“Hai manusia,
Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan
dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa
dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. . .”
Al-Hujuraat:13
One Earth One Sky One Humankind adalah visi yang diusung oleh Anand Krishna, meski diakui oleh dirinya sendiri bahwa visinya tersebut bukanlah merupakan sesuatu yang baru. Namun menurut saya visi tersebut menjadi sesuatu yang amat dibutuhkan oleh masyarakat dunia saat ini, dimana begitu banyak tembok yang memisahkan antara satu manusia dengan manusia lainnya berdasarkan suku, ras, agama dan dan tradisi budaya yang berbeda-beda.
Begitu banyak dinding yang memisahkan manusia dari manusia lainnya, bahkan memisahkan manusia dari kemanusiaannya sendiri. Seolah-olah hamparan luas bumi ini menjadi begitu sempit oleh kotak-kotak yang memenjarakan jiwa, mengebirikan nilai-nilai kemanusiaan sehingga tidak lagi dapat melihat keberagaman sebagai sebuah anugerah dari sang pencipta. One Earth One Sky One Humankind adalah sebuah keniscayaan yang diperlukan adalah kesadaran untuk melihat bahwasanya perbedaan yang ada bukanlah untuk memisahkan manusia satu dengan lainnya, perbedaan yang ada adalah untuk saling melengkapi, saling mengenal dan saling berkerjasama untuk menghias wajah kehidupan menjadi sesuatu yang indah. Hari Bhakti Bagi Ibu Pertiwi
Pada tahun 2004 Menteri Pertahanan RI, Joewono Soedarsono, mencanangkan hari 1 September sebagai hari Bhakti Bagi Ibu Pertiwi. Pencanangan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk menumbuhkan kembali semangat persatuan dan cinta kepada Ibu Pertiwi, yang mengalami kemerosotan akibat fanatisme, dan lebih dari itu ditujukan untuk membangkitkan kembali kejayaan Bangsa Indonesia dalam peradaban dunia. Sebuah Upaya Untuk Melihat Dan Merasakan Indahnya Keberagaman
Tujuan dari pawai tersebut bukan untuk berfoya-foya, bukan juga untuk berhura-hura ria. Melainkan untuk memperbaharui komitmen bersama lewat “Inner Peace, Communal Love and Global Harmony” bagi terwujudnya suatu masyarakan berkesadaran yang tidak lagi mempersoalkan latar belakang suku, ras, agama, dan tradisi budaya yang berbeda-beda. Satu Ikatan Cinta Yang Membungkus Perayaan
Para perserta berpakaian dengan ciri khasnya masing-masing berjalan berarakan sambil bernyanyi, menari dan memainkan alat musik. Pawai ini mengundang perhatian dari masyrakat sekitar yang dengan antusias mereka turut pula mengikuti jalannya perayaan. Baik peserta dan masyarakat larut di dalam keberagaman untuk merayakan keberagaman. Cinta Adalah Satu-Satunya Solusi Ada kegembiraan yang menyeruak ke udara panas siang itu, bahwasanya cinta adalah memang satu-satunya solusi untuk dapat membuat kita hidup rukun dalam kebera
Ada satu ikatan getar cinta yang membukus perayaan tersebut, ada satu ikatan getar cinta yang mempersatukan semua yang ada pada hari itu untuk ikut larut bergembira di dalam keberagaman. Para peserta pawai, panitia, pedagang, tukang becak, tukang andong, turis, amsyarakat sekitar semua larut di dalam keberagaman dalam ikatan cinta di siang terik jogja hari itu.
Semoga Anda juga sedang memimpikan, mimpi yang saya impikan itu agar kita semua dapat bangkit “keindonesiaan-nya”. . .
“Karena,
Hanya Kebangkitan-“mu” yang dapat menyelamatkan negara ini . . .
Kebangkitan-“mu”,
Wahai pejalan kaki yang tak pernah mengenal lelah . . .
Kebangkitan-“mu”,
Wahai petani yang penuh peluh di sawah . . .
Kebangkitan-“mu”,
Wahai wong cilik dan wong gede . . .
Kebangkitan si kaya dan si miskin, kebangkitan seluruh Bangsa Indonesia . . .
Kebangkitan “keindonesiaanmu”!
Anand Krishna
= = Jakarta, 04 September 2013. Photo Oleh: Prabu Dennaga
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H