Mohon tunggu...
Suryokoco Suryoputro
Suryokoco Suryoputro Mohon Tunggu... Wiraswasta - Desa - Kopi - Tembakau - Perantauan

Berbagi pandangan tentang Desa, Kopi dan Tembakau untuk Indonesia. Aktif di Organisasi Relawan Pemberdayaan Desa Nusantara, Koperasi Komunitas Desa Indonesia, Komunitas Perokok Bijak, Komuitas Moblie Journalis Indonesia dan beberapa organisasi komunitas perantau

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tiket Bus Perjalanan Pulang Yoko

18 Januari 2025   23:09 Diperbarui: 18 Januari 2025   23:09 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Yoko, seorang lelaki berusia 30-an, duduk di meja kerjanya di sebuah perusahaan teknologi di Jakarta. Hari itu, suasana kantor terasa lebih sepi dari biasanya. Ia menatap layar komputer, tetapi pikirannya melayang jauh ke kampung halamannya di Madura. Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Pesan dari adiknya muncul di layar: "Yok, Ibu sakit. Cepat pulang."

Hati Yoko bergetar. Ia tahu betapa kuatnya ibunya, tetapi kabar ini membuatnya cemas. Tanpa berpikir panjang, ia segera menutup laptop dan mencari tiket bus. Dengan langkah cepat, ia membuka aplikasi transportasi ternama di ponselnya. Setelah beberapa menit, tiket bus cepat super executive ke Madura berhasil dipesan. Ia merasa sedikit lega, tetapi kekhawatiran tetap menghantuinya.

Sore itu, Yoko bergegas menuju shulter bus. Di sepanjang jalan, pikirannya dipenuhi dengan kenangan masa kecilnya di Madura. Ia teringat bagaimana ibunya selalu menyiapkan makanan favoritnya setiap kali ia pulang. Rindu itu semakin menguatkan tekadnya untuk segera sampai di rumah.

Sesampainya di shulter, Yoko menunjukkan e-tiketnya kepada customer service (CS) yang cantik. "Selamat sore, Mas. Ke mana tujuan Anda?" tanyanya dengan senyuman ramah.
"Ke Madura, saya sudah pesan tiket," jawab Yoko sambil menunjukkan ponselnya.

CS meminta KTP-nya untuk verifikasi. Yoko menyerahkan KTP dengan sigap, tetapi saat CS memeriksa, wajahnya berubah. "Maaf, Mas. Data di KTP tidak sesuai dengan tiket."
Yoko terkejut. Ia baru menyadari bahwa ia telah mengubah sedikit nama di aplikasi saat memesan tiket. "Tapi ini kan hanya bus, bukan pesawat! Kenapa harus begitu ketat?" protesnya.

CS tetap tenang. "Maaf, Mas. Sistem kami tidak bisa menerima perbedaan data. Silakan hubungi aplikasi tempat Anda membeli tiket."
Yoko merasa frustrasi. Ia mencoba menghubungi customer service aplikasi, tetapi tidak ada yang merespons. "Aplikasi busuk," gumamnya. Ia merasa marah dan bingung. Waktu terus berjalan, dan bus sudah terparkir, menunggu penumpang lain.

Melihat Yoko yang resah, CS berusaha membantu. "Mas, saya akan coba menghubungi pihak aplikasi untuk Anda. Mohon tunggu sebentar."
Yoko mengangguk, tetapi hatinya tetap gelisah. Ia tahu ibunya membutuhkan kehadirannya. Beberapa menit kemudian, CS aplikasi akhirnya menghubungi Yoko. "Maaf, Mas. Karena kesalahan input data, kami tidak bisa mengakomodir. Dan karena Anda memilih opsi no refund, kami tidak bisa mengembalikan uang."

Yoko merasa lemas. Ia ingin meluapkan emosinya, tetapi tidak ada gunanya. "Bisa saya beli tiket baru? Itu kan tiket saya hangus," pintanya.

CS menjawab, "Bisa, tetapi hanya bisa transfer. Kami tidak menerima QRIS."
Yoko merasa kesal. "Perusahaan sebesar ini tidak terima QRIS? Kenapa ya?" dalam hati ia menggerutu. Namun, ia tahu tidak ada pilihan lain. "Oke, saya sudah transfer."

Setelah proses yang melelahkan, Yoko akhirnya bisa naik ke bus. Ia minta maaf kepada sopir dan penumpang lainnya karena telah membuat mereka menunggu. Dengan cepat, ia mencari tempat duduknya dan langsung mengambil posisi di kursi sleeper. Sambil memasang selimut, ia berusaha menenangkan pikirannya.

Perjalanan dimulai, dan bus melaju di jalan tol. Yoko menatap keluar jendela, melihat pemandangan Jakarta yang mulai menjauh. Ia teringat wajah ibunya yang selalu ceria, dan kini ia merasa khawatir. "Semoga Ibu baik-baik saja," bisiknya dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun