Maka wajar jika pers menjadi pengkritik keras segala isu. Namun, perkembangan pers menunjukkan mudahnya kritisme berubah menjadi pemberitaan negatif, bahkan sensasional. Akibatnya, adagium terkenal dari industri pers ialah bad news is good news atau bad news sells.
Meski tugas berat sebagai jurnalis untuk menerima tantangan di lapangan karena berbagai problem dihadapi. Yakinlah ketika sensor berkuasa, ketika kekuasaan menindas akal sehat, maka jurnalisme harus melawan.
Â
Karena tugasnya Jurnalis yang sangat mulia membuat para pembacanya bisa menjadi saksi sejarah, karya fiksi memberi kesempatan kepada pembacanya untuk menghidupkannya.
Saya teringat pada catatan pendek Gilbert Keith Chesterton seorang Penulis dari Inggris (1874-1936) pernah mengungkapkan bahwa tugas wartawan menjalankan peliputan serta menulis itu berat karena mengungkap  hal fiksi menjadi fakta.
"Jurnalis itu populer, tetapi populer terutama sebagai fiksi. Hidup adalah satu dunia, dan kehidupan yang terlihat di koran adalah dunia lain," katanya.
Sedangkan, Alvin Toffler seorang Penulis dan Futurolog Amerika dikutip tulisan pendeknya mengatakan buta aksara itu bukan milik mereka yang tak bisa membaca dan menulis, melainkan bagi mereka yang tidak ingin belajar.
"Buta huruf tentang masa depan bukan bagi mereka yang tidak bisa membaca atau menulis. Tapi mereka yang tidak bisa belajar, meninggalkan belajar, dan mengulangnya," femikian kutipan ucapan Alvin Toffler dalam catatan pendek.
Meski sekarang banyak peresepsi soal jurnalis terkait pemberitaan. Namun, jangan pernah merasa turun pamor atau naik gengsi dengan menjadi seorang wartawan, untuk terus menjalankan profesi tersebut.
Menjadi seorang wartawan bukanlah hal yang mudah karena dibutuhkan passion yang hebat dalam hal kesungguhan menggali informasi. Ketika seorang jurnalis sudah turun lapangan maka di situlah dia berjuang dengan segenap upaya untuk mendapatkan informasi yang berharga di tengah masyarakat.
Bertepan hari Pers 9 Februari 2022. Sejak kelahirannya, eksistensi pers selalu diuji. Ini bukan hanya soal keberlanjutannya, melainkan juga soal perannya. Peran kontrol sosial membawa konsekuensi soal independensi. Pers tidak boleh berpihak, kecuali pada kebenaran. Maka wajar jika pers menjadi pengkritik keras segala isu.
Eksistensi jurnalis belakangan ini mendongkrak kemajuan. Goresan tulisan dan peryanyaan menggelitik dirasakan seperti tembakan peluru.
Misalnya, pengakuan Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko mengaku bahwa dirinya lebih takut jika ditodong pertanyaan oleh wartawan ketimbang ditodong senjata api.