Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Trip

Di Pantai Situs Nangasia, Pelakor Itu Berkisah

24 Agustus 2021   08:15 Diperbarui: 24 Agustus 2021   08:26 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri. Pantai Situs Nangasia
Dokpri. Pantai Situs Nangasia
Dokpri. Pantai Situs Nangasia
Dokpri. Pantai Situs Nangasia
Dengan jujur ia berkata, bahwa banyak lelaki hidung belang yang datang menghampirinya, seusai bercerai. Tapi di matanya, belum ada yang benar-benar serius untuk berijab kabul di depan penghulu. Ada yang datang tapi hanya ingin mencumbuinya, melepas hasrat, lalu pergi meninggalkan lembaran rupiah dan duka. 

Kebanyakan lelaki bejat itu, datang dengan segudang janji demi meraih kenikmatan sesaat pada tubuhnya yang masih terawat mulus. Tapi semua itu dihempasnya dengan sejuta alasan, hanya untuk menghindari sahwat dunia yang sementara.

Yang sulit diterimanya ketika banyak pihak mengalamatkan kata Pelakor padanya. Awal mendengar kata itu, ia begitu risih dan membuat hari-harinya tidak nyaman. 

Namun seiring berjalannya waktu, ia mulai berdamai dengan kata itu. Baginya, di dunia ini tidak ada satu pun manusia ingin dilahirkan menjadi miskin, menjadi budak atau menjadi manusia dengan kulit hitam arang. Sama hal dirinya yang tidak pernah ingin menjadi janda. Semua orang ingin bahagia, dan hidup makmur di atas bumi tuhan ini bersama lelaki yang tulus mencintainya.

Dokpri. Suradin
Dokpri. Suradin
Setelah lama bercerita, malam mulai gelap, senja kembali keparaduan, lalu  tiba-tiba ia sandarkan kepalanya di pundak saya dan berkata lirih.

"Bisakah abang mengisi relung hati yang kosong ini, lalu bersama-sama mengarungi samudra kehidupan berdua, hanya berdua bang" Bujuknya

Mendengar itu, saya hanya terdiam sembari menikmati harum semerbak tubuhnya yang dibaluti pakaian yang dibiarkannya melorot. Ia memeluk hangat. Kami mulai menyelam dalam kenikmatan yang tak terhindarkan. Jari jemari bergerak pelan tapi pasti, merambah  seluruh titik sensitifitasnya. Tarikan nafasnya membuncah hasrat kimiawi kelelakian ini.

Bisakah tidak melanjutkan kisah ini, karena di sini saya sedang mengangkasa bersamanya di langit-langit duniawi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun