Mohon tunggu...
Surpi Aryadharma
Surpi Aryadharma Mohon Tunggu... Penulis - Dosen, Peneliti, Penulis Buku, Dharmapracaraka

Gemar membaca, Mencintai Negara, Mendidik Anak Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Persimpangan Musholla: Antara Iman dan Pilihan Hidup

12 Februari 2021   09:36 Diperbarui: 12 Februari 2021   09:57 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Aku tidak mungkin memaksa Rani mengikuti kepercayaanku, demikian juga aku.  Aku telah bersumpah untuk menjadi seorang Hindu hingga akhir nafasku dan berjuang untuk kebesaran Hindu Nusantara. Tidakkkk......

            Sore telah meninggalkanku...dengan langkah sempoyongan aku menuju Pura Luhur Tanah Lot, mempersiapkan diri untuk melakukan puja.  Beberapa saat aku duduk dengan hening, hingga keheningan menyelimutiku....hening...hingga tanpa ku sadari diakhir meditasiku air mata menetes...Tuhan, jangan biarkan aku dalam kebimbangan, demikian doa ku lantunkan berulang-ulang, hingga suaraku benar-benar hilang ditelan pekat malam dan debur ombak...sekali lagi aku merasakan keheningan...larut bersama malam yang menyelimuti Bumi Bali.  Aku menghela nafas kembali, udara yang penuh dengan vitalitas, penuh energi.  Jiwaku pun tenang walau rasa sakit masih kurasakan.  Ah sudah malam, Aku berdiri, berbalik melangkah keluar pura dan dalam keremangan aku melihat sosok gadis berkerudung bersimpuh tidak jauh dari tempat ku.  Aku tercekat, dialah gadis manisku, berlinangan air mata.

"Rani, mengapa disini ?"

"Aku mohon maaf bli, atas kejadian semalam," dia tidak mampu meneruskan kata-katanya. Aku menuntunnya menuruni tangga pura dan dibawah temaran purnama, di pasir yang lembut  kami duduk bersisian.

"Maaf kan aku Ran, aku..."

"Tidak bli, bli tidak boleh berpaling..tiang sadar bli dibutuhkan oleh umat Hindu, tiang akan selalu mendukung bli dalam doa," kata-katanya terhenti karena aku menatapnya tajam."Dan Kau??"dia kembali menangis dan aku tahu apa makna dari tangisannya.  Setiap detik yang kami lalui serasa sangat berharga. Untuk pertama kalinya dia mau menjatuhkan badannya dipelukanku, sebelumnya, aku begitu mencintai dan menghargainya, hingga selain menggenggam tangan lembutnya, sekali pun aku tak pernah menyentuhnya.

 Malam itu, aku mengantarnya kembali ke pondok pesantren dan setelah memarkir mobil kami berjalan ke tempat yang dihuni oleh ratusan santri itu.  Kami tiba di persimpangan jalan, bagian lain dari pondok pesantren, di persimpangan mushollah.  Rani memegang kedua tangan ku erat.  "Teruslah berkarya bli, setiap pagi tiang akan membaca berita bli, seperti yang telah tiang lakukan setahun belakangan dan tiang akan selalu menyusuri toko buku untuk mencari buku baru yang bli tulis,".  Hati ini penuh syukur atas kebaikan gadis muda ini, walau perih terasa di mata kami masing-masing. Akupun bisa merasakan duka yang dirasakan gadis yang berdiri dihadapanku. Kami hanya bisa menatap dan mengucapkan semoga Tuhan menuntun kami masing-masing.  Aku melihat gadis manis itu berjalan pelan, kakinya serasa berat memasuki areal pesantren...hingga dia berbelok di tikungan dan ditelan gelapnya malam. Akupun berbalik dengan segenap kelu di hati.

Tiga bulan kemudian....

            Dengan penuh keyakinan, aku memaparkan isi dari buku yang yang telah aku tulis dengan segenap pengabdian dan hari ini aku luncurkan.  Pertanyaan demi pertanyaan mengalir kepada ku dan kesemuanya membuatku semakin bersemangat untuk menguraikan konsep lebih banyak.   Tiba-tiba dari atas podium, di tengah keseriusannya, mata ku menangkap sosok gadis berkerudung yang duduk di sudut ruangan. ......

            Seusai acara dan setelah satu persatu hadirin meningggalkan ruangan Ardha Candra dengan seulas senyuman dan dorongan bagiku, aku melihat sosok tubuh mungil itu mendekatiku....

"Selamat bli...selamat," ucapnya, manis seperti pertama kali aku melihatnya.  Aku menggengam erat tangannya seraya mengucapkan terima kasih atas kedatangannya.  Dan pada saat itu, aku melihat kilatan tatapan dari seseorang yang selama ini selalu membantuku dan mau mendengarkan segala keluh kesahku...Devita Maharani Devi Dasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun