir jadi. Di sana ada sebuah taganing berukuran mungil yang tidak lazim digunakan dalam acara-acara tradisional Batak Toba.

Tomson Manihuruk mengatakan taganing mungil tersebut adalah hasil kreasinya sendiri. Meski ukurannya kecil, suara yang dihasilkannya sama persis dengan suara taganing berukuran normal. Taganing ini relatif ringan dan gampang dibawa ke mana-mana. Untuk membuat satu set taganing yang biasa, dia membutuhkan waktu dua bulan, sedangkan untuk membuat taganing kreasinya itu, dia hanya butuh satu bulan.

Badan taganing ciptaannya menggunakan bahan kayu antuang dan ingul. Untuk gendang dipakai kulit lembu. Untuk mengikat kulit pada tabung kayu serta menyetel tinggi rendahnya suara digunakan rotan.

Taganing kecil itu dinamainya taganing miniatur. Sengaja dia membuat alat musik unik tersebut sebagai salah satu usahanya melestarikan warisan leluhur Batak Toba. “Meski ukurannya diperkecil, tentu tidak mengurangi nilai taganing itu sendiri. Ini hanya salah satu usaha agar taganing tidak punah,” kata Tomson Manihuruk.

Taganing miniatur tersebut akan dijualnya kepada siapa pun yang berminat dengan harga Rp1,5 juta.

[Pos Roha, tabo jahaon]

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun