Mohon tunggu...
Retno Suryani
Retno Suryani Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis untuk mengikat kenangan

Konsultan Lingkungan, Senang bertemu masyarakat dan anak-anak, Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Laki-Laki yang Mencintai Pagi

30 Desember 2024   01:04 Diperbarui: 30 Desember 2024   01:04 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

        Aruna perempuan yang bahagianya sangat sederhana. Aruna bahagia setiap makan es krim bluberry cheese kesukaannya. Aruna bahagia saat memperoleh boneka. Aruna bahagia saat malam diajak melihat lampu temaram kota. Aruna bahagia menatap langit yang indah saat pagi, malam, ataupun senja. Dan untuk Angkasa, kebahagiaan Aruna selalu diupayakan sekuat tenaga.

       Aruna bagi banyak orang sering dianggap sebagai perempuan kuat yang penuh mimpi. Sebagai pekerja sosial, otaknya tak henti bekerja mencipta manfaat baru. Sebagai penulis, diksi yang dipakai selalu bernyawa. Aruna juga perempuan keras kepala. Angkasa tak pernah menang adu argument dengannya. Namun sungguh, Aruna adalah perempuan yang selalu rela melipat mimpinya, menaruh bahagianya nomor dua, asal orang-orang yang disayanginya bahagia. Aruna yang suka bertanya kenapa kenapa itu telah membuat Angkasa jatuh hati. Ya, mencintai dengan hebatnya. Laki-laki dingin yang selalu memasang dinding hati tinggi-tinggi itu sempurna luruh bagai daun kering yang tertiup angin

       Baskara benar. Angkasa terlalu mencintai Aruna. Perempuan itu tidak sekuat yang difikirkan oleh orang-orang. Sama sekali tidak. Tangki cinta nya sedari belia tak pernah penuh terisi. Terbiasa dibentak tanpa daya. Terbiasa dipaksa selalu jadi yang terbaik. Gagal dimarahi, berhasil tanpa apresiasi. Terbiasa dipaksa menyembunyikan segala rasa sakitnya. Dan Angkasa berhasil memeluk perempuan yang penuh trauma itu dengan cinta yang amat luar biasa. Angkasa menerimanya tanpa satupun kata tapi. Selalu memperbolehkannya jadi apapun. Boleh tidak terbaik. Boleh gagal. Boleh merajuk, merengek, menangis, bahkan marah. Angkasa mencintainya  dalam berbagai bentuk sederhana. Lewat telinga yang mendengar, lewat tutur kata yang selalu lembut, lewat tulisan-tulisan yang menghangatkan hati, lewat hadiah-hadiah kecil, lewat tatapan teduh, lewat usapan kepala juga dekapan yang menenangkan.

       Namun begitulah cinta. Adakalanya ia tumbuh di tempat yang ganjil, di ruang yang tak tergapai. Perasaan Angkasa dan Aruna sama besarnya. Sayangnya, di dunia ini memang adakalanya perasaan yang bahkan sama besarnya tetap tak dapat sama-sama. Angkasa mengerti bahwa kebersamaan dengan Aruna hanyalah upaya menunda perpisahan yang akan lebih menyakitkan. Angkasa pergi dan memutus seluruh jalur komunikasi. Aruna limbung bagai anak ayam yang kehilangan induknya. Aruna hampir gila. Didampingi Baskara, Aruna melewati setiap tahap kehilangan dengan tidak ringan. Lima tahun. Tidak sebentar. Berusaha baik-baik saja dengan melakukan berbagai kegiatan baru. Jalan kaki setiap pagi, memasak, hingga mewarnai.

       Angkasa tak pernah benar-benar pergi. Selalu melihat Aruna dari jauh. Mengerti perempuan itu menangis setiap malam dan pergi bekerja setiap pagi dengan kedua mata sembab. Tulisannya lama menghilang. Fisiknya drop, berkali harus bertemu dokter. Dan perasaan Angkasa sama kacaunya. Setiap hari Angkasa berusaha keras membunuh rindu, bertengkar dengan jutaan cemas juga khawatir. Angkasa selalu menatap langit pagi penuh doa, merayu Sang Pencipta, berharap perempuan itu bahagia. *

       "Bas, aku tak pernah berniat untuk kembali. Untuk apa? Sampai kapanpun kami tak bisa bersama. Namun, tangan Tuhan membuat kami beberapa kali bertemu kembali akhir-akhir ini. Pertemuan yang tak disengaja. Melihatnya dari dekat, mendengarnya kembali bicara, aku menjadi tahu perasaannya untukku tidak sebesar dulu lagi. Hal ini menelikung perasaanku sendiri Bas. Iya, aku yang selama ini selalu berdoa dia akan berdamai, selalu meminta dia bahagia, ah tapi ternyata rasanya sesak sekali. Aku ternyata tidak rela dia baik-baik saja tanpa diriku Bas."

       "Bas, ketika kami kembali bertemu, percakapan itu tidak lagi milikku. Hampir tidak ada aku lagi dalam cerita-ceritanya. Bertahun-tahun aku mengenal Aruna, pertama kalinya aku melihat mata Aruna berbinar membaca pesan orang lain selain diriku. Untuk kali pertama juga, Aruna bisa bercerita banyak hal dan menangis di hadapan laki-laki lain selain diriku. Mimpi-mimpinya, rencana tulisan-tulisannya, tidak lagi dibagi kepadaku. Aruna selalu antusias bila membahas tentangnya. Laki-laki yang kata Aruna selalu baik hati. Laki-laki yang kata Aruna selalu bisa meredam cemasnya. Laki-laki yang oleh Aruna dipanggil laki-laki berhati malaikat."

        "Bas, aku tak pernah berniat kembali. Namun, semua ini menelikung perasaanku sendiri. Aku hampir gila Bas. Setiap malam tidak bisa tidur. Setiap saat bertarung cemas. Setiap pagi menahan air mata. Aku tidak rela. Aku ingin kembali meski tidak lama. Sebelum esok lusa aku harus pergi semakin jauh dan semakin sulit untuk menjumpai Aruna."

        "Kembali untuk kemudian meninggalkan lagi? Mengusik hatinya yang baru saja mulai damai? Memarahinya hanya karena perasaannya tidak sama lagi? Seminggu ini, Aruna sudah tiga kali keluar masuk rumah sakit karena perasaanya yang kembali tidak stabil. Bukankah Angkasa yang selalu kudengar selalu ingin Arunanya bahagia, selalu tak mau Arunanya kenapa-kenapa? Perasaan Aruna tak pernah benar-benar hilang. Ia hanya menyimpan dalam ruang yang lain, memeluk semua rasa sesaknya, demi kedamaian hatinya."

         Angkasa mengusap wajah dengan kedua telapak tangannya. Percakapannya dengan Baskara kembali memenuhi ingatan. Ia pun menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Mencari tenang.

        Sekarang wajah Aruna membayang di ingatan Angkasa. Perempuan dengan kedua mata yang khas itu. Selalu mudah menangis bila tentang Angkasa. Seminggu ini perasaannya kembali tidak baik-baik saja. Begitu juga tubuhnya. Persis seperti yang Baskara katakan, seminggu ini perempuan itu keluar masuk rumah sakit. Tadi siang Angkasa melihatnya dari jauh. Tak tega. Kedua matanya seperti biasa. Sembab karena air mata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun