Mohon tunggu...
surya hidayatullah
surya hidayatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Futsal

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Meningkatnya Jumlah Pengemis di Kabupaten Jember

4 September 2024   09:05 Diperbarui: 4 September 2024   09:08 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jumlah pengemis dan gelandangan yang cukup besar di Kabupaten Jember, salah satu kabupaten terbesar di Jawa Timur setelah Surabaya dan Malang, masih ada di jalan-jalan pusat kota, terutama di pasar dan pusat perbelanjaan, di mana mereka dapat dengan mudah mendapatkan uang atau mencari nafkah. Selama bertahun-tahun, pemerintah Kabupaten Jember, melalui Dinas Sosial dan lembaga terkait, telah mengembangkan berbagai program untuk membantu orang gelandangan dan pengemis. Namun, sejauh ini belum ditemukan model yang lebih cocok, sehingga tidak ada tanda-tanda bahwa masalah ini akan segera diselesaikan. Kabupaten Jember juga memiliki tingkat kemiskinan yang tinggi dan kepadatan penduduk yang tinggi. Ini pasti akan menyebabkan lebih banyak orang lagi untuk menjadi pengemis dan gelandangan.

Pengemis adalah masalah sosial yang sering terjadi di masyarakat. Hal ini adalah gejala sosial yang terjadi di daerah perkotaan. Kabupaten Jember memiliki populasi yang cukup besar tetapi memiliki sumber daya manusia yang kurang. Selain itu, penduduknya tersebar tidak merata di seluruh daerah. Seperti halnya masalah kemiskinan di Kabupaten Jember, sebagian orang di kota menjadi pengemis. karena untuk menyelamatkan nyawanya dan keluarganya. Hal ini disebabkan oleh status sosial ekonomi mereka yang rendah, yang berarti mereka pada akhirnya harus bekerja sebagai pengemis hanya untuk mencari uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dengan mempertimbangkan tingkat pendapatan pengemis di Kabupaten Jember, pendapatannya Mayoritas pengemis di Kabupaten Jember tidak memiliki sumber pendapatan tambahan selain mengemis, jadi mereka tidak bisa meningkatkan status ekonomi mereka. Faktor internal termasuk kemiskinan individu atau keluarga, lanjut usia (lansia), cacat fisik, malas, dan pasrah pada keadaan. Mengemis bukan pekerjaan yang hina, dan itu dianggap sebagai bagian dari pekerjaan. Faktor luar seperti keadaan keluarga dan masyarakat sekitar, kesulitan mencari pekerjaan, pendidikan yang rendah, kurangnya keterampilan, ijin orang tua, kondisi kota yang permisif, dan kurangnya penanganan gepeng. Alasan-alasan ini berfungsi sebagai pembelaan diri atau alasan untuk menjalankan pekerjaannya sebagai pengemis. Namun, faktor yang paling penting dalam keputusan seseorang untuk mengemis atau tidak mengemis adalah prinsip-prinsip yang mereka anut.

Dua faktor dapat menyebabkan pengemis dan gelandangan ini: 

1. komponen internal. Faktor ini berasal dari situasi yang mendorong individu untuk mengemis dan menggelandang. Faktor internal ini termasuk keluarga, kemiskinan, cacat fisik, kurangnya keterampilan, kurangnya pendidikan, dan sikap mental. 

2. Faktor luar: lingkungan, lokasi, dan kurangnya perawatan masalah gelandangan dan pengemis. Faktor internal dan eksternal ini diketahui menjadi penyebab mereka menjadi pengemis dan gelandangan, menurut hasil pengamatan sementara (dalam Syani, 2013:46). Darwis (dalam Wijaya, 2014:5657) mengatakan bahwa karena tidak tahan lagi hidup di desa, seseorang menjadi gelandangan di ibu kota (dalam Wijaya, 2014:5657). Ada banyak alasan untuk hal ini, seperti tanah yang dijual atau perlakuan buruk dari keluarga (2005). Dia lebih rinci membagi alasan ini menjadi beberapa faktor.

Adanya pengemis dan gelandangan dapat berdampak pada lingkungan yang kotor. Mayoritas orang gelandangan tidur atau tinggal di teras toko, di bawah jembatan, atau bahkan di bawah pohon yang terbungkus kardus atau koran bekas. Mereka sering meninggalkan alas tempat tidur mereka di tempat lain, menyebabkan masalah kebersihan. Selain itu, masyarakat merasa tidak nyaman dengan adanya pengemis dan gelandangan ini. Contohnya saja ketika mereka beroperasi di teras toko atau jembatan penyebrangan, yang memungkinkan banyak orang melewatinya, sehingga sangat mengganggu pengguna jalan (dalam Syani, 2013:46).

Selain itu, ada banyak orang yang percaya bahwa adanya pengemis dan gelandangan sangat mengganggu masyarakat sekitar. Mereka dapat menyebabkan masalah kejahatan. Dari masalah-masalah inilah yang masyarakat umum tidak mengantisipasi. Sebagai contoh, ketika anak-anak mengemis di lampu merah, mereka seringkali memaksa untuk meminta; jika pengendara tidak memberikan, anak-anak tersebut kemudian menggores bodi mobil dengan paku atau benda tajam lainnya. Pengendara mobil kadang-kadang tidak menyadari hal ini, tetapi ketika mereka turun dari mobil, mereka mengetahuinya.

Dalam upaya pengentasan gepeng, Dinas Sosial Kabupaten Jember melakukan berbagai inisiatif penanganan, seperti yang tercantum di bawah ini (dalam Maulana, 2013:46-47):


a. Penyuluhan sosial di lokasi gepeng

b. Meningkatkan kekuatan keluarga, memenuhi kebutuhan dasar mereka, mendapatkan layanan kesehatan dan pendidikan, mendapatkan lapangan kerja, dan memperoleh pendapatan untuk keluarga mereka.

c. Menciptakan pos pelayanan gepeng untuk membantu gepeng mendapatkan konsultasi, pendataan, penjaringan, dan rujukan untuk melanjutkan proses rehabilitasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun