Di tengah perjalanan, Yoko tidak bisa tidur. Pikiran tentang ibunya terus menghantuinya. Ia teringat saat kecil, ketika ibunya selalu mengajaknya bermain di halaman rumah. Ibu adalah sosok yang kuat, tetapi Yoko tahu bahwa usia tidak bisa dibohongi. Ia berdoa agar ibunya segera pulih.
Setelah beberapa jam, bus berhenti di rest area. Yoko memutuskan untuk turun sejenak, menghirup udara segar. Ia melihat sekeliling, banyak penumpang lain yang juga turun untuk beristirahat. Dalam keramaian itu, Yoko merasa sedikit lebih tenang. Ia membeli kopi dan mencoba mengalihkan pikirannya dari kekhawatiran.
Setelah istirahat, perjalanan dilanjutkan. Yoko kembali ke tempat duduknya dan akhirnya bisa terlelap. Dalam mimpinya, ia melihat ibunya tersenyum, memanggilnya untuk pulang. Ketika ia terbangun, bus sudah memasuki wilayah Madura. Jantungnya berdebar kencang. Ia tidak sabar untuk segera bertemu ibunya.
Setelah beberapa jam perjalanan, bus akhirnya tiba di terminal Madura. Yoko segera turun dan mencari taksi. Dalam perjalanan menuju rumah, ia merasakan campuran antara cemas dan harap. Setiap detik terasa lama, dan ia berharap ibunya dalam keadaan baik.
Sesampainya di rumah, Yoko berlari masuk. Ia melihat ibunya terbaring di ranjang, wajahnya pucat. "Ibu!" teriaknya, dan ibunya membuka mata, tersenyum lemah. "Yoko, kamu sudah pulang," ucapnya dengan suara pelan.
Yoko duduk di samping ranjang, menggenggam tangan ibunya. "Ibu, bagaimana kabarnya? Kenapa tidak bilang kalau sakit?" tanyanya dengan penuh kekhawatiran.
"Ibu hanya sedikit lelah, Nak. Jangan khawatir," jawab ibunya sambil tersenyum. Namun, Yoko bisa melihat bahwa ibunya tidak sekuat dulu
Hari-hari berikutnya, Yoko merawat ibunya dengan penuh kasih. Ia memasak makanan favorit ibunya dan membantunya beristirahat. Setiap malam, ia duduk di samping ranjang, bercerita tentang kehidupannya di Jakarta. Ibunya mendengarkan dengan penuh perhatian, dan Yoko merasa tenang melihat senyuman di wajah ibunya.
Setelah beberapa hari, kondisi ibunya mulai membaik. Yoko merasa lega, tetapi ia tahu bahwa ia harus lebih sering pulang untuk menjenguk. "Ibu, saya akan lebih sering pulang," janjinya.
Ibunya mengangguk. "Ibu senang kamu ada di sini, Nak. Keluarga adalah yang terpenting."
Yoko tersenyum, menyadari bahwa perjalanan pulangnya kali ini bukan hanya tentang menghadapi kekhawatiran, tetapi juga tentang mengingat betapa berharganya keluarga. Ia bertekad untuk tidak hanya pulang saat ada masalah, tetapi juga untuk merayakan kebersamaan dengan orang-orang yang dicintainya.
Dengan hati yang penuh rasa syukur, Yoko berjanji untuk selalu menjaga hubungan dengan ibunya dan keluarga. Perjalanan pulang ini mengajarinya arti cinta dan perhatian yang sesungguhnya. Dan di dalam hatinya, ia tahu bahwa tidak ada tempat yang lebih aman dan nyaman daripada rumah.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI