Â
Dampak yang pertama dari penambahan pajak adalah daya beli konsumen akan menurun. Sebelum ada pajak, para pebisnis online harus saling bertarung dalam memberikan harga yang paling ekonomis. Kini, selain memikirkan tentang persaingan harga, mereka harus juga menimbang berapakah pajak yang harus dibayarkan. Mau tidak mau, menaikkan harga menjadi hal yang paling realistis untuk dilakukan. Perputaran uang yang besar dari jual beli secara online memang merupakan ladang tersendiri bagi para penjual. Akan tetapi, pajak yang diberikan oleh pemerintah dianggap banyak pebisnis online hanya akan memberatkan mereka dalam melakukan penjualan. Dengan ditambahkan pajak, biaya yang harus dikeluarkan pasti akan bertambah dan di sisi lain, minat konsumen bisa menurun.
Â
Di sisi lain, dampak pajak bisnis online ditanggapi positif dengan penjual ritel offline. Sebab, penjual ritel offline meyakini dengan adanya pungutan wajib tersebut, daya beli masyarakat untuk membeli barang secara online akan menurun. Sebaliknya, para pebisnis yang memiliki toko fisik bisa kembali meraup untung. Memang, setiap kebijakan yang dibuat pasti akan meninggalkan sisi positif dan negatif, bukan?
Â
Â
Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210/PMK.010/2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik (E-commerce), yang terbit tanggal 31 Desember 2018.
Â
Dasar Hukum Pengenaan PPN atas Transaksi e-Commerce: Pengenaan PPN atas transaksi e-commerce atau pajak e-commerce tertera dalam UU PPN Pasal 1, Pasal 4 ayat (1) huruf c dan huruf e, pasal 11 ayat (1) dan (2), dan pasal 13.
Â