Sapuan mentari sore masih menyapa semesta, ketika saya memandang hamparan persawahan yang menghijau. Padi. Jagung. Mereka tumbuh subur menatap langit tuhan yang maha mulia. Dari kejauhan, gunung di ujung sana masih berdiri kokoh. Dengan keangkuhannya ia mengelilingi perkampungan. Desiran angin membuat dedaunan mendesis pelan. Harmonis, itu kata yang menggambarkan suasana semesta saat ini.
Sejenak berdiri di pematang sawah. Menutup mata. Menyelam dalam-dalam suasana alam. Semesta bersemi. Alam hadir bak bidadari dalam angan yang dilangitkan. Menari-menari dalam misi hidup yang tak berkesudahan. Di sini ada asa yang masih terpendam. Masih terus terjaga dalam diam.
Ada harapan masih mekar bak bunga di taman. Mendidih bak air di bibir priuk. Menepikan semua kendala. Harapan harus terus diwartakan demi satu misi hidup yang mulia. Tidak untuk sendiri, tapi memberi arti pada semesta. Berbuat kemaslahatan untuk sesama agar tuhan tersenyum lebar sembari mengusap kepala hamba yang terus bermunajat. Kepadanya semua impian dilangitkan. Jika senangnya datang, maka keberkahannya menghampiri.
Dalam menyelam makna hidup. Pundak tiba-tiba disentuh tangan halus penuh kelembutan. Gadis itu datang memberi kabar agar saya segera bergegas. Ilalang yang tumbuh subur di pematang sawah menggerakan tangan untuk menebasnya dalam tenang. Tajamnya ujung parang merebahkan setiap batang ilalang lalu, memberi ruang pada tanaman lain melihat langit biru.
Gadis itu hendak hilang bersama angin. Datangnya tak berkabar, perginya pun tak hendak pamit. Tak apalah. Dia memang seperti itu. Seperti bidadari lain yang selalu di dongengkan ibu, kala menjemput mimpi jika malam tiba. Tapi harap ia tahu, di sini selalu merindu jika sepi menyelimuti hari. Ia sangat berarti untuk menemani, jika duri kehidupan hendak menusuk. Hanya menaruh harap, semoga ia bisa kembali untuk menemani hingga ujung hari tiba.
Tapi saya ada di sini. Menikmati senja temaram di awal bulan Juli 2021. Di sini kami meniatkan hasrat untuk  membangun dangau di atas parit kecil di ujung sawah, Desa Daha, Kecamatan Hu'u, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat. Kami mengambil ilalang yang masih menghijau. Menahan terik matahari dan hujan yang setiap saat membasahi bumi. Jika itu terjadi, ilalang menjadi tempat bernaung dalam menjalani hari. Walau kecil, dangau yang dibangun cukup anggun sebagai tempat untuk berteduh.
Di tempat ini biasa kami menyulam kisah bersama dalam lajunya waktu. Kebersamaan di bangun atas misi bersama dalam mewujudkan impian yang sama-sama pernah ditautkan.
Kami yakin, bahwa dengan begini, akan memudahkan langkah. Langkah yang terus dipacu walau sesekali tertusuk duri. Kadang menepi untuk menyembuhkan luka. Jika sembuh berhasrat memulihkan, kembali kaki mengayuh demi satu harapan yang terus hidup. Kami percaya jika bersama, semua memudah dalam setiap momen. Kami saling melengkapi satu sama lain. Memberi support dalam setiap tindakan yang diambil demi kepentingan bersama.
Kisah hari ini akan menjadi saksi dan mematangkan serta melapangkan jalan kami ke depan. Kepada sang khaliq kami berserah diri. Tidak ada yang lain, karena Allah SWT semua disandarkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H