Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kisah Inspirasi Pemilik Kebun Kopi di Kaki Gunung Rinjani

5 Agustus 2020   21:42 Diperbarui: 5 Agustus 2020   22:01 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan karung kecil yang diikatkan di badannya, memudahkannya bergerak memetik kopi. Sebelum karung benar-benar penuh, kopi kemudian digabungkan dengan kopi yang lain dengan wadah yang berbeda.

Dok. Nursaat
Dok. Nursaat
Dok. Nursaat
Dok. Nursaat
Di lahan 2,5 hektar miliknya ditumbuhi kopi robusta, arabika dan kopi plung. Selain kopi, juga ada pohon advokat, cengkeh, manggis, dan durian. Namun kali ini, ia sedang memanen ketiga jenis kopi miliknya. Pada saat memetik, kopi-kopi itu dipisahkan sesuai jenisnya dan kemudian di kumpulkan dalam satu wadah sebelum diproses lebih lanjut.

Ia bercerita, lahan itu dibelinya kepada warga lokal setempat. Hanya saja, pohon-pohon kopi ketika itu terlihat tidak terurus. Ketika memperhatikan pangsa pasar kopi, ia dengan tekun merawat, memelihara dan memproses sendiri kopinya. "Saya beli lahan sudah ada kopinya tahun 2016 silam, kepada warga lokal yang bernama pak Tamrin. Dan Lahan ini milik Perhutani dan hanya hak guna pakai saja" Tuturnya pada saat minum kopi di kebunnya.

Dalam satu tahun, sekitar bulan ke empat ia sudah mulai memanen kopinya. Dan kopi paling awal di panen adalah Arabika. Bahkan bisa juga bersamaan, ketika kopi yang lain sudah banyak yang merah. Sejauh ini ia memetik kopi hanya ditemani istri dan anaknya. Jika sudah penuh karung yang ukuran beras sembako, ia langsung memutuskan pulang ke rumah.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dari ketiga kopi yang dipetiknya, Arabika yang paling cepat laku dan banyak di minati. Media sosial tak digunakannya untuk mempromosikan kopi miliknya. Baginya biarkan selera pelanggan yang nantinya mengabarkan ke semesta bahwa kopi miliknya pantas untuk kembali dinikmati. Ia tidak punya brand. Bukan tidak mau. Tapi menurutnya, ketika ia punya brand sendiri maka akan menutup peluang bagi pelanggannya yang nota bene punya brand sendiri untuk menjajakan kopi hasil olahannya.

Bahkan sejauh ini, kopi miliknya telah menyapa kota-kota di Indonesia seperti Mataram, Jakarta dan Ambon. Bahkan negara seperti Malaysia, Vietnam, Inggris, Prancis, Australia, New Zealand, Amerika Serikat dan Turki telah merasakan nikmatnya kopi asal desa Senaru ini. Kemudian bagi pelanggannya yang ada di pulau Lombok, bisa langsung datang ke rumahnya, sedangkan bagi yang di luar pulau, akan dikirimkