Mohon tunggu...
surya hadi
surya hadi Mohon Tunggu... Administrasi - hula

Pengkhayal gila, suka fiksi dan bola, punya mimpi jadi wartawan olahraga. Pecinta Valencia, Dewi Lestari dan Avril Lavigne (semuanya bertepuk sebelah tangan) :D

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Dejavu

29 Juni 2018   11:52 Diperbarui: 29 Juni 2018   12:01 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana rasanya jika semua mimpimu bisa menjadi nyata ?? Benar benar terjadi, dan tidak hanya mentok sebagai ilusi saja atau sekedar khayalan belaka. 

 Ini sudah untuk kesekian kalinya Namia tak berani memejamkan matanya. Ia lebih memilih untuk membaca buku novel yang sudah berkali kali di bacanya dan sudah ia hafal hampir semua isinya, jalan ceritanya, hingga di halaman dan bab berapa ia bisa menemukan kata kata yang ia suka, di banding ia harus menutup matanya dan bertemu dengan alam bawah sadarnya.

Alam bawah sadarnya menjadi ketakutannya sendiri dalam beberapa bulan terakhir ketika ia sering mengalami dejavu hingga kadang ia menganggap dirinya seperti berkali kali jalan jalan dari masa depan ke masa lalu. Hal yang sejujurnya tak pernah diinginkannya walau mungkin tak sedikit orang yang menginginkan apa yag di alaminya. Ya, siapa juga yang tak mau untuk bisa melihat dan menerka dengan tepat apa yang akan terjadi beberapa saat ke depan.

Suara pembawa acara berita malam dari telebisi yang ada di ruang tengah di depan kamarnya terdengar dengan jelas. Sayup sayup terdengar suara dengkuran laki laki yang sepertinya tertidur dengan lelap di depan televisi yang masih menyala, entah menonton atau di tonton oleh televisi, bercampur dengan suara gonggongan anjing tetangganya yang beberapa hari terakhir terus mengonggong setiap malam entah kenapa.

Kring kring.. suara handphone nya yang masih berbentuk candybar berbunyi nyaring. Namia lalu melihat sebuah nama yang sangat di kenalnya yang tertera di layer handphonenya.

"Halo... "

"Hei, belum tidur ?? " ujar suara berat dan serak yang berada di ujung teleponnya. Suara orang yang beberapa minggu terakhir selalu menjadi tempatnya bercerita dan berkeluh kesah. Seorang yang saat ini dapat ia percaya.

"Belum mau tidur... "

"Kenapa.. ?? Takut.. ?? "

Namia diam, dia tak menjawab. Baginya takut tidur adalah hal yang sebenarnya cukup memalukan dan konyol, toh dia juga tak sedang mengejar rekor dunia untuk menjadi manusia dengan rekor tidak tidur paling lama dengan efek yang mungkin bisa membuat mata sipitnya menjadi sedikit lebih besar, karena yang di lakukannya saat ini hanyalah menghindari alam bawah sadarnya yang akan menampilkan potongan gambar yang akan dilihat dan dirasakannya kemudian dalam kenyataan.

"Hei.. kenapa ?? tanya suara berat di ujung teleponnya.

"Kamu tahu kan kenapa .. "

" Masih.. ?? "

"Iya, dan selalu hal yang sama.. "

"Kematian.. ??"

Namia tak menjawab, ia hanya mengangguk pelan sendirian di kamarnya sambil menelan air liurnya. Ia benci mendengarnya, tapi itulah kenyataannya. Andai ia bisa mengatur mimpi mimpinya, ia lebih memilih hal hal menyenangkan seperti jalan jalan atau mungkin melihat  hasil dari pertandingan sepak bola agar ia bisa bertaruh dan memenangkan semua taruhannya. Hanya saja...

Namia diam beberapa saat, dejavu itu kembali menghampirinya. Ia seolah pernah mengalami hal ini, dan ia tahu beberapa detik lagi Johan --seorang yang ada di ujung telepon sana- akan memanggil namanya berkali kali, memastikan bahwa Namia masih terhubung dengannya melalui telepon.

"Mia.. mia.. Namia.. Halo halo.. Halo.. Namia.."

Dan beberapa detik lagi..

BRAKKKKKK..... !!!

Suara hantaman keras terdengar oleh Namia dari balik telepon yang di genggamnya. Keras dan sangat keras, di barengi dengan suara teriakan Johan dan suara klakson yang sangat memekakkan telinga yang biasanya keluar dari mobil mobil besar seperti truck yang jumlah rodanya lebih dari empat.

Namia berteriak dalam heningnya, rasa takutnya membuatnya bungkam dan tak bisa bicara. Tubuhnya bergetar hebat, ekspresi lain ketika ketakutannya yang hanya bisa tertahan jauh di dalam batinnya dan tak mampu di keluarkannya.

Namia membuka matanya...

Plafon kamarnya yang bertabur sticker fosfor yang menyala dalam gelap menjadi hal pertama yang dilihatnya, dan buku novel yang tadi di bacanya menjadi hal kedua yag dilihatnya. Ia sepertinya tertidur dan sangat bersyukur bahwa apa yang baru saja di alaminya hanya mimpi belaka, walaupun di satu sisi ia juga memaki mengapa hanya hal buruk yang dilihatnya ketika ia menemui alam bawah sadarnya.

Suara pembawa berita malam dari televisi yang ada di ruang tengah di depan kamarnya kembali ia dengar, bercampur dengan suara dengkuran laki laki dan lolongan anjing tetangganya. Namia diam sesaat, ia tahu situasi dengan 3 macam suara ini persis sama seperti apa yang baru saja di rasakannya, satu satunya yang membedakan hanyalah suara ke empat yaitu suara degup jantungnya yang berdetak cepat seperti suara metronome dengan ketukan yang cepat.

Kring... kring...

 Hadnphonenya berbunyi , dengan nama Johan tertulis jelas di sana, dan Namia bersumpah dia takkan mengangkat handphonenya yang terus berdering itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun