Natura dan kenikmatan merupakan penggantian atau imbalan yang diberikan tidak dalam bentuk uang tunai tetapi dalam bentuk barang (goods) seperti bingkisan atau fasilitas (fringe benefits) seperti transportasi, pengobatan dan pemondokan, dimana pemberian tersebut berkaitan dengan hubungan kerja dan/atau transaksi jasa antar Wajib Pajak.
Dimana perlakuan PPh atas natura dan kenikmatan mengalami perubahan dan diperlakukan sebagai objek pajak bagi penerimanya (beneficial owner) berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.03/2023 (selanjutnya disebut PMK) yang merupakan aturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022. Bagi pemberi kerja (employer), pemberian natura dan kenikmatan dapat dibebankan sebagai pengurang atas penghasilan bruto (deductible expenses) dalam menentukan penghasilan kena pajak (taxable income) bila diberikan dalam rangka untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan. Sehingga berlaku prinsip matching cost against revenue. Atas pemberian natura dihitung sebesar harga pasar dan kenikmatan dicatat sebesar biaya yang sesungguhnya dikeluarkan (actual cost).
Sehingga Pemberian natura dan kenikmatan selama tahun 2022 dikecualikan sebagai objek PPh dan efektif mulai berlaku tahun 2023. Bagi pemberi kerja (employer) sebagai withholding agent, wajib melakukan pemotongan PPh terhitung mulai 1 Juli 2023.
Selanjutnya bagi penerima (employee), atas natura dan kenikmatan yang diperolehnya sejak 1 Januari 2023 hingga akhir Juni 2023 yang belum dipotong PPh-nya oleh pemberi kerja, wajib dihitung, dilaporkan dalam SPT PPh 1770 dan dibayarkan PPh-nya.
Beberapa contoh fasilitas yang bebas pajak natura meliputi :
- Obat-obatan dan vaksin dalam penanganan pandemi tanpa batasan nilai.
- Sarana, prasarana, dan fasilitas bagi pegawai beserta keluarga yang bekerja di daerah tertentu, termasuk daerah meliputi sarana, prasarana, dan fasilitas perumahan, pelayanan kesehatan, pendidikan, pengangkutan, dan olahraga tanpa batasan nilai.
- Bingkisan hari raya keagamaan, meliputi Idulfitri, Natal, Nyepi, Waisak, dan Tahun Baru Imlek tanpa batasan nilai, sedangkan bingkisan selain hari raya keagamaan tersebut maksimal Rp 3 juta per tahun.
- Peralatan dan fasilitas kerja.
Beberapa fasilitas yang termasuk dalam jenis natura dan/atau kenikmatan meliputi :
- Makanan, minuman, dan bahan makanan minuman bagi seluruh pegawai.
- Disediakan di daerah tertentu.
- Natura dan/atau kenikmatan karena keharusan pekerjaan.
- Natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai oleh APBN/APBD/APB Desa.
Beberapa jenis natura dan kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak, besaranya :
- Makanan, minuman, dan bahan makanan minuman bagi seluruh pegawai.
- Fasilitas pelayanan kesehatan dan pengobatan dari pemberi kerja yang diterima seluruh pegawai dan diberikan dalam rangka penanganan kecelakaan kerja; penyakit akibat kerja; kedaruratan penyelamatan jiwa; atau pengobatan lanjutan sebagai akibat kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja, tanpa batasan nilai.
- Fasilitas yang diterima pegawai berupa iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang ditanggung pemberi kerja.
- Fasilitas peribadatan antara lain berbentuk musala, masjid, kapel, atau pura, yang diperuntukkan semata-mata untuk kegiatan peribadatan.
Atas pengecualian tersebut di atas, pemberian natura dan kenikmatan diperlakukan sebagai bukan objek pajak bagi yang menerima dan sebaliknya bagi pemberi kerja boleh dibebankan sebagai pengurang atas penghasilan bruto dalam menentukan penghasilan kena pajak. Dengan lain perkataan, pemberian natura dan kenikmatan yang dikecualikan sebagai objek pajak merupakan subsidi pajak yang diberikan oleh Pemerintah kepada penerimanya dan dicatat sebagai tax expenditure.Â
Perlakuan PPh atas pemberian natura dan/atau kenikmatan dapat menutup celah-celah perpajakan (tax loophole) dari praktik forward shifting beban PPh dari pegawai yang berpenghasilan menengah ke atas kepada pemberi kerja dimana praktik penghindaran pajak (tax avoidance) dapat mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan pajak (tax revenue forgone).
Menilai dan Memotong Natura/Kenikmatan; untuk dapat menghitung besaran PPh terutang atas natura atau kenikmatan, wajib pajak sebelumnya harus bisa menentukan nilai natura atau kenikmatan tersebut.
Di dalam PMK 66/2023 disebutkan bahwa natura dapat dinilai berdasarkan nilai pasar (termasuk untuk tanah dan bangunan yang menjadi inventory) atau berdasarkan nilai Harga Pokok Penjualan (HPP) atas barang dagangan pemberi natura. Sementara itu didalam menilai besaran kenikmatan harus berdasarkan pada jumlah biaya yang dikeluarkan atau yang seharusnya dikeluarkan dengan memperhatikan masa manfaatnya dan jumlah penerimanya.
Jika masa manfaatnya di atas 1 bulan, penilaian kenikmatan dilakukan setiap bulan selama masa pemanfaatan. Sementara jika kenikmatan tersebut diterima oleh lebih dari satu orang, penilaian dilakukan berdasarkan jumlah biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan secara proporsional kepada masing-masing penerima imbalan. Selanjutnya, PPh terutang atas pemberian natura tersebut dipotong oleh pemberi kerja pada akhir bulan terjadinya pengalihan atau terutangnya penghasilan, tergantung mana yang lebih dahulu terjadi.
Sementara pemotongan PPh atas kenikmatan dilakukan pada akhir bulan terjadinya penyerahan hak atau bagian atas pemanfaatan suatu fasilitas. (ASP)
Permasalahan terkait pajak natura dan kenikmatan antara lain adalah pemahaman yang kurang baik mengenai jenis-jenis natura dan kenikmatan yang menjadi objek PPh, batasan nilai, serta kriteria penerimaan natura/kenikmatan. Selain itu, terdapat beberapa pengecualian pengenaan pajak atas natura/kenikmatan, seperti natura/kenikmatan dengan jenis dan batasan tertentu. Hal ini dapat menyebabkan kesalahan dalam perhitungan dan pembayaran pajak, serta dapat berdampak pada kewajiban perpajakan yang tidak terpenuhi. Selain itu, munculnya aturan PMK baru pajak natura juga mengharuskan wajib pajak untuk membayar dan menghitung sendiri pajak atas natura dan kenikmatan, sehingga memerlukan pemahaman yang baik mengenai aturan tersebut.
Contoh kasus yang termasuk pajak natura dan kenikmatan meliputi penerimaan penggantian atau imbalan dalam bentuk paket alat-alat kosmetik atau voucher menginap di hotel. Selain itu, beberapa tokoh seperti Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo, menyatakan bahwa pajak natura dan kenikmatan merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak dan mengurangi kesenjangan antara pajak yang seharusnya dibayar dengan pajak yang diterima.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman terkait pajak natura dan kenikmatan, perlu dilakukan sosialisasi yang lebih masif dari pemerintah kepada wajib pajak dan perusahaan. Selain itu, perlu juga adanya upaya untuk memudahkan wajib pajak dalam menghitung dan membayar pajak atas natura dan kenikmatan yang diterima. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta kepatuhan perpajakan yang lebih baik dan meningkatkan penerimaan pajak negara.
Mahasiswi Program Studi Akuntansi Perpajakan D4 Universitas Pamulang.
Suryatinna
Anjelita Dhia Rafifah
Kristiani Dawolo
Mahwiyah S.E., M.M dosen Program Studi Akuntansi Perpajakan D4 Universitas Pamulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H