Obrolan berlanjut ke kondisi pendamping desa dan sedikit politik lokal. Setelah setengah jam, dia pamit. Katanya, dia harus segera berangkat agar tidak terlambat.
Setelah kawan aku pergi, aku memesan mi rebus ke bu Darmi. Sambil menunggu, Bu Darmi kembali membuka obrolan. "Mas, kok bisa ya, anak muda kerja kantoran tapi masih harus sibuk rapat jauh-jauh begitu? Kenapa nggak online aja, ya?"
Aku tersenyum sambil menyalakan rokok batang kedua. "Itulah, Bu. Masih banyaak yang jarkono, iso ngajari ra iso nlakoni. Bisa mengajarkan, tapi nggak bisa melakukannya sendiri."
Tawa Bu Darmi meledak lagi. "Iya juga ya, Mas. Kalau kayak gitu, buat apa ngajari orang?"
Kami terus tertawa. Di tengah suasana terminal yang mulai ramai, kopi panas, mi rebus, dan obrolan ringan itu jadi penghangat pagi yang sederhana namun berkesan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H