Sehingga, masyarakat merespon isu kenaikan BBM dengan demonstrasi. Namun Sayangnya, meski situasi kian memanas tiap harinya, tetap saja pemerintah bergeming dengan keputusannya dan DPR malah asyik dengan lobi-lobi politiknya untuk memenangkan kepentingan.Â
Jangankan menyanggupi tuntutan para pendemo, untuk mendengarkan aspirasi dan mengajak pendemo berdialog pun tak dilakukan pemerintah. Padahal adalah hal yang wajib dilakukan pemerintah untuk mendengarkan aspirasi publik dan mengajak berdialog.Â
Tak ayal, dari ketakresponan pemerintah terhadap aspirasi masyarakat. Sekaligus juga dari kelambatan DPR merespon tuntutan masyarakat. Alhasil, aspirasi yang tersumbat ini akhirnya mencari tempat untuk meluapkannya. Para pendemo akhirnya mencari cara agar aksi mereka mendapat perhatian dari pemerintah.Â
Akhirnya, cara-cara tak terpuji itu tak terhindarkan terjadi. Sekali lagi, meski tidak dibenarkan, namun ini adalah fakta yang tak bisa dinafikan. Unjuk rasa disertai kekerasan yang merusak fasilitas publik memang tidak dibenarkan dalam demokrasi.Â
Tetapi menggeneralisir semua gerakan demonstrasi mahasiswa, buruh dan rakyat kemarin sebagai anarkis, anti-damai, sehingga menjadi beban sosial, tidaklah adil!Â
Suara kekecewaan dan amarah menggelegar rakyat kemarin wajar dinyatakan karena mereka melihat elite-elite bangsa di republik ini sudah mengalami diskonektisitas fungsional dengan rakyatnya.Â
Hal ini harusnya menjadi pelajaran bagi pemerintah. Meresponi aspirasi rakyat adalah tindakan yang harus dikedepankan. Sekaligpun berbeda pandangan dengan masyarakat, setidaknya dengan mendengar dan mengajak berdialog, tentu negeri ini akan terjauh dari bentrok dan tindakan anarkis.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H