"Pakde bukan dari partainya Gus Menteri, ya? Saya kira Pakde sangat mendukung SDGs Desa, program Gus Menteri."Â
Aku tertawa kecil. "Kamu salah lagi. Semua ide baik untuk desa, layak saya dukung. Tapi dukungannya pada program, bukan pada partai. Ini yang perlu kamu pahami."Â
Dia mengangguk pelan, tampak berpikir. Aku melanjutkan, "Proses perpanjangan kontrak pendamping itu ada aturannya. Kalau merasa ada ketidakadilan, adukan saja ke Ombudsman."Â
"Pakde, pendamping desa nggak boleh berpolitik?" tanyanya penasaran.Â
"Boleh, nggak ada larangan. Tapi berpolitiklah dengan baik. Jangan menyakiti atau mengintimidasi teman. Kalau kena karma, baru nanti menyesal. Apalagi kalau hubungan dengan desa dampingan jadi tidak nyaman karena beda pandangan."Â
"Tapi, dengar-dengar, penerimaan pendamping nanti perlu rekomendasi partai, Pakde."Â
Aku menggeleng sambil tersenyum. "Jangan mudah termakan isu. Kalau memang ada bukti, laporkan saja."Â
"Lapor ke mana, Pakde?" tanyanya dengan nada penuh selidik.Â
"Lapor ke RPDN, ha-ha-ha!" jawabku sambil bercanda, membuat suasana kembali cair.Â
Dia tertawa kecil. Aku mencoba menutup pembicaraan dengan komentar santai, "Bubur barobbo ini enak juga ya, Mas. Pagi-pagi bagsawan ngga mungkinmakan bubur ini."Â
"Bangsawan, Pakde?" tanyanya bingung.Â