Mohon tunggu...
Suryadi Maswatu
Suryadi Maswatu Mohon Tunggu... Jurnalis - Kita sama, kita satu, kita indonesia

Kemiskinan Sejati bukanlah semalam tanpa makan, Melainkan sehari tanpa berpikir.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Matinya Gerakan Aktivis: Kami Rindu Teriakan "Hidup Mahasiswa"

5 September 2022   09:22 Diperbarui: 5 September 2022   09:38 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh : SURYADI Mas (Wakil Sekretaris Umum HMI Cabang Makassar).

MAKASSAR - Gerakan mahasiswa kian hari kian meredup, Mahasiswa masih terjebak revolusi romantisme. Padahal yang di butuhkan oleh masyarakat saat ini adalah Mahasiswa yang peka dengan kondisi bangsa.

Eksistensi mahasiswa yang hanya bersifat euforia telah meruntuhkan nilai-nilai sakral identitasnya. Sejujurnya "Masyarakat jelata rindu teriakan Hidup Mahasiswa" agar dikumadangkan di persimpangan jalan.

Publik bertanya, mana suara hati Mahasiswa? Setelah Pemerintah menaikkan Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Sabtu (3/9/2022). Tugas mahasiswa adalah menerima kondisi seperti apa adanya, atau terimalah tanggung jawab untuk merubahnya.

Ketika mahasiswa masih mampu berteriak di tengah-tengah "Despotisme" kekuasaan sekarang. Bahwa setiap kata adalah maujud dari perlawanan terhadap fenomena ketertindasan, sehingga pilihanya adalah berteriak di batas-batas kekuasaan yang "Diktator".

Langit memang kian terlihat mendung, badai semakin kencang merundung, basa-basi rasanya tidak diperlukan lagi. Krisis sudah jelas terpampang hari-hari ini.

Mungkin saja kita (mahasiwa) memang akan kalah, tapi mahasiswa bukan pecundang meninggalkan gelanggang dan pasrah pada keadaan, sehingga gantung Megaphone sebelum pertandingan di persimpangan jalan untuk demonstrasi.

Aktivis pemberontak jalanan, tak boleh berhenti dan menunduk dalam-dalam sebelum peluit panjang. Mahasiswa tidak relah melempar handuk ke lantai, karena kita belum sudi mengalah berteriak.

Mahasiswa boleh pesimis bahwa kekuasaan yang degil sulit untuk dikalahkan, dengan dalul bisa mengendalikan kehidupan hingga kematian. Bahkan rakyat bisa bungkam karena tebaran ketakutan, dibuat bisu oleh rentetan ancaman.

Kita semua tau bahwa pendapat di muka umum, apa pun bentuknya, merupakan salah satu hak asasi menusia yang dijamin konstitusi.

Semua upaya membungkamkan aspirasi rakyat yang disuarakan oleh mahasiswa harus dihentikan sehingga tidak memunculkan kesan represif.

Meski zaman berganti, telah terpotret dalam lembaran sejarah,  mahasiswa sebelum reformasi adalah kaum terpelajar Indonesia yang sangat dekat dengan akar rumput masyarakat Indonesia.

Mereka disamping mengikut rutinitas perkuliahan, pun juga aktif dalam mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak berorientasi pada rakyat.

Lantang mengkritisi dengan ilmiah bahkan tidak pernah absen turun ke jalan ketika semua corong aspirasi telah ditutup. Bagi mereka, kuliah dipendidikan tinggi bukan untuk "menghamba pada kekuasaan" melainkan untuk mengawal kekuasaan.

Namun, lambat laun kini daya kritis mahasiswa terhadap kekuasaan perlahan mulai pudar pasca bergulirnya reformasi. Jangankan dalam konteks kekuasaan negara, lingkungan sekitarnya pun mereka tidak peduli. Padahal ada begitu banyak persoalan yang harus diperdebatkan.

Celakannya lagi, pasca reformasi gerakan mahasiswa seakan tidak terasa lagi bahkan dapat dikatakan mahasiswa telah mati suri dan sibuk berselingkuh dengan penguasa.

Tidak sedikit mahasiswa sekarang terkesan apatis, hedon, pragmatis. Bahkan lebih suka berhura-hura di bar, cafe,warung kopi dan lain sebagainya. "Dulu maju tak gendar membela yang benar, sekarang maju tak gentar membela yang bayar".

Teriakan "Hidup Mahasiswa" yang bersahut-sahutan itu cukup mampu menggetarkan saraf-saraf di tubuh penguasa. Rasanya nyaris hilang. Mirisnya lagi mahasiswa sibuk menjilat untuk mendapatkan manisnya harapan.

Gerakan yang di lakukan oleh mahasiswa saat ini hanya untuk meningkatkan eksistensi kelompoknya saja hingga lupa essensi gerakannya. Seharusnya dengan latar belakang pendidikan tinggi mahasiswa mampu bergerak sesuai dengan ilmu-ilmu yang dimilikinya.

Sehingga gerakan-gerakan yang dilakukan dapat dirasakan oleh masyarakat secara nyata. Dulu nama besar kampus disebabkan oleh karena kehebatan Mahasiswanya, sekarang mahasiswa ingin hebat karena nama besar kampusnya.

Kalimat tersebut adalah sebuah tamparan keras bagi mahasiswa pergerakkan di era kekinian, kesakralan cap agent of change, agent of social control kali ini hanya sebagai pohon yang tak berbuah dan dengan semakin masifnya era perkembangan komunikasi, maka semakin menggebu pula gairah eksistensi tanpa ada ruang refleksi diri.

Wassalam.... Mahasiswa Gantung Megaphone Sebelum Bertanding..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun