"Sendiri, Pakde?" tanyanya, tak langsung memperkenalkan diri.Â
"Sendiri. Biasa, urusan kerjaan jalan sendiri. Kalau jalan-jalan baru sama keluarga," jawabku santai.Â
Pemuda itu duduk tanpa permisi, tampaknya mengenalku dari ruang diskusi online atau grup WhatsApp. Wajahnya asing, tapi panggilan "Pakde" membuatku yakin dia adalah salah satu anggota komunitas diskusi.Â
"Pakde, saya dengar SK perpanjangan beberapa pendamping desa nggak diperpanjang," katanya membuka pembicaraan.Â
"Ya, wajar saja. Kalau nggak memenuhi syarat, ya nggak diperpanjang," jawabku tenang sambil menyendok bubur.Â
"Tapi, Pakde, ada teman saya. Kinerjanya bagus sekali, tapi dia juga nggak diperpanjang. Kasihan."Â
Aku mengangkat alis. "Bagus menurut siapa?" tanyaku, mencoba menggali lebih dalam.Â
"Menurut saya, Pakde. Dia kerja keras, bahkan kemarin sangat aktif mendukung caleg dan capres."Â
Aku tersenyum tipis. "Nah, itu dia. Ukuran 'bagus' kamu yang perlu diperjelas. Kalau ukurannya soal politik, itu urusan lain. Dalam pekerjaan pemberdayaan, kriteria 'bagus' tidak diukur dari aktivitas politik."Â
Pemuda itu tampak kikuk. "Waduh, saya salah nih ngobrol sama Pakde."Â
"Kok salah?" tanyaku.Â