Mohon tunggu...
Ulil Albab
Ulil Albab Mohon Tunggu... Mahasiswa, Guru KMI Gontor -

Staf Pengajar Junior Islamic Teacher Training College Ponorogo

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Jangan Hidup seperti Mi Instan

2 Oktober 2017   11:47 Diperbarui: 15 November 2017   14:02 4194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: linisehat.com

Hampir segala hal yang bersifat instant berbahaya.

Dalam hidup, kemudian saya belajar bahwa ternyata kasus mudah tapi berbahaya itu bukan hanya terjadi pada mie instant saja. Bahkan dalam semua sudut pandang kehidupan, kita hampir selalu bisa menemukannya.

Di zaman yang dikatakan maju ini, manusia semakin suka pada hal-hal yang enteng melakukannya, tapi gede hasilnya atau gede duitnya. Kenyataan itulah yang lantas membuat banyak orang tidak berpikir panjang dan lebih memilih mengambil jalan pintas yang terkadang tidak mengantarkannya pada tujuan, tapi justru menyesatkannya jauh sekali.

Marilah kita melihat pada fenomena yang paling sering kita jumpai pada kehidupan sehari-hari.

Ketika saya masih duduk di kelas sebelas, dengan usia rata-rata 16 tahun ternyata sudah banyak teman saya yang memiliki surat izin mengemudi yang diterbitkan oleh kepolisian lalu lintas. Ada yang telah memilikinya sejak kelas sepuluh. Ada juga yang tidak hanya memiliki SIM C, tapi juga A dan B.

Bagaimana bisa remaja yang belum memenuhi syarat kecukupan umur mendapatkan izin mengemudi yang seharusnya baru bisa diperoleh setelah mereka berusia 17 tahun?

Ternyata mereka mendapatkannya dengan bantuan pihak-pihak tertentu. Ada yang harus tetap mengikuti prosedur, tapi tidak mempedulikan hasil ujian teori dan prakteknya, ada pula yang tinggal terima jadi. Asalkan nominalnya disepakati, hasil akhirnya bisa dipilih sendiri.

Hal itu tampak sederhana, tapi hal kecil itulah yang membuat ada banyak orang yang seharusnya belum layak berkendara berkeliaran di jalan-jalan. Dan akibat keterampilan yang keabsahannya direkayasa itu, terjadi kecelakaan yang sebenarnya bisa tidak perlu terjadi jika pengendaranya terampil dan tahu aturan berkendara.

Fenomena yang sama terjadi pada kasus jual beli ijazah dan fenomena joki pengerjaan tugas akhir.

Dalam suatu keadaan, ijazah diperlukan sebagai syarat untuk mendapatkan suatu posisi. Itu memang perlu untuk membuktikan bahwa seseorang memang telah memenuhi syarat kualifikasi. Tapi tidak berguna lagi ketika ijazah yang diajukan adalah ijazah palsu. Suatu posisi yang seharusnya diisi oleh seseorang dengan kemampuan akademis tertentu dan memiliki pengalaman cukup serta berakhlak mulia, justru diisi oleh orang yang mentalnya saja sudah rusak dengan melakukan tindak kebohongan. Gambarannya adalah ketika pesawat dikendarai oleh orang yang tidak memiliki pengetahuan dalam dunia penerbangan. Pesawatnya tentu tidak akan terbang. Jika terbangpun pasti membahayakan penumpangnya.

Kini juga marak kasus penggandaan harta. Dimana dengan menyerahkan sejumlah uang, seseorang dijanjikan akan mendapatkan uangnya kembali dalam jumlah berkali-kali lipat. Hasrat untuk mendapatkan hasil melimpah dengan usaha yang minimal telah membutakan akal sehat banyak orang. Padahal jika dipikir secara logis, hal itu tentu sangat tidak masuk akal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun