Mohon tunggu...
Suryadi
Suryadi Mohon Tunggu... -

Saya menulis dengan sikap rendah hati. Saya hanya berharap dari apa yang saya tulis, orang lain akan beroleh manfaat, walau mungkin hanya secuil. Dan saya berharap dari manfaat yang diperoleh orang lain dari tulisan saya itu, Tuhan Yang Maha Kuasa akan berkenan membalasnya dengan menunjukkan jalan kebenaran dalam hidup saya. (Personal page: http://www.universiteitleiden.nl/en/staffmembers/surya-suryadi).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Johanes Hermanus Manuhutu: Presiden Pertama ‘Republik Maluku Selatan’ (‘RMS’) yang Berkuasa Hanya 8 Hari Saja

2 Juli 2016   18:06 Diperbarui: 22 Juli 2016   04:58 1523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika Republik Indonesia baru berusia seumur jagung, muncullah berbagai persoalan politik dalam negeri. Persoalan-persoalan politik itu lebih disebabkan oleh perbedaan pendapat di kalangan kaum nasionalis dalam menyelesaikan urusan politik dengan Belanda. Secara umum dapat dikatakan, ketika itu muncul tiga kelompok: 1) kelompok yang ingin merdeka tapi tetap berada di bawah naungan Belanda; 2) kelompok yang ingin merdeka 100% dan berpisah dari Belanda; 3) kelompok yang merdeka tapi berada di bawah naungan Rusia (kelompok yang mendukung ide ini adalah orang-orang PKI).

Akibat perbedaan ideologi dan pertelingkahan pendapat itu, muncullah beberapa pergolakan di daerah. Salah satunya adalah apa yang disebut sebagai peristiwa ‘RMS’ (‘Republik Maluku Selatan’). Peristiwa ini lebih terkait dengan kelompok pertama: orang-orang KNIL yang banyak berasal dari Maluku Selatan tetap menginginkan Indonesia merdeka tapi berada di bawah naungan Belanda.

Artikel ini ingin mengajak pembaca menapaktilasi secara sekilas Peristiwa ‘RMS’. Kemerdekaan ‘RMS’ diproklamirkan oleh Johanes Hermanus Manuhutu di Ambon pada 25 April 1950 (lihat teksnya dalam ilustrasi berikut).

Foto 2: Teks proklamasi 'Republik Maluku Selatan'
Foto 2: Teks proklamasi 'Republik Maluku Selatan'
Manuhutu (lihat foto di atas) lahir di Saparua pada tanggal 9 April 1908. Ketika memproklamirkan kemerdekaan ‘RMS’, ia didampingi oleh Albert Wairizal (sering juga ditulis: ‘Wairisal’). Albert Wairizal lahir di Amet, Nusalaut, tgl. 23 Oktober 1909. Ia kemudian menjabat sebagai ‘Perdana Menteri’ ‘RMS’.

Manuhutu menjadi Presiden RMS sampai 3 Mei 1950. Jadi, ia hanya berkuasa selama 8 hari saja. Setelah itu, kursi kepresidenan ‘RMS’ segera diambil alih oleh Mr. Dr. Christiaan Robert Steven Soumokil, tokoh kunci yang melahirkan gerakan pemisahan wilayah Maluku Selatan dari Republik Indonesia. Belakangan terungkap bahwa Manuhutu hanya korban pemaksaan oleh Soumokil: ia dipaksa memproklamirkan kemerdekaan ‘RMS’ di bawah tekanan para anggota KNIL. Sesungguhnya, tokoh yang berperan penting dalam gerakan ‘RMS’ adalah Dr. Soumokil dan temannya, Ir. J.A. Manusama.

Antara tahun 1951-1953, tiga belas orang pemimpin ‘RMS’ menyerah atau ditangkap oleh TNI. Dua tokoh utamanya yang masih bebas, Mr. Dr. Soumokil dan Ir. J.A. Manusama, terus melakukan perlawanan. Manusama kemudian melarikan diri ke Belanda dan meneruskan perlawanan lewat jalur politik dan diplomasi di pengasingan. Dr. Soumokil, yang menjadi Presiden ‘RMS’ dari 3 Mei 1950 sampai 1966, berhasil ditangkap oleh TNI, kemudian dihukum mati pada 12 April 1966 di Pulau Obi, Kepulauan Seribu.

Pada tahun 1955, para pemimpin ‘RMS’ yang menyerah atau ditangkap TNI disidangkan di Pengadilan Militer di Yogyakarta. Sidang pengadilan itu dipimpin oleh Hakim Overste Tituler Salatun. Sidang pengadilan terhadap mereka berlangsung sejak 1 Maret hingga 8 Juni 1955. Foto-foto para pemimpin ‘RMS’ yang lain itu insya Allah akan kami turunkan dalam artikel yang lain.

Salah seorang terdakwa, Titulepta (atau Tetelepta), ‘Menteri PPK RMS’, meninggal dalam tahanan (lihat foto dengan caption bahasa Belanda di bawah). Menurut berita-berita dalam Mena Muria dan De Stem van Ambon, dua berkala yang menyuarakan cita-cita perjuangan ‘RMS’ di Belanda, Titulepta meninggal karena disiksa saat ditahan di Penjara Militer Yogyakarta. Akan tetapi dalam sidang pengadilan terbukti bahwa ia meninggal karena komplikasi penyakit “djantung, gindjal dan hooge bloeddruk” yang dideritanya. Titulepta sempat dirawat di rumah sakit tentara Yogyakarta sebelum meninggal (lihat: “Pemimpin2 Rep. Maluku Selatan Diperiksa.” [Bagian] IV, Pesat. Mingguan Politik Ekonomi & Budaja, Nomer Lebaran, 20-21, TAHUN XI, 20 MEI 1955: 20).

Seorang pengacara Belanda, Mr. Stoffels, didatangkan untuk membela para terdakwa. Hanya empat orang terdakwa yang bersedia dibela oleh Mr. Stoffers, yaitu D.J. Gaspers (‘Menteri Dalam Negeri RMS’), George Codlife Henry Apituley (‘Menteri Keuangan RMS’), Jacob Stevanus Hendrik Norimarna (‘Menteri Kemakmuran dan Perhubungan RMS’), dan Samson (‘Kepala Staf Tentara RMS’).

Seorang pembela lain yang bernama Taruhun disediakan oleh Pengadilan Militer untuk membela Albert Wairizal (‘Perdana Menteri RMS’), J. H. Manuhutu (‘Presiden RMS’), Johannes Benjamin Pattiradjawane (‘Menteri Keuangan RMS’), Ibrahim Ohorilla (‘Menteri Ekonomi RMS’ – satu-satunya menteri 'RMS' yang beragama Islam), dan Federik Hendrik Pieter (‘Menteri Lalu Lintas RMS’). “Pembela Taruhun adalah Ketua dari Panitia pembela Nama Baik Wairizal cs jg dibentuk di Djakarta dan selama sidang2 pengadilan memeriksa perkara RMS datang mengundjungi [mereka]” (lihat: “Pemimpin2 Rep. Maluku Selatan Diperiksa.” [Bagian] V-Habis, Pesat. Mingguan Politik Ekonomi & Budaja, No. 23, TAHUN XI, 8 DJUNI 1955: 9). Sidang Pengadilan Militer memutuskan: “Terdakwa Johannes Hermanus Manuhutu “Presiden RMS” [yang] menyerah [pada bulan] Djanuari 1952, dihukum 4 tahun [penjara], sedang permintaan [tuntutan] Djaksa 6 tahun” (Ibid.)

Foto 3: J. H. Manuhu dan kawan-kawan di Penjara Militer RI di Yogyakarta, 1955
Foto 3: J. H. Manuhu dan kawan-kawan di Penjara Militer RI di Yogyakarta, 1955
Dalam sidang Pengadilan Militer di Yogyakarta itu (lihat foto) terungkap bahwa sebenarnya Manuhutu dan Wairizal di-fait accompli oleh Dr. Soumokil dan Ir. Manusama dan para pendukungnya, khususnya tentara KNIL. Hal inilah yang antara lain meringankan hukuman terhadap Manuhutu dan Wairizal. Di dalam sidang pertama pada tanggal 1 Maret 1950 Manuhutu menjelaskan (sebagaimana dikutip oleh majalah Pesat. Mingguan Politik-Ekonomi & Budaja, No. 10, TAHUN XI, 9 MARET 1955: 7-8; kursif oleh Suryadi):

Pada tgl 23 April 1950 sekira djam 16,00 para terdakwa [12 orang yang disidangkan itu] dipanggil dalam suatu rapat jang telah diatur oleh Mr. Dr. Soumokil dan Ir. Manusama. Dalam rapat itu hadir orang2 militer jang berasal dari KNIL. Para terdakwa tidak mengetahui sama sekali akan atjara rapat itu.[...]

Ketika rapat dimulai, maka seorang sersan militer KNIL jang berbitjara atas nama seluruh militer KNIL, [yang] bernama Tanaka, minta kepada Manuhutu selaku kepala daerah Maluku Selatan dan Ketua Dewan Pemerintah Maluku Selatan supaja memproklamirkan kemerdekaan “RMS” sebelum matahari terbenam. Manuhutu dituduh [oleh Sersan Tanaka] telah mengundang TNI untuk datang ke Maluku Selatan. Tetapi tuduhan sersan ini disangkal [oleh Manuhutu]. Djuga Wairizal [Wairisal] selaku wakil Ketua Dewan Pemerintah Maluku Selatan menyangkal [tuduhan Sersan Tanaka itu]. Manuhutu menolak untuk memproklamirkan RMS.

Manuhutu kemudian minta supaja rapat ditunda dan disokong oleh Wairizal. Rapat djadi ditunda dan akan dilandjutkan tgl 24 [April] keesokan harinja pada sore hari.

Pada pagi hari [24 April] Manuhutu lalu mengadakan rapat dengan kepala2 djawatan maluku Selatan. Akan tetapi dalam rapat itu tidak diambil keputusan sesuatu mengenai desakan kaum militer terhadap anggota2 Dewan Pemerintah Maluku Selatan.

Pada sore harinja dihalaman kantor Kepala daerah, [demikian keterangan] Manuhutu, [telah] datang banjak orang2 terutama dari kalangan militer (KNIL). Keadaan sudah diatur demikian rupa dimana telah disiapkan lima kursi untuk mereka jang akan memproklamirkan [kemerdekaan Maluku Selatan]. Kursi jang tertinggi diperuntukkan [bagi] Manuhutu[,] sedang [yang] lainnja untuk terdakwa2 lain, diantaranja Wairizal dan Gaspers.

Setelah rapat dimulai, maka sersan Tanaka mengemukakan lagi supaja diproklamirkan “RMS”. Manuhutu menolak keras dan berkali2 menjatakan tidak mau. Tetapi orang2 diluar[,] terutama militer, berteriak2 sedemikian rupa sehingga mereka mendesak Manuhutu supaja mau mendjadi “Presiden". Malahan ada jang menjuruh supaja mereka turun dari kursinja djikalau tidak mau menuruti kemauan rapat.

Karena tekanan jang sangat [kuat] itu maka oleh Manuhutu disanggupkan [juga] karena ia tidak dapat berbuat lain, takut diancam kaum militer. Setelah Manuhutu menjatakan sanggup maka mereka [orang-orang militer KNIL] lalu bersorak2 dan mendjabat tangan orang2 jang duduk dikursi.

Soumokil dan Manusama dalam rapat itu berbitjara dan [juga] mendesak [Manuhutu] seperti jang dilakukan oleh kaum militer.

Tgl 25 [April] diserahkan teks proklamasi kpd Passuwariza (jg kemudian djadi Menteri Penerangan) supaja membikinnja. Dan pada hari itu djuga “RMS” diproklamirkan keseluruh dunia melalui tjorong2 radio di Ambon.

Foto 4: Salah satu sidang pengadilan terhadap J. H. Manuhutu
Foto 4: Salah satu sidang pengadilan terhadap J. H. Manuhutu
Sidang Pengadilan Militer di Yogyakarta itu mencatat pengakuan dan pembelaan Manuhutu dan Wairizal (Pesat. Mingguan Politik Ekonomi & Budaja, No. 23,TAHUN XI, 8 DJUNI 1955: 10) (kursif oleh Suryadi).

Manuhutu: Ia menitik beratkan bahwa ia berbuat [memproklamirkan kemerdekaan “RMS”] adalah terdorong karena takut dgn antjaman [tentara-tentara KNIL]. Dikatakan bahwa ia pernah akan dibunuh oleh KNIL.

Wairizal: Ia berbuat djuga karena terdorong ketakutan. Sebab alternatif (pilihan) waktu itu ialah menurut atau mengalami bentjana jang mengantjam djiwanja.

Dalam rangkaian sidang pengadilan terhadap Manuhutu dan kawan-kawannya terungkap pula bahwa Belanda berada di belakang gerakan pemisahan diri Maluku Selatan dari Republik Indonesia. Majalah Pesat. Mingguan Politik Ekonomi & Budaja, No. 11,TAHUN XI, 16 MARET 1955: 5) melaporkan (kursif oleh Suryadi):

Belanda dibelakang RMS

Menurut keterangan terdakwa [Federik Hendrik] Pieter, bahwa Belandalah merupakan pihak jang berdiri dibelakang RMS. Terdakwa menundjukkan sebagai bukti bahwa sebelum ada RMS telah datang kolonel Schotberg dengan pasukan2 baretnja ke Maluku. Dan ketika terdjadi penjerahan kedaulatan pada tgl 27 Desember 1949, dimana saat itu pasukan2 KNIL harus masuk APRIS, maka dilakukanlah penjerahan sendjata2 oleh Schotberg kepada pasukan2 KNIL jang ada di Maluku.

Menurut terdakwa ini sangat aneh, karena sebetulnja sendjata2 itu harus dibawa kenegeri Belanda tetapi mengapa ditinggalkan di Maluku? Djustru pada waktu itu terdjadi kegentingan politik disana antara jang pro-RIS dan jang anti RIS.

Kegentingan itu ialah menurut terdakwa dokter Pattiradjawane, ketika mendengar berita penjerahan kedaulatan, di Maluku Selatan terutama di Ambon berkibar bendera2 Merah Putih. Tetapi ada satu sosieteit Victoria jang tidak mau menurunkan bendera merah-putih-biru dan mengganti dengan bendera merah-putih. Terdakwa dokter Pattiradjawane lalu mengadakan statement jang akan disiarkan, akan tetapi djatuh ketangan Ir. Manusama. Dokter [Pattiradjawane] diperingatkan oleh Ir. Manusama supaja berhati2.

Ketegangan politik waktu itu memuntjak sehingga menurut terdakwa dokter [Pattiradjawane] ia minta supaja korvet Hang Tuah [kapal perang pertama milik Indonesia yang dibeli dari Australia; Suryadi] dan Radjawali jang waktu itu ada di Surabaja supaja dipindahkan ke Ambon guna mengatasi krisis politik di Ambon. Tetapi tidak berhasil.

Selandjutnja menurut terdakwa [...] Soumokil dan Manusama adalah perupakan rol2 penting dalam RMS, sedang rakjat Maluku dan serdadu2 suku Maluku mendjadi korban dan kedua belas terdakwa ini mendjadi korban terutama.

Saya berencana menyajikan laporan tentang hasil sidang pengadilan militer terhadap para pemimpin ‘Republik Maluku Selatan’ itu dalam kesempatan lain.

Demikianlah sekilas nukilan sejarah Republik tercinta ini di tahun 1950an. Semoga ada manfaatnya bagi pembaca, khususnya generasi muda.

Sumber ilustrasi: Foto 1: J.H. Manuhutu, Presiden R.M.S.: Pesat. Mingguan Politik-Ekonomi & Budaja, No. 11, TAHUN XI, 16 MARET 1955: 5); Foto 2: Teks Proklamasi 'Republik Maluku Selatan': J.A. Manusama et. al, “Keluaran Lustrum I: 5 Tahun Republik Maluku Selatan”, Mena Muria, No. 4 , Tah. V, 25 April 1955: sampul dalam; Foto 3: J.H. Manuhutu dan kawan-kawannya dalam tahanan di Yogyakarta: J.A. Manusama et. al, “Keluaran Lustrum I: 5 Tahun Republik Maluku Selatan”, Mena Muria, No. 4 , Tah. V, 25 April 1955: 2; Foto 4: J.H. Manuhutu sedang disidang dalam Sidang Pengadilan Militer di Yogyakarta: Pesat. Mingguan Politik-Ekonomi & Budaja, No. 10, TAHUN XI, 9 MARET 1955: 8.

Dr. Suryadi, MA.

Staf pengajar Department of South and Southeast Asian Studies

Institute for Area Studies, Universiteit Leiden, Belanda

(http://www.universiteitleiden.nl/en/staffmembers/surya-suryadi)

(https://niadilova.wordpress.com)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun