Mohon tunggu...
Suratno Paramadina
Suratno Paramadina Mohon Tunggu... lainnya -

Suratno (b. 1977 in Cilacap, Central Java, Indonesia). A lecturer at Paramadina University and previously at STAI-NU Jakarta. Studied doctoral at Goethe-University Frankfurt. Former Head of Executive (Tanfidziyah) of NU branch of Germany

Selanjutnya

Tutup

Politik

Madzhab Frankfurt Undercover

17 Juni 2015   19:56 Diperbarui: 18 Juni 2015   05:09 343
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat yang sama, di Frankfurt rejim Sosialis-Nasionalis berhasil mengusir hampir sepertiga dari staf pengajar Universitas Frankfurt karena alasan rasisme dan alasan politis termasuk terkait subyek studi yang mereka geluti. Ekspusli dan lalu annihilasi terhadap kaum Yahudi Jerman memiliki efek khusus, baik pada Universitas Frankfurt maupun pada kota Frankfurt sendiri. Ekspulsi dan annihilasi itu telah menghilangkan peran universitas dan kota itu sebagai kelompok penting yang mendukung budaya liberal-demokratik. Setelah rejim Sosialis-Nasionalis tumbang khususnya di zona bagian Barat Jerman, beberapa upaya dilakukan disana untuk menghambat orientasi dan struktur pra-perang, serta untuk memperkuat kontinuitas pembangunan kemasyarakatan. Di Frankfurt juga dilakukan upaya serupa meski dengan trend yang berbeda. Perkembangan itu mencerminkan sebuah deviasi dari cara-cara khusus ala Jerman. Kota Frankfurt yang rusak parah lalu dibangun kembali oleh koalisi demokratik radikal dimana Partai Sosial-Demokrat dibawah Walter Kolb sebagai Lord Mayor mengambil peran penting, meski juga bersama Partai CDU (Persatuan-Kristen-Demokrat) liberal sayap-kiri dengan Georg Klingler sebagai ketuanya. Selain itu Partai Free-Demokrat di Frankfurt juga tetap dalam koridor liberal sayap-kiri dan tidak seperti peran oposisi partai regional mereka vis-a-vis koalisi besar di Wiesbaden yang lebih bercorak demokratik-radikal.

Kota Frankfurt dan negara bagian Hessen yang saat itu masih baru, juga berjasa dalam mengembalikan lagi kejayaan sosiologi di Universitas Frankfurt. Konsern utama mereka adalah bahwa IFS harus kembali ke Frankfurt dan melanjutkan pekerjaannya di Jerman, tidak di Amerika lagi. Apalagi, mayoritas para sosiolog yang terusir dan perwakilan dari ilmu politik umumnya melihat adanya kans yang lebih baik jika mereka balik ke Jerman lagi dibanding ilmuwan dari bidang lain karena kenyataan adanya kekosongan yang sudah berlangsung lama dan adanya upaya-upaya untuk membangun pendidikan yang berbasis pada paham demokratik-liberal.

Kembali (Lagi) Ke Frankfurt

Upaya Pemkot Frankfurt dan negara bagian Hessen, yang didukung oleh Pemerintah Amerika, untuk mengajak para sosiolog yang terusir itu kembali ke Frankfurt, adalah sesuatu yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Julius Kraft, misalnya, akhirnya mau mengajar lagi di Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial. Sementara Gottfried Salomon bergabung kembali dengan Fakultas Filsafat. Horkheimer, Adorno dan Pollock yang kembali ke Frankfurt lebih awal, mereka melanjutkan kerja(sama)nya. Tahun 1950 dengan adanya dukungan dari Pemkot  Frankfurt dan negara bagian Hessen, IFS kembali dibangun sebagai sebuah yayasan-privat dengan menggunakan dana dari publik dan secara simultan menjadi bagian dari jurusan sosiologi di Fakultas Filsafat, Universitas Frankfurt.

Gedung IFS yang baru juga lalu didirikan. Posisi gedung itu berlawanan secara diagonal dengan gedung sebelumnya yang sudah hancur, yakni di pojok Senckenberganlage dan Dantestrasse. Gedung tersebut tadinya adalah sebuah villa milik konsul Kotzenberg yang juga sebelumnya hancur karena terkena bom. Dengan bantuan finansial dari McCloy, donasi dari Pemkot Frankfurt dan kontribusi dari “Gesselschaft For Sozialforschung”, akhirnya saat itu selain memiliki gedung yang baru, IFS juga bisa terdaftar kembali di asosiasi yang sebelumnya terhambat karena keberadaannya ditolah oleh rejim Sosialis-Nasionalis. Gedung IFS didisain oleh arsitek Frankfurt yakni Hermann Mackler. Gedung baru itu merefleksikan fungsionalisme yang paling modis di awal tahun 1950-an. Dinding bagian luarnya dilapisi kaca-Muschelkalk dari Timur Tengah. Sementaraitu, hall di pintu masuk, lantai dan anak tangga dilapisi dengan batu-Solnhofen. Untuk mengeksploitasi ketinggian penuh gedungnya dengan vila di sebelahnya, bangunan didisain mengikuti gaya periode pra-perang, dan sebuah struktur beranda dari kaca ditutup dengan gedung tiga lantai dan bukannya dari atap-pelana seperti lazimnya. Di samping ruang belajar untuk para saintis, ada juga ruang untuk kuliah, seminar dan perpustakaan serta ruang mesin-Hollerith untuk riset-riset empiris. Ruang ini sebenarnya sebelumnya sudah ada sejak IFS kembali ke Jerman yang letaknya digudang bawah tanah gedung lama IFS yang sudah hancur. Subyek utama riset IFS saat itu adalah hubungan antara ideologi Jerman dengan budaya demokrasi pada masyarakat pasca-perang. Dengan menggunakan diskusi kelompok dan metode investigasi yang dikembangkan IFS, pandangan dan karakteristik kelompok di populasi Jerman Barat tentang isu-isu politik dianalisis untuk menentukan ideologi seperti apa yang membentuk opini publik dan bagaimana hal itu dibentuk serta bagaimana hal itu lalu bisa menegaskan dirinya. Ketertarikan utama riset IFS adalah teori-kemasyarakatan tentang trend perkembangan dari kapitalisme-lanjut dan para konformisnya serta karakteristik kepribadian-otoritarian. Dengan laporan sementara tentang hasil riset sosial empiris yang dilakukan IFS, dimana IFS sebagai yayasan privat merupakan bagian dari Universitas Frankfurt dan juga terkait dengan jurusan sosiologi di Fakultas Filsafat, IFS lalu mendapat dukungan dari para staf yang lebih muda untuk mengkombinasikan pendidikan teoritis-kemasyarakatan bagi para mahasiswa dengan training-training empiris. Diskusi tentang kerja-kerja riset empiris dan latihan-latihan praksis tentang metode riset ilmu sosial lalu secara cepat menjadi bagian dari kurikulum IFS setelah kembali (lagi) ke Jerman. Oleh karena itu, sekali lagi, jurusan sosiologi di Universitas Frankfurt mulai menghadapi tantangan yang harus dipenuhinya yang berasal dari Fakultas Filsafat dan Fakultas Ilmu Sosial selama tahu 1920-an yakni bagaimana mengkombinasikan refleksi kemasyarakatan umum secara kritis dengan riset empiris yang sudah dilakukan sebelumnya dalam rangka memperoleh pengetahuan sosiologi lebih lanjut.

