Mohon tunggu...
suryansyah
suryansyah Mohon Tunggu... Editor - wartawan

berbuat baik belum tentu benar

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Review Total Sepak Bola

10 Januari 2023   18:51 Diperbarui: 10 Januari 2023   18:58 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA) via kompas.com

Sepak bola harus dinikmati. Jauhkan hati dari rasa benci. Saya yakin sepak bola bisa menyatukan segala perbedaan. Tapi jika jauh dari prestasi, rasanya harus ada yang dibenahi.

Saya tak ingin mencaci. Saya juga tak mau mencari 'kambing hitam' kegagalan. Fachruddin Aryanto dan kawan-kawan sudah pol-polan. Berjibaku di lapangan. Keringat bercucuran. Meski berakhir dengan kekalahan.

Ini kali keempat Indonesia tersingkir di semifinal Piala AFF, setelah 1996, 1998, dan 2008. Asa untuk juara pertama kali pun pupus.

Sementara, Vietnam akan melakoni final ketiga mereka di turnamen antarnegara Asia Tenggara ini. Dua di antaranya dikonversi dengan juara, yakni 2008 dan 2018.

Stadion My Dinh, Senin (9/1/2023) seakan jadi 'Neraka' bagi Tim Merah Putih. Kekecewaan mendalam tak terelakan. Kota Hanoi yang dingin tinggalkan impian panjang.  Padahal timnas Indonesia cukup bermain seri. Berapa pun jumlah gol yang terjadi. Tiket ke final Piala AFF 2022 bakal diraih. Tapi, satu langkah emas itu terlewati.

Tapi, kutukan Hanoi belum bisa dihindari. Kekalahan 0-2 dari Vietnam menghentikan urat nadi. Tak jauh beda dengan tahun lalu. Pada babak kualifikasi Piala Dunia. timnas Indonesia kandas dibius empat gol tanpa balas. Juga di Stadion My Dinh, Hanoi.

Kegagalan Garuda sudah tercium di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Pada leg 1 semifinal. Timnas Indonesia cuma mampu main imbang tanpa gol.  Hasil seri berarti kekalahan. Gagal mendulang kemenangan di kandang, sebuah kerugian. Jika tak ingin dibilang kekalahan. Harga mahal yang sulit dibayar saat tandang.

"Timnas akan habis di kandang Vietnam," komentar Yusuf Ibrahim di Wags IISIP 89 usai leg pertama di SUGBK, Jumat (6/1).

Saya yakin Yusuf tidak bermaksud mengecilkan skuat STY. Hati kecil tentu berdoa agar timnya menuai hasil maksimal. Tapi, fakta Vietnam sangat tangguh di kandang, tak dipungkiri.

Gol cepat Nguyen Van Linh di menit ketiga, perlahan runtuhkan mental timnas Indonesia. Kejadian yang sama terulang pada babak kedua. Baru berjalan dua menit kiper Nadeo Argawinata kembali memungut bola di jala gawang.

Nguyaen Van Linh aktor antagonis. Tandukannya merobek gawang Nadeo untuk kedua kalinya. Skor 2-0 menuntun Vietnam ke final. Menunggu pemenang Thailand vs Malaysia.

Tentu ini pukulan telak bagi Indonesia. Suka atau tidak, kita harus menerima kenyataan pahit ini.

Di sisi lain, Park Hang-seo terus mencatatkan rekor kala bersua Shin Tae-yong. Park mendominasi sementara STY jauh dari kemenangan. Hingga saat ini gawang Vietnam belum kebobolan. Hal itu tak lepas dari pertahanan yang solid.

Kontan hastag #STYOUT menghiasi twitter. Bahkan sempat trending. Pelatih asal Korsel itu memang belum menuai hasil. Sejak disunting Indonesia pada 28 Desember 2019.

Target medali emas SEA Gmaes 2021 gagal terpenuhi. Indonesia terhenti di semifinal. Kalah dari Thailand.

Haruskah STY dipecat? Atau mengundurkan diri? Saya tak ingin menghakimi. Dibutuhkan jiwa ksatria STY. Menang-kalah hanya sebuah esensi. Tapi kita tidak perlu lebay berekasi atas kegagalan ini. Bagaimanapun timnas tetap di hati.

Tim sekaliber Brasil, Jerman, Spanyol juga pernah tereleminasi. Tidak apple to apple memang. Bukan bermaksud membandingkan. Lalu jangan pula melupakan kekalahan begitu saja.

Mari kita lihat data. Total rekor manjerial STY: 138 menang, 74 seri dan 97 kalah. Dari 309 pertandingan memimpin timnas Indonesia hanya 44,66 persen kemenangan.

Rekor ini jauh ketika dia meracik timnas Korsel. Selama periode Februari-Desember 2016. STY menoreh 18 menang, 9 seri dan 3 kalah bersama Tim Negeri Ginseng.

Saya hanya ingin bilang, STY out belum tentu solusi. Pelatih sekaliber Jose Mourinho atau Pep Guardiola pun menurut saya tak berdaya membidani Pratama Arhan dan kawan-kawan.

Pelatih memang faktor berpengaruh. Tapi, tidak seutuhnya. Pelatih hanya satu mata rantai saja. Maka setelah siklus ini akan berpindah pada federasi.

Berbicara PSSI, tentu tak ada matinya. Prestasi yang menonjol adalah hal-hal buruk. Tentu kita tahu orang-orang di balik PSSI itu seperti apa. PSSI bukan ladang mencari nafkah. Tapi, dibutuhkan orang-orang yang total bekerja. Demi Merah Putih.

Mohon maaf. Jika timnas sukses, mereka berlomba cari muka. Mengakukan kesuksesan. Sebaliknya, mereka menghilang jika timnas melempem. Pengurus PSSI seakan tidak peduli. Mereka menjauh dari media.

Wajar sepak bola kita 'gini-gini' saja. Selama tak ada perubahan paling mendasar. Presiden Joko Widodo sudah memperingatkan: olahraga kita perlu direview total. Bukan lagi evaluasi. Termasuk sepak bola. Olahraga paling favorit. Tapi acap bikin hati rakyat menjerit.

Review total segala aspek. Mulai dari SDM pemain, manajerial, konsep pembinaan, kompetisi, infrastruktur, maupun kualitas pelatih.

Pondasi sepak bola kita belum kokoh. Bagaimana bermain yang baik dan benar. Sepak bola bukan permainan individu. Tapi kolektivitas tim. Saya tak melihat utuh dalam permainan timnas.

Mari kita jujur mengakui sepak bola Vietnam lebih baik. Padahal kita lebih dulu mengenal permainan 11 lawan 11. Mereka sempat belajar dari kompetisi kita. Kini, giliran kita harus belajar dari mereka.

Melihat laga semalam,  tampak jelas Timnas kita kalah kelas. Dari semua aspek. Penguasaan bola (53-47), shot on target (14-9), operan (379-350), dan pelanggaran (12-17).  

Tidak perlu malu mengakui kelemahan dari pada kita nyinyir dengan hasil akhir. Kita harus belajar dari kekalahan. Pepatah mengatakan, pengalaman adalah guru terbaik. Saatnya review total sepak bola kita. *

Salam Olahraga

Suryansyah
Sekjen Siwo PWI Pusat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun