Cendekiawan Hindu Swami Vivekananda menyatakan  Darana atau filsafat jika tidak dalam bentuk praktis hanya akan bergulat bagi pendebatan intelektual dan tidak akan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Betatapun sifatnya yang intelektual, filsafat harus dapat dipraktiskan, dalam bentuk praktis sehingga memberikan kontribusi nyata bagi peradaban.Â
Sebagaimana halnya filsafat Nyya memberikan langkah-langkah yang memungkinkan menyadari kebenaran dan membersihkan pikiran dari keragu-raguan sehingga keyakinan kita atas kebenaran kokoh dan tak mampu lagi digoyang dengan paham-paham materialisme yang dapat menyesatkan. Nyya mengasah kecerdasan, kemampuan berpikir, menalar berdebat dan berdiskusi. Kemampuan ini sangat penting selain mengokohkan kebenaran, tetapi juga sangat bermanfaat dalam menjaga peradaban dan penyampaian kebenaran kepada orang lain.
Memahami teologi Hindu memerlukan cakrawala pandang yang luas, kecerdasan tajam dan halus. Veda mengandung berbagai jalan yang berbeda. Sebab Veda mengakomodasi perbedaan level kesadaran. Level kesadaran manusia yang berbeda ini dimantapkan dalam berbagai jalan dan cara.Â
Hal ini juga ditegaskan dalam Bhagavad Gt IV.11 dan VII.21, yakni jalan manapun yang ditempuh oleh manusia, darimana pun mereka datang, semuanya menuju jalan-Ku dan apapun bentuk keyakinan yang dianut, Aku perlakukan mereka sama dan Aku buat jalan itu menjadi mantap. Inilah alasannya, Hindu merupakan jalan yang universal dan teologi Hindu sebagai teologi Kasih Universal. Hindu membangun sistem keberagamaan yang tampak berbeda tetapi dibingkai secara kokoh oleh Veda.
Perbedaan adalah wajar
Perbedaan cara pandang dan berfilsafat, sampai pada perbedaan ritual mendapat tempat yang luas dalam ajaran Hindu. Perbedaan jalan tersebut juga secara fisik akan menunjukkan obyek pemujaan yang berbeda. Bahkan tradisi dan filsafat yang berbeda. Hal ini kerap tidak dipahami secara baik sehingga dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda, keliru bahkan dianggap sebagai pertentangan.Â
Sebagaimana kekeliruan ilmuwan Max Muller dalam menginterpretasikan teologi Hindu yang dipandang sebagai paham politeisme, banyak ilmuwan dan pemikir yang keliru atau bahkan gagal memahami bangunan keilmuan Brahmavidya yang mengalir dalam beberapa  filsafat yang berbeda serta membangun bentuk-bentuk tradisi keagamaan yang berbeda.
Seorang penulis Swami Sivananda menyatakan gambaran indah tentang Hindu Dharma sangat universal, bebas, toleran dan luwes. Orang asing akan terpesona dan heran apabila mendengar tentang cara dan jalan yang berbeda dalam Hindu tetapi perbedaan ini merupakan suatu hiasan dan sangat dihargai. Hindu Dharma menyediakan jalan spiritual bagi evolusi roh, dari roh dengan kesadaran amat rendah hingga roh dengan kesadaran tinggi.Â
Hindu Dharma menyediakan hidangan bagi setiap orang untuk dapat tumbuh dan berkembang, sesuai dengan kondisi dan perkembangan masing-masing. Olehnya, idealnya tidak ada pertentangan dalam tubuh Hindu karena semua jalan yang berbeda memiliki tujuan yang sama. Sehingga Hindu Dharma dapat dinyatakan sebagai persahabatan dari keyakinan dan suatu gabungan filsafat yang memberikan hidangan guna perenungan bagi para pemikir dan filsuf yang berbeda di muka bumi ini.
Dalam sistem Vedanta manapun, pernyataan aporistik mengenai penyatuan Brahman dan Jva yang disebut Mahvkya, menempati kedudukan penting. Penyataan Tat tvam Asi (Thou art that) "Engkau adalah Itu" merupakan salah satu Mahvkya yang terkenal, dan Rmnuja dalam penjelasannya atas doktrin Vedantik Brahman dan Jva telah menjelaskan bagaimana konsep ini cocok dengan sistem yang dibangunnya. Konsep ini secara kuat mengajarkan akan kesatuan hakikat, walaupun manusia, bagaimana pun akan tampak berbeda dalam hal pandangan, tindakan apalagi selera.
Konsep Agung Vedanta dalam Hindu dan secara umum menjadi pembahasan dalam seluruh sistem filsafat Hindu, bahwa manusia mestinya tidak menghabiskan energinya untuk 'mengurus' 'bertengkar' bahkan berperang atas perbedaan, melainkan untuk terus belajar menerima dan hidup ditengah perbedaan dengan menciptakan harmoni. Manusia harus dinilai berdasarkan kompetensinya, sikapnya dan bagaimana perilakunya, bukan berdasarkan dari kelompok apa, apa agama, siapa sesembahannya dan apa makanannya. Biarkan hal tersebut menjadi hak pribadi, kenyamanan pribadi dimana setiap orang berkembang karenanya. Â
Nilai adalah esensi dari agama maupun kehidupan. Semakin kita berbicara soal perbedaan-perbedaan fisik yang kasat mata, sesungguhnya semakin merosotlah kesadaran kita. Agama mengajarkan mengamalkan nilai, bagaimana kehidupan kita menjadi mulia dengan berdasarkan pada ajaran ajaran mulia
Jadilah mulia, hargai perbedaan dan pilihan orang lain dan marilah bangun kehidupan yang harmoni di tengah perbedaan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H