Dalam kesempatan pembukaan resmi IFS di gedung yang baru tanggal 14 Nopember 1951, Horkheimer menegaskan keinginannya untuk melanjutkan cita-cita IFS. Dia mengingatkan para hadirin tentang tujuan yang ingin dicapai dari kerja-kerja IFS. Dia mengulangi lagi bagian dari pidato pengukuhannya yang dia sampaikan 20 tahun sebelumnya saat menerima penunjukannya sebagai director. Horkheimer mengatakan bahwa tujuan IFS adalah untuk melakukan kajian-kajian yang berbasis isu-isu filosofis terkini, dimana para filosof, sosiolog, ekonom, sejarawan, psikolog harus bersatu dan bekerjasama dalam riset-riset interdisipliner. Lebih penting dari sekedar training profesional untuk para sosiolog, Horkheimer meyakini bahwa tugas utama IFS adalah “untuk membuat pendidikan ilmu sosial sebagai elemen didalam kajian akademik bagi mereka yang dimasa depan ingin aktif menjadi pengajar, politisi, jurnalis, dokter dan bahwa ahli hukum dan di bidang-bidang berpengaruh lainnya. IFS melihat bahwa ilmu sosial yang merupakan elemen humanisme terkini dalam perkembangannya juga harus terkait dengan pertanyaan-pertanyaan tentang masa depan manusia” (IFS 1952, 10). Fakta juga sudah membuktikan bahwa Horkheimer dan Adorno tidak hanya mempertimbangkan ilmu sosial dalam mengembangkan hal-hal itu dan lalu telah dapat di ambil manfaatnya oleh generasi baru para mahasiswa di Jerman yang telah dihancurkan oleh perang. Tetapi juga  harus diingat bahwa kans sukses untuk hal itu akan lebih besar daripada dikembangkan di Amerika Serikat. Ini merupakan alasan desisif mengapa mereka (harus) kembali ke Jerman. Motivasi-motivasi itu mendorong bagaimana pengajaran di Frankfurt makin diperkuat. Meski begitu kadang dibalik pengajaran ada intensitas-intensitas yang tidak lazim dan karenanya para profesor filsafat harus membuat banyak kursus-kursus dan seminar tentang sosiologi. Motivasi lebih lanjut lainnya adalah bahwa keberadaan IFS di Jerman akan menyediakan kesempatan yang meyakinkan bagi kerja-kerja teoritis bersama. Akan tetapi, Horkheimer ternyata hanya punya sedikit waktu untuk hal itu. Privileges yang dia dapatkan karena posisinya sebagai ketua jurusan di Filsafat dan sosiologi, pada tahun-tahun selanjutnya, banyak terkendala oleh tugas-tugasnya  sebagai dekan, rektor dan direktur IFS, dan juga posisinya sebagai profesor tamu di Amerika. Penerbitan IFS volume pertama yang berjudul “Kontribusi Frankfurt Pada Sosiologi”, juga bukan oleh dia (Horkheimer) melainkan untuk dia. Publikasi kommemoratif yang berjudul “Soziologica” untuk hari ulang tahunnya yang ke 60 berisi kontribusi-kontribusi Frankfurt yang sebelumnya dikumpulkan dalam sebuah publikasi jurnal yakni “Jurnal Ilmu Sosial”. Edisi Amsterdam untuk buku “Dialektika Pencerahan” juga tersedia di toko-toko buku. Horkheimer tidak memiliki karya lainnya yang di produksi selama dalam pengasingannya untuk dia publikasi lagi selama beberapa dekade. Ini berbeda dengan Adorno yang justru mempublikasikan beberapa buku; yakni bukunya berjudul “Filsafat Musik Modern” yang terbit di Jerman di tahun 1949. Di tahun 1951 Adorno juga menerbitkan bukunya yang berjudul “Refleksi Dari Kehidupan Yang Telah Hancur” dengan judul barunya “Minima Moralia”  yang merupakan kontinuasi dari beberapa fragmen-fragmen filsafatnya. Pollock juga menerbitkan buku berjudul “Eksperimen Grup” dan dia juga ikut menyumbangkan tulisannya di buku “Kontribusi Frankfurt Pada Sosiologi” melalui karya dia sebelumnya yang menilai implikasi-implikasi sosial dan ekonomi dari bukunya “Automasi”.

IFS & Kebangkitan Ilmu Sosial

Dalam dekade selanjutnya, kita melihat makin bangkitnya ilmu sosial di Frankfurt, dimana IFS mengembangkan dua area riset baru yakni sosiologi-industri dan sosiologi-pendidikan. Perjuangan sosial-politik selama tahun 1950-an, khususnya tentang undang-undang bagi aturan perdagangan dan ko-determinasi kaum buruh, telah menyediakan kesempatan bagi IFS untuk menyusun studi sosiologi-industri yang pertama tentang atmosfer kerja didalam industri batubara dan baja. Studi itu lalu dilanjutkan dengan studi-studi tentang fluktuasi didalam tambang batubara. Selanjutnya, bekerjasama dengan Burkart Lutz, IFS melakukan studi Eropa tentang batas-batas insentif gaji di dalam dunia industri yang makin-termesinkan secara cepat.

Di dalam bidang sosiologi-pendidikan, ketertarikan utama IFS yakni fokus pada koneksi antara universitas dan masyarakat. Kajian-kajian yang dilakukan IFS, oleh karenanya, selalu melibatkan para mahasiswa, dosen-dosen universitas, dan para non-akademisi; khususnya dari dunia industri dan perdagangan sejak awal tahun 1950-an. Studi paling penting dimana Jurgen Habermas terlibat adalah studi tentang relasi antara mahasiswa dan politik, yang lalu hasilnya diterbitkan dalam buku berjudul “Mahasiswa dan Politik”. Studi ini lalu dilanjutkan dengan sebuah kerja riset tentang efektivitas pendidikan-politik di dunia pendidikan.

Terkait meningkatnya jumah mahasiswa di Jerman yang mengikuti pendidikan-pendidikan teoritis dalam bidang sosiologi dan filsafat, seminar-seminar yang di adakan oleh Adorno dan Horkheimer juga turut ambil bagian dalam  hal tersebut. Di tahun 1960-an pengaruh Adorno makin meluas lebih dari sekedar pengaruh sains dan pengetahuan seni, akan tetapi menjadi pengetahuan tentang elemen-elemen budaya politik Eropa. Setelah beberapa publikasi dibidang filsafat, sosiologi dan teori musik, di tahun 1966 Adorno menerbitkan bukunya berjudul “Dialektika Negativa”. Di Amerika Serikat, muncul ketertarikan baru yang fokus pada Herbert Marcuse setelah ditahun 1964 dia menerbitkan bukunya tentang ideologi pada masyarakat-industri maju yang berjudul “Manusia Satu Dimensi”. Studi-studi yang dilakukan di Frankfurt dan Berlin tentang reformasi dan demokratisasi kampus-kampus juga memainkan peran penting dalam meningkatnya gerakan protes mahasiswa yang memang makin berkembang di Jerman. Menjawab kebutuhan para mahasiswa saat itu akhirnya mendorong penerbitan ulang buku “Dialektika Pencerahan”. Dalam suasana seperti itu Alfred Schmidt juga menerbitkan serial karya-karya penting Horkheimer sejak tahun 1930-an yang bukunya lalu diberi judul “Teori Kritis”. Selanjutnya, sejak makin membaiknya situasi ekonomi-politik di Jerman, ada dorongan kembali untuk ketertarikan pada problem-problem pembangunan masyarakat. “Kritische Theorie” kemudian makin menarik perhatian dunia luas dan selalu di identikkan dengan IFS. Terkadang, orang menyebut IFS dengan istilah Madzhab Frankfurt (Die Frankfurter Schule).

Setelah Horkheimer pensiun dari IFS ditahun 1960-an, Adorno lalu menggantikannya menjadi director IFS sampai meninggalnya secara tiba-tiba pada bulan Agustus 1969. Selanjutnya di tahun 1970-an, studi-studi tentang gerakan buruh yang dilakukan Gerhard Brandt membentuk fokus utama riset IFS, dan kajian sistem insentif-gaji diaktifkan kembali serta riset tentang perempuan juga dengan sendirinya menjadi bagian dari topik utama yakni studi gerakan buruh. Setelahnya lalu di ikut oleh studi-studi tentang determinan sosial dan ekonomi dalam kebijakan jam-kerja. Juga ada riset sosio-industrial tentang dampak penggunaan komputer dalam produksi dan riset tentang rasionalisasi industri selama dalam kepemimpinan Republik Weimar dibawah rejim Sosialisme-Nasionalis dan selama negara sosialisme GDR/Republik Demokratik Jerman & Hongaria.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun