Norma dan Tata karma ataupun sopan santun sebisa mungkin tidaklah hilang dalam diri manusia. Oleh karena itu  sangatlah penting mengajarkan budaya Mappatabe atau tabe’ melalui pola asuh keluarga, sekolah, dan lingkungan bermain. Bagaimanapun itu, hal ini perlu tetap dijaga karena tidak hanya diperuntukkan kepada yang muda melakukan kepada yang lebih tua tetapi juga sebaliknya.
Tergerusnya suatu budaya budaya lokal ditentukan oleh bagaimana intensitas budaya tersebut dalam  penerapannya di setiap perkembangan zaman yang begitu pesat dan adanya arus globalisasi, kebudayaan Indonesia semakin terkikis atau luntur tergerus oleh arus zaman.Â
Di tengah – tengah arus globalisasi ini budaya kebarat – baratan (westernisasi) merupakan salah satu yang menyebabkan budaya Indonesia (lokal) pudar. Dikarenakan banyaknya nilai – nilai budaya barat yang masuk ke dalam nilai – nilai budaya Indonesia (lokal). (Siregar & Nadiroh, 2016)
Budaya Mappatabe’ merupakan tradisi yang cukup fleksibel yang artinya dalam pengimplementasiannya bersifat bebas karena menyangkut tentang tata krama, sehingga dalam hal ini  dapat dikatakan bahwa tergerusnya Budaya Mappatabe’ merupakan salah satu efek dari pengaruh modernisasi.
Perlu kita garis bawahi bahwa pergeseran nilai-nilai budaya mappatabe’  tidak terlepas dari modernisasi  yang berkembang dalam aspek budaya Dunia barat yang mendotrin anak untuk ikut membudayakan kebiasaan orang barat, yang di karenakan tuntutan zaman yang semakin maju.Â
Dampak yang signifikan dari adanya modernisasi dalam suatu bidang budaya yaitu berkembangnya budaya Barat di Indonesia yang sebenarnya bertentangan dengan nilai dan norma sosial yang ada di Indonesia, selain itu perkembangan teknologi juga memberikan perubahan terhadap kehidupan.Â
Terlepas dari fungsinya yang memberikan kemudahan terhadap masyarakat dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, teknologi juga berkembang bersama dampak negatif yang dihasilkannya, yang di mana salah satu dampak tersebut yaitu menjadi pemicu anak mengalami krisis atau kemunduran moral.Â
Tata krama, sopan santun yang kini mulai luntur terlihat dari cara anak yang mulai berbicara dengan nada keras di depan orang tua yang dalam bahasa bugis (Ma’bali-bali), berani memotong pembicaraan orang tua, mondar-mandir di depan orang tua, menghiraukan nasihat orang tua, dan masih banyak kebiasaan-kebiasaan lain yang mulai dilakukan oleh anak-anak sehingga tergerusnya moral saat ini.Â
Anak juga terkesan individualis dan kurang melakukan interaksi atau sosialisasi, maka tak heran jika anak lebih tertarik dan mudah mengenal teknologi-teknologi yang maju dibandingkan dengan tradisi-tradisi yang condong terkesan kuno.
Ditinjau dari berbagai permasalahan tergerusnya budaya lokal, pendidikan merupakan aspek yang dapat dijadikan sebagai media atau metode pembelajaran dalam pembentukan moral anak. Namun sayangnya, kurangnya pendidikan tentang bersikap baik terhadap orang lain masih kerap diabaikan oleh orang tua.Â
Padahal memiliki tata krama ataupun sopan santun dapat berguna bagi anak kedepannya untuk berteman, memiliki relasi, hingga menumbuhkan empati dalam diri anak.