Di belakang tempatnya menjual terhampar kuburan China. Dimana orang-orang China yang meninggal di kota ini biasanya di makamkan di belakang tempatnya Nurul menjual sekarang.
Tidak ada ketakutan apa lagi kekhawatiran yang berlebihan, karena jalanan sangat ramai sabang waktu. Terlebih tidak hanya dia seorang  menjual, ada beberapa lapak yang berdiri di pinggir jalan dengan menjual aneka makanan dan minuman.Â
Saya bertemu Nurul ketika singgah dan membeli buah-buahan di tempatnya menjual, Senin, 17 Januari 2022. Karena ada satu urusan penting, saya kembali berpijak di kota paling timur Pulau Sumbawa ini. Saya tidak sendiri. Dengan menggunakan mobil jenis Inova saya bersama beberapa orang.
Sebut saja, Pak Haris, Pak Nurdin, Bang Syarif, Yusuf, Firdaus dan Wawan sebagai driver kami. Kami datang beramai-ramai untuk menikmati di awal pekan ini untuk menyelesaikan satu agenda yang kami anggap cukup urgen untuk segera tuntaskan.Â
Hampir seharian kami berada di kota Bima. Menyambangi beberapa tempat lalu melerai setiap agenda yang sudah direncanakan sehari sebelumnya.
Setelah di rasa tuntas, kami pun memutuskan pulang. Pada saat pulang ini lah mobil kami berhenti di depan lapaknya Nurul.
Saya sendiri yang memutuskan bertransaksi dan berbincang dengan Nurul. Dia menyambut saya dengan hangat. Sebagai penjual tampaknya Nurul harus ramah terhadap setiap pembeli yang datang.Â
Saya menunjuk satu jenis buah. Salak. Ya salak yang saya beli untuk dimakan bersama selama perjalanan. Saya membeli dua kilo dengan harga Rp. 45.000. Satu kilo salak dari Lombok dan satu kilo salak dari Bali. Berbeda asal muasalnya berpengaruh pula pada harganya.
Jika salak Bali dibandrol satu kilonya dengan harga Rp. 20.000, sementara salak dari Lombok di jual dengan harga Rp. 25.000. Ketika ditanya mengapa berbeda.Â
"Kalau salak dari Lombok terasa manis, sementara salak Bali rasanya agak kecut" Ungkap Nurul memberi penjelasan.Â