Layaknya suasana kenduri selamatan warga desa, saat disambut hangat rentetan jabat tangan warga. Warga mewakili siklus kehidupan, dari kakek nenek,ibu hamil, balita, remaja puteri, hingga calon pengantin antusias hadir memenuhi hajatan desa, yang dikenalkan sebagai rembuk stunting desa. Kemeriahan ala desa menyelimuti seantero ruang balai desa. Senyum sumringah, memancar dari wajah berseri warga desa seraya membalas salam Kepala Desa saat membuka resmi rembuk.
Pemerintah desa rutin menggelar Rembuk Stunting setiap tahunnya. Rembuk dikelola  sebagai satu bagian dari rangkaian musyawarah desa untuk penyusunan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Desa tahun depan, 2025.Â
Penulis selaku penggiat pendampingan desa seringkali berkesempatan hadir memenuhi undangan perhelatan desa tersebut. Urun rembuk stunting diharapkan melahirkan usulan program prioritas dalam rangka percepatan penurunan stunting desa. Dalam prakteknya, seringkali tidaklah mudah membangun kesepakatan antar pihak atau antar pemangku kepentingan desa. Tidak ada garansi, pertemuan menghasilkan titik temu. Salah salah bisa jadi ‘temuan’ pihak inspektorat.
Forum rembuk stunting seyogyanya tak sekedar menjadi arena pidato usulan program penting para pihak pemangku kepentingan. Tapi juga menelisik evaluasi capaian penurunan stunting tahun sebelumnya.Â
Menurut pandangan penulis, diperlukan harmonisasi untuk memadukan kesepakatan antar pelaku yang bermuara pada komitmen penganggaran program prioritas penurunan stunting desa.
Harmonisasi yang dimaksud yakni menyelaraskan kesepakatan para pihak yang berbasis pada target berkelanjutan, data terpadu, dan program prioritas. Â
Target Penurunan StuntingÂ
Hasil pantauan penulis pada puluhan kegiatan rembuk stunting desa, belum menemukan adanya pembahasan dan menyepakati  target penurunan angka stunting atau angka risiko stunting desa pada tahun 2025. Target ini penting untuk mengukur capaian intervensi kegiatan tahunan sesuai target nasional atau target daerah/kabupaten. Ada dua jenis intervensi, spesifik dan sensitif. Intervensi Spesifik ialah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab langsung terjadinya Stunting. Sedang Intervensi Sensitif ialah kegiatan yang dilaksanakan untuk mengatasi penyebab tidak langsung terjadinya stunting.
Secara Nasional, ada 9 target antara di tahun 2024 untuk kegiatan intervensi spesifik dan 11 target  untuk kegiatan intervensi sensitif. Misalnya untuk intervensi sensitif, dengan salah satu indikator yakni Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang mendapatkan tambahan asupan gizi berdasar target nasional sebesar 90% di tahun 2024 (sumber: Perpres 72/2021). Sedang untuk intervensi sensitif, salah satu indikator yaitu jumlah cakupan keluarga berisiko Stunting yang memperoleh pendampingan berdasar target nasional 90% di tahun 2024 (sumber: Perpres 72/2021).Â
Keterpaduan Data
Data kelompok sasaran penurunan resiko stunting dan stunting seringkali berbeda antar pihak. Data Puskesmas yang disajikan saat rembuk, tak jarang disanggah oleh Kader Posyandu atau Kader Pembangunan Manusia setempat. Data semrawut (disharmonis, KBBI) antara lain dipengaruhi faktor keterbatasan jumlah pendata dari unsur KPM dan Kader Posyandu. Juga faktor disiplin kehadiran kelompok sasaran di tempat layanan kesehatan sesuai jadwal ditentukan. Kelompok sasaran dimaksud ialah remaja putri, Calon pengantin, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.Â
Tentu saja perbedaan data volume kegiatan akan menyulitkan dalam membangun kesepakatan perencanaan anggaran. Penetapan anggaran tanpa basis data volume sasaran per dusun berbuntut kebijakan ‘bagi rata’ anggaran kegiatan per dusun. Akibatnya tidak semua sasaran resiko stunting akan tersentuh kegiatan intervensi penurunan stunting di desa.
Kesepakatan Program Prioritas  DesaÂ
Penulis kadang masih menemukan tidak adanya proses diskusi penentuan skala  prioritas di tengah berkelimpahan program usulan peserta rembuk desa. Faktor keterbatasan anggaran desa tentu tidak memungkinkan untuk pembiayaan semua usulan program kegiatan. Karena itu diperlukan pendekatan skala prioritas, dengan menyusun pemeringkatan kegiatan berdasar indikator sesuai rembuk diskusi warga desa. Pemanfaatan anggaran lebih berdayaguna jika difokuskan kepada kegiatan pilihan prioritas bersama dibanding sistem ‘bagi rata anggaran' untuk sekian banyak program.
Pada akhirnya, peningkatan kesadaran perilaku tak sekedar ditujukan kepada individu dan keluarga sasaran intervensi program di saat pelaksanaan program. Perubahan perilaku lebih elok bermula pada ruang rembuk stunting desa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H