Meski zaman berganti, telah terpotret dalam lembaran sejarah, Â mahasiswa sebelum reformasi adalah kaum terpelajar Indonesia yang sangat dekat dengan akar rumput masyarakat Indonesia.
Mereka disamping mengikut rutinitas perkuliahan, pun juga aktif dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berorientasi pada rakyat.
Lantang mengkritisi dengan ilmiah bahkan tidak pernah absen turun ke jalan ketika semua corong aspirasi telah ditutup. Bagi mereka, kuliah dipendidikan tinggi bukan untuk "menghamba pada kekuasaan" melainkan untuk mengawal kekuasaan.
Namun, lambat laun kini daya kritis mahasiswa terhadap kekuasaan perlahan mulai pudar pasca bergulirnya reformasi. Jangankan dalam konteks kekuasaan negara, lingkungan sekitarnya pun mereka tidak peduli. Padahal ada begitu banyak persoalan yang harus diperdebatkan.
Celakannya lagi, pasca reformasi gerakan mahasiswa seakan tidak terasa lagi bahkan dapat dikatakan mahasiswa telah mati suri dan sibuk berselingkuh dengan penguasa.
Tidak sedikit mahasiswa sekarang terkesan apatis, hedon, pragmatis. Bahkan lebih suka berhura-hura di bar, cafe,warung kopi dan lain sebagainya. "Dulu maju tak gendar membela yang benar, sekarang maju tak gentar membela yang bayar".
Teriakan "Hidup Mahasiswa" yang bersahut-sahutan itu cukup mampu menggetarkan saraf-saraf di tubuh penguasa. Rasanya nyaris hilang. Mirisnya lagi mahasiswa sibuk menjilat untuk mendapatkan manisnya harapan.
Gerakan yang di lakukan oleh mahasiswa saat ini hanya untuk meningkatkan eksistensi kelompoknya saja hingga lupa essensi gerakannya. Seharusnya dengan latar belakang pendidikan tinggi mahasiswa mampu bergerak sesuai dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya.
Sehingga gerakan-gerakan yang dilakukan dapat dirasakan oleh masyarakat secara nyata. Dulu nama besar kampus disebabkan oleh karena kehebatan Mahasiswanya, sekarang mahasiswa ingin hebat karena nama besar kampusnya.
Kalimat tersebut adalah sebuah tamparan keras bagi mahasiswa pergerakkan di era kekinian, kesakralan cap agent of change, agent of social control kali ini hanya sebagai pohon yang tak berbuah dan dengan semakin masifnya era perkembangan komunikasi, maka semakin menggebu pula gairah eksistensi tanpa ada ruang refleksi diri.
Wassalam.... Mahasiswa Gantung Megaphone Sebelum Bertanding..