Â
Hanya sebungkus nasi padang, tak peduli isinya, mau rendang atau ayam, yang penting nasi padang, Sudah 3 hari ini Dadang merengek pada ibunya, meminta di belikan sebungkus nasi padang yang sudah berhasil membuat kerongkongannya bekerja extra menelan air liurnya yang diproduksi ganda, oleh para buruh yang tak dibayar di dalam tubuhnya.
“Mak, nasi padang mak.. “ ujar Dadang tanpa tendeng aling aling. Ibunya yang sedari tadi sibuk menjahit masker yang sudah di potong dari konveksi sebelah sedikit geram dengan kelakuan anak sulungnya yang baru berumur 10 tahun, anak kecil yang di paksanya bekerja mencuci piring di tukang bakmi di ujung gang yang ramainya bukan kepalang.
“Makan bakmi depan saja kamu, paling nanti potong uang jajan kamu.. “
“Bosen mak makan mie terus.. “
“Klo miskin jangan banyak gaya.. “ ujar ibu Dadang ketus, mengeluarkan wajah marah terbaiknya yang cukup untuk membuat Dadang kecut dan langsung cabut, ia enggan melihat wajah ibunya berubah menjadi monster merah dengan tanduk yang pernah ia lihatnya di TV yang ia tonton di kantor kelurahan.
Dadang lalu berjalan lunglai, menyusuri deretan rumah makan padang yang berada dekat tempat tinggalnya yang baru dihuninya 3 bulan belakangan. Kampung Padang, begitu orang orang Jakarta memanggil tempat di mana ia berada sekarang, dimana deretan rumah makan padang berjejer dengan manisnya walau tak jarang penjualnya adalah orang orang Jawa juga.
Dadang menatap lemas dengan penuh harap sambil sedikit mengkhayal jika saja ada seorang baik atau mungkin malaikat sekalipun yang tiba tiba melihatnya yang sedang membatu di depan tempat makan lalu kemudian menawarinya untuk makan di tempat yang menjadi impiannya dalam tiga hari terakhir.
“Nak sini.. “
Dadang terperanjat, matanya berbinar penuh harap ketiak seorang wanita dengan wajah cantik yang mengendarai mobil sedan dan terlihat kaya, dengan kacamata hitam memanggilnya. Itu malaikat utusan Tuhan, begitu batin Dadang dalam hatinya Dadang menghampiri wanita tersebut dengan semangat, kepalanya sudah membayangkan sebungkus nasi padang yang berwarna kuning menggoda dengan sambal berwarna hijau, yang dii harapkan akan di tawarkan wanita tersebut.
“ Mama di rumah .. ?? “
“Iyaa, ada kq bu . “ ujar Dadang dengan senyum dan mata berbinar. Wanita tersebut lalu meminta Dadang mengantarkannya ke rumah Dadang dan meminta Dadang masuk ke dalam mobilnya. Dadang pun menurut, walau sebenarnya rumahnya lebih mudah di tempuh dengan berjalan kaki daripada menggunakan mobil karena harus memutar terlebih dahulu lewat jalan depan, tapi yaa.. Apa peduli, kepala Dadang sudah di penuhi dengan gambaran kuah kuning nasi padang yang meresap mantap ke dalam nasi putih hangat yang masih berasap.
Tak berapa lama, sampailah Dadang di depan rumahnya. Dua mobil berhenti di depan rumah kecil dengan dinding papan itu, satu mobil yang sdang di naikinya dan satu lagi mobil besar dengan box di bagian belakangnya yang sedari tadi mengikuti mobil yang di naiki Dadang.
“Makk.. Ada tamu mak.. “ ujar Dadang penuh semangat sambil membuka pintu dan mendapati ibunya masih duduk dengan posisi yang sama dengan kegiatan yang sama, yang berbeda hanya sorot matanya yang menunjukkan bahwa tanduknya sudah mulai masuk kembali ke dalam kepalanya.
“Siapa ?? “ ujar ibunya dengan wajah heran sambil melongok melihat ke depan, lalu kemudian langsung berdiri ketika melihat wanita cantik berkacamata hitam itu telah sampai di depan pintu rumahnya.
“Masuk bu.. “ ujar ibu Dadang sambil mempersilahkan wanita cantik itu duduk pada satu satunya bangku baso yang ada di rumahnya.
“Oh iya bu.. Santai aja.. “ ujar wanita tersebut dengan nada sungkan. Ia lalu mengambil dompetnya yang panjang dari balik tasnya dan mengambil selembar uang 20 ribuan, dan memberikannya pada Dadang.
“Ini buat kamu.. “
“Makasih bu.. “ ujar Dadang penuh semangat. Dadang girang bukan kepalang, ia langsung keluar dan menuju ke surganya yang bernama rumah makan padang dimana makanan serba dengan berbagai kuah kuning yang sudah 3 hari terakhir ia idamkan.
Nasi putih berbentuk setengah lingkaran dengan ayam kari yang di siram kuah kuning bersantan dengan beberapa potong nangka dan sambal hijau di bagian pinggir kini tersaji dengan di hadapan Dadang, yang kemudian langsung di lahap Dadang tanpa ampun, dalam hatinya terselip rasa terima kasih pada malaikat yang tadi di utus Tuhan yang telah mengabulkan mimpinya dalam 3 hari terakhir.
Sementara di rumah
Ibu Dadang hanya bisa menatap lemas mesin jahit yang menjadi satu satunya mata pencahariannya diambil oleh wanita yang dibawa bertamu oleh Dadang ke rumahnya, meskipun ia sudah memohon mohon dengan sangat.
Ya, wanita cantik tadi bukanlah malaikat. Ia hanya rentenir yang tak pernah habis menghitung bunga atas uang yang telah di pinjamkannya.
Â
NB : Cerita ini terinspirasi dari cerita yang tentang cendol yang belum lama di tulis di kanal kompasiana. Agak tertarik ketika makanan di jadikan bahan cerita. Terima kasih ceritanya yang telah menjadi inspirasi bagi saya. – saya lupa siapa yang ulis- J
Jakarta, 11-01-2016
Â
gbr : disini
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H