Mohon tunggu...
Surpi Aryadharma
Surpi Aryadharma Mohon Tunggu... Penulis - Dosen, Peneliti, Penulis Buku, Dharmapracaraka

Gemar membaca, Mencintai Negara, Mendidik Anak Bangsa

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Candi Prambanan (Sivagrha) Babon Teologi Hindu Nusantara

6 Juli 2020   21:00 Diperbarui: 13 Februari 2021   05:41 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ringkasan Eksekutif Penelitian (2018)

BABON TEOLOGI HINDU NUSANTARA

Konsepsi Pemujaan di Candi Prambanan

Dr. Ni Kadek Surpi Aryadharma

Ni Nyoman Ayu Nikki Avalokitesvari, M.Han

Candi Prambanan, megah dan suci
Candi Prambanan, megah dan suci
Candi Prambanan merupakan kompleks kuil Hindu yang memiliki nama asli Sivagrha atau Sivalaya-rumah Siva atau istana Siva, sebagai tempat berstana Dewa Siva dan Para Dewa di bumi. 

Prambanan sendiri berasal dari kata sanskerta 'parambrahma(n)', yang berarti 'Roh Jagat', 'Yang Mutlak', dan merujuk pada sebuah tempat peribadatan umum, yang boleh digunakan baik oleh kaum Saiva maupun Buddhis. candi Prambanan dirancang dengan pola yang kompleks yang dibangun atas tiga mandala, yakni Bhur, Bvah dan Svah, dalam konsep Hindu mewakili alam bawah, tengah dan atas (devaloka). 

Tiga tingkatan zona candi diawali dengan bhurloka, adalah tingkat terendah, menggambarkan alam manusia yang terikat dengan hasrat, hawa nafsu dan tidak suci. 

Zona kedua Bvahloka adalah tempat bagi orang suci, rsi dan pertapa memanjatkan doa-doa. Di dalam zona ini terdapat 224 candi perwara. Memasuki alam ini, manusia mulai melihat cahaya kebenaran. Zona tertinggi disebut Svarloka atau Svargaloka yang merupakan ranah tertinggi sekaligus tersuci tempat para Deva bersemayam.

Prambanan sebagai sebuah kompleks kuil Hindu-Hindu Masterpiece, dibangun dengan menggunakan konsep Vastupurusamandala yakni konsep pembangunan yang dirancang secara cermat guna menghadirkan Devata sebagai pusat mandala di bumi. 

Pembangunan kuil Prambanan menggunakan perhitungan Vastu Sastra-Silpa sastra, diawali dengan pemilihan tempat secara cermat, melakukan upacara awal sebelum pembangunan hingga pembangunan dan mentahtakan arca di dalam kuil. 

Para peneliti sebelumnya berkesimpulan Prambanan dibangun pada masa keemasan dinasti Sailendra yang berlangsung selama 110 tahun (750 --- 860 M). Pembangunannya melibatkan sejumlah Brahmin, Silpin, dan berbagai keahlian lainnya, memakan waktu yang cukup lama.

Dari pengkajian dan analisis yang dilakukan, Prambanan meyakinkan sebagai Babon Teologi Hindu Nusantara, bukan sekedar kompleks percandian yang merupakan pusat spiritual masyarakat. 

Secara umum, kuil Prambanan diketahui mengagungkan tiga Dewa- Trimrti yakni Brahm, Vinu dan Siva. Tetapi jika dilihat dari strukturnya, candi Siva sebagai pusat berukuran lebih besar dan lebih tinggi. Ini bermakna sebagai konsep Sivaistik, yakni walaupun memuja tiga Dewa dan dewa-dewa lainnya, tetapi Siva sebagai puncak pemujaan dan puncak kesadaran.

Pemujaan Trimrti sesungguhnya bukan memuja tiga Dewa Brahm, Visnu dan Siva secara setara-sejajar, melainkan pemujaan berkonsep kosmologi dengan mengagungkan Siva dalam konsep Sivaistik atau Visnu dalam konsep Visnuistik(Vaisnava). 

Selain Pemujaan Trimrti, Prambanan juga kental dengan pemujaan akti atau Dewi dengan dipujanya Durgamahisasuramardhini, yakni Durga yang sedang membunuh raksasa berupa siluman kerbau. Selain itu masih ditemukan arca-arca Dewi di kompleks pemujaan ini disamping arca Dewa lainnya. 

Hal ini menunjukkan Prambanan walaupun sebagai tempat pemujaan tiga Dewa utama, tetapi menarik dan menyatukan para pemuja dalam sebuah kompleks pemujaan yang besar.

Walau penelitian ini lebih banyak mampu mengungkapkan peradaban agung masa lampau, tetapi diharapkan  memberikan spirit di masa kini. Tidak ditemukan bukti tertulis tentang konsep pemujaan yang dilakukan. 

Namun berdasarkan struktur kuil, sangat mungkin untuk melakukan parikrama, berputar keliling pradakia, yakni mengikuti arah keberuntungan. Demikian pula pada setiap arca di kompleks ini tapakannya berupa yoni yang lengkap dengan saluran air sehingga dipastikan di masa lalu dilakukan upacara penyucian dan penghormatan dengan melakukan abhiseka (upacara pemandian arca).

Selama lebih dari dua belas abad, kompleks Candi Hindu termegah di Nusantara ini terus memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar, pemerintah setempat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan sekedar tumpukan batu yang mati.

Tetapi membuat perekonian berputar sebagaimana putaran yantra yang menjadi konsep dasar pembangunannya. Namun sayang, nyaris keseluruhan arca di kuil Prambanan dalam kondisi yang kotor dan nyaris dapat dipastikan tidak dilakukan upacara abhiseka selama ratusan tahun. 

Ketika dilakukan upacara peresmian Candi untuk dibuka kunjungan, tidak ada catatan pernah dilakukan upacara abhiseka. Upacara ini bukan saja bernilai spiritual tetapi secara fisik akan memelihara arca pada kondisi yang baik dan bersih.

Peneliti Ayu Nikki Avalokitesvari ketika melakukan riset di Candi Prambanan
Peneliti Ayu Nikki Avalokitesvari ketika melakukan riset di Candi Prambanan
Dari hasil penelitian ini, kami mengusulkan kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu yang dapat bermitra dengan Parisadha Hindu Dharma Indonesia (PHDI) selaku lembaga umat untuk mengusulkan kepada Presiden Republik Indonesa agar umat Hindu dijinkan lebih leluasa untuk menggunakan Candi Prambanan sebagai pusat peribadatan Agama Hindu seluruh Indonesia.

Dan, turut menjaga dengan melakukan rangkaian upacara penyucian (abhiseka) arca para Dewa, yang secara fisik akan mampu membersihkan dan secara rohaniah akan memberikan dampak bangkitnya kekuatan spiritual Candi Prambanan. Abhiseka ini setidaknya dilakukan sekali dalam setahun yang dapat dirangkaikan dengan upacara tawur agung. 

Selain itu, sangat penting untuk dirumuskan tata cara memasuki Prambanan bagi para wisatawan dengan mengikuti pola mengenakan pakaian yang sopan dalam standar Nusantara, membuka alas kaki ketika memasuki garbhagriha dan tidak menyentuh patung (arca Dewa) serta berjalan mundur ketika akan keluar dari bilik utama kuil. Cara-cara sederhana ini juga sebagai wujud menghargai warisan dari leluhur Nusantara.

Penelitian ini merekomendasikan agar diambil langkah-langkah guna menjaga warisan dunia ini baik secara material maupun spiritual. Umat Hindu yang menjadi pewaris peradaban Hindu Nusantara mestinya secara aktif ikut berperan serta menjaga Prambanan dengan tetap menjadikannya pusat spiritual, yatra maupun pusat studi peradaban Hindu di Nusantara. Selain itu, riset-riset lanjutan terkait Babon Teologi Hindu Nusantara hendaknya dilanjutkan yang diperkaya dengan topik-topik lainnya sehingga Teologi Hindu Nusantara berkembang menjadi ilmu teologi yang mapan.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun