"buakakah di setiap kelas aku selalu menawari siapa pun untuk bertanya? Dan meja makan ini juga adalah kelasku."
Iya juga, kataku dalam hati.
"aku penasaran dengan telur asin yang tidak pernah absen dari meja makan ini." Kuambil satu butir telur dari sebuah piring kramik warna putih berhias bunga merah yang sudah menjadi sarang tetap telur itu.
"ooh, itu adalah guruku. aku belajar kebaikan besar dar telur itu." jawaban ngking membuatku mengeryitkan dahi. "kalau kau lapar, makan saja!"
Ah lagi-lagi suara perutku terdengar oleh Ngking. tapi kali ini aku tak peduli. Aku memang lapar dan tanpa pikir Panjang aku langsung melahapnya.
"seperti kau menanyakan keberadaan telur asin di meja ini, mungkin kau pun pernah bertanya-tanya tentang rasa asin yang tiba-tiba menyerap masuk ke dalam telur bebek itu. bahkan yang paling asin justru bagian terdalamnya. padahal cangkangnya sendiri yang dilumuri lumpur serta garam, dia tidak memiliki rasa asin. Dan aku termasuk orang yang percaya bahwa beberapa hal dari diri manusia memang mengikuti logika telur asin ini."
Kepalaku masih belum mudeng. Mungkin perutku terlalu kosong untuk mencerna materi seberat ini.
"telur bebek itu diibaratkan seperti diri manusia, sedangkan lumpur dan garam adalah kebaikan yang dilakukannya." Ngking terdiam beberapa saat. "proses pembuatan telur asin ini memakan waktu yang tidak sebentar. Itu artinya melakukan kebaikan tidak cukup hanya sekali, melainkan harus terus menerus sepanjang waktu. Selain itu aku juga percaya bahwa segala yang kita dapatkan hari ini adalah hasil dari apa yang kita lakukan sebelumnya, atau apa yang orang tua kita lakukan. Dan aku berharap dengan kebaikan-kebaikan yang aku usahakan itu, kalau pun bukan aku yang mendapatkan hasilnya setidaknya anak-cucuku kelak akan merasakan kebaikan yang sama." Aku mengangguk baru memahami satu hal dan sekali lagi kekagumanku semakin bertambah terhadap orang tua ini.
"ada lagi yang ingin ditanyakan? Kalau tidak, mari makan!"
Tangan Ngking mulai bergerak menerima piring berisi nasi yang disodorkan istrinya. Namun sebelum sempat makan, Ngking seperti teringat sesuatu "aku tidak melihat si Dali, kemana dia?"
"anak bujangmu keluar sejak dzuhur tadi" istrinya menjawab