Bukannya mencari jalan keluar dari jerat krisis, banyak pejabat malah memakai anggaran dengan bengis. Merampok hak mereka yang nestapa, mengutil jatah makan yang sengsara, menyantap bangkai serupa pesta.
Saat penegak hukum enggan mengadili dengan tuntas, bukti korupsi sudah diterima sebagai hal waras. Standar moral terasa semakin raib entah ke mana, sekadar ambang minimal etika pun sukar dijaga.
Segala kepatutan kini menjelma debu, entah di mana letak nalar wajar itu. Agar semakin nyaman menerabas marka tanpa rasa malu, yang dulu hitam dan putih disulap dulu jadi abu-abu.
Beginilah nasib bangsa yang dikoyak korupsi amat lama, kita hanya bisa mengutuk sambil menahan sesak di dada.
Saatnya giliran mahasiswa dan LSM bernyanyi melalui demonstrasi. Tentu
Nyanyian itu memang terasa sumbang bagi mereka yang disebut dalam lirik. Namun bagi publik, nyanyian itu akan terdengar sangat merdu jika KPK berani dan berhasil membuktikan kebenarannya
Teriakan-demi teriakan oleh mahasiswa dan Ormas untuk membumikan hari bersejarah ini. Tidak sedikit instansi Pemerintah memperingati serimoni saja. Tak kunjung pelaku koruptor "bertobat".
Aksi damai unjuk rasa di Kota Makassar berpusat di beberapa titik strategis di wilayah ibu Kota Sulawesi Selatan dan daerah lain seperti ibu kota Jakarta.
Saat ini memang para pelaku korupsi tak kunjung mati. Â Korupsi benar-benar telah menjadi penyakit di negeri ini. Aktor koruptor tetap saja mengganas dan meracuni segala aspek kehidupan, kendati Komisi Pemberantasan Korupsi gencar memberangusnya. Ibarat mati satu tumbuh seribu, para perampok uang rakyat silih berganti bermunculan.
Sudah banyak koruptor yang digelandang ke balik jeruji besi, tetapi itu tak lantas menyurutkan nyali calon-calon koruptor. Mereka tanpa malu, tanpa risih, juga tak merasa takut untuk berlomba-lomba berperilaku korup.
Walhasil, begitu bebas dari hukuman penjara yang lamanya hanya separuh dari masa hukuman, mereka masih bisa menikmati duit hasil korupsi.
Pangkal semua itu ialah sistem peradilan negeri ini ternyata masih berpihak kepada koruptor. Alih-alih memproduksi hukuman yang membuat koruptor kapok, peradilan justru mengganjar koruptor dengan hukuman ringan.