Yoko, seorang lelaki berusia 30-an, duduk di meja kerjanya di sebuah perusahaan teknologi di Jakarta. Hari itu, suasana kantor terasa lebih sepi dari biasanya. Ia menatap layar komputer, tetapi pikirannya melayang jauh ke kampung halamannya di Madura. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Pesan dari adiknya muncul di layar: "Yok, Ibu sakit. Cepat pulang."
Hati Yoko bergetar. Ia tahu betapa kuatnya ibunya, tetapi kabar ini membuatnya cemas. Tanpa berpikir panjang, ia segera menutup laptop dan mencari tiket bus. Dengan langkah cepat, ia membuka aplikasi transportasi ternama di ponselnya. Setelah beberapa menit, tiket bus cepat super executive ke Madura berhasil dipesan. Ia merasa sedikit lega, tetapi kekhawatiran tetap menghantuinya.
Sore itu, Yoko bergegas menuju shulter bus. Di sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi dengan kenangan masa kecilnya di Madura. Ia teringat bagaimana ibunya selalu menyiapkan makanan favoritnya setiap kali ia pulang. Rindu itu semakin menguatkan tekadnya untuk segera sampai di rumah.
Sesampainya di shulter, Yoko menunjukkan e-tiketnya kepada customer service (CS) yang cantik. "Selamat sore, Mas. Ke mana tujuan Anda?" tanyanya dengan senyuman ramah.
"Ke Madura, saya sudah pesan tiket," jawab Yoko sambil menunjukkan ponselnya.
CS meminta KTP-nya untuk verifikasi. Yoko menyerahkan KTP dengan sigap, tetapi saat CS memeriksa, wajahnya berubah. "Maaf, Mas. Data di KTP tidak sesuai dengan tiket."
Yoko terkejut. Ia baru menyadari bahwa ia telah mengubah sedikit nama di aplikasi saat memesan tiket. "Tapi ini kan hanya bus, bukan pesawat! Kenapa harus begitu ketat?" protesnya.
CS tetap tenang. "Maaf, Mas. Sistem kami tidak bisa menerima perbedaan data. Silakan hubungi aplikasi tempat Anda membeli tiket."
Yoko merasa frustrasi. Ia mencoba menghubungi customer service aplikasi, tetapi tidak ada yang merespons. "Aplikasi busuk," gumamnya. Ia merasa marah dan bingung. Waktu terus berjalan, dan bus sudah terparkir, menunggu penumpang lain.
Melihat Yoko yang resah, CS berusaha membantu. "Mas, saya akan coba menghubungi pihak aplikasi untuk Anda. Mohon tunggu sebentar."
Yoko mengangguk, tetapi hatinya tetap gelisah. Ia tahu ibunya membutuhkan kehadirannya. Beberapa menit kemudian, CS aplikasi akhirnya menghubungi Yoko. "Maaf, Mas. Karena kesalahan input data, kami tidak bisa mengakomodir. Dan karena Anda memilih opsi no refund, kami tidak bisa mengembalikan uang."
Yoko merasa lemas. Ia ingin meluapkan emosinya, tetapi tidak ada gunanya. "Bisa saya beli tiket baru? Itu kan tiket saya hangus," pintanya.
CS menjawab, "Bisa, tetapi hanya bisa transfer. Kami tidak menerima QRIS."
Yoko merasa kesal. "Perusahaan sebesar ini tidak terima QRIS? Kenapa ya?" dalam hati ia menggerutu. Namun, ia tahu tidak ada pilihan lain. "Oke, saya sudah transfer."
Setelah proses yang melelahkan, Yoko akhirnya bisa naik ke bus. Ia minta maaf kepada sopir dan penumpang lainnya karena telah membuat mereka menunggu. Dengan cepat, ia mencari tempat duduknya dan langsung mengambil posisi di kursi sleeper. Sambil memasang selimut, ia berusaha menenangkan pikirannya.
Perjalanan dimulai, dan bus melaju di jalan tol. Yoko menatap keluar jendela, melihat pemandangan Jakarta yang mulai menjauh. Ia teringat wajah ibunya yang selalu ceria, dan kini ia merasa khawatir. "Semoga Ibu baik-baik saja," bisiknya dalam hati.
Di tengah perjalanan, Yoko tidak bisa tidur. Pikiran tentang ibunya terus menghantuinya. Ia teringat saat kecil, ketika ibunya selalu mengajaknya bermain di halaman rumah. Ibu adalah sosok yang kuat, tetapi Yoko tahu bahwa usia tidak bisa dibohongi. Ia berdoa agar ibunya segera pulih.
Setelah beberapa jam, bus berhenti di rest area. Yoko memutuskan untuk turun sejenak, menghirup udara segar. Ia melihat sekeliling, banyak penumpang lain yang juga turun untuk beristirahat. Dalam keramaian itu, Yoko merasa sedikit lebih tenang. Ia membeli kopi dan mencoba mengalihkan pikirannya dari kekhawatiran.
Setelah istirahat, perjalanan dilanjutkan. Yoko kembali ke tempat duduknya dan akhirnya bisa terlelap. Dalam mimpinya, ia melihat ibunya tersenyum, memanggilnya untuk pulang. Ketika ia terbangun, bus sudah memasuki wilayah Madura. Jantungnya berdebar kencang. Ia tidak sabar untuk segera bertemu ibunya.
Setelah beberapa jam perjalanan, bus akhirnya tiba di terminal Madura. Yoko segera turun dan mencari taksi. Dalam perjalanan menuju rumah, ia merasakan campuran antara cemas dan harap. Setiap detik terasa lama, dan ia berharap ibunya dalam keadaan baik.
Sesampainya di rumah, Yoko berlari masuk. Ia melihat ibunya terbaring di ranjang, wajahnya pucat. "Ibu!" teriaknya, dan ibunya membuka mata, tersenyum lemah. "Yoko, kamu sudah pulang," ucapnya dengan suara pelan.
Yoko duduk di samping ranjang, menggenggam tangan ibunya. "Ibu, bagaimana kabarnya? Kenapa tidak bilang kalau sakit?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran.
"Ibu hanya sedikit lelah, Nak. Jangan khawatir," jawab ibunya sambil tersenyum. Namun, Yoko bisa melihat bahwa ibunya tidak sekuat dulu
Hari-hari berikutnya, Yoko merawat ibunya dengan penuh kasih. Ia memasak makanan favorit ibunya dan membantunya beristirahat. Setiap malam, ia duduk di samping ranjang, bercerita tentang kehidupannya di Jakarta. Ibunya mendengarkan dengan penuh perhatian, dan Yoko merasa tenang melihat senyuman di wajah ibunya.
Setelah beberapa hari, kondisi ibunya mulai membaik. Yoko merasa lega, tetapi ia tahu bahwa ia harus lebih sering pulang untuk menjenguk. "Ibu, saya akan lebih sering pulang," janjinya.
Ibunya mengangguk. "Ibu senang kamu ada di sini, Nak. Keluarga adalah yang terpenting."
Yoko tersenyum, menyadari bahwa perjalanan pulangnya kali ini bukan hanya tentang menghadapi kekhawatiran, tetapi juga tentang mengingat betapa berharganya keluarga. Ia bertekad untuk tidak hanya pulang saat ada masalah, tetapi juga untuk merayakan kebersamaan dengan orang-orang yang dicintainya.
Dengan hati yang penuh rasa syukur, Yoko berjanji untuk selalu menjaga hubungan dengan ibunya dan keluarga. Perjalanan pulang ini mengajarinya arti cinta dan perhatian yang sesungguhnya. Dan di dalam hatinya, ia tahu bahwa tidak ada tempat yang lebih aman dan nyaman daripada rumah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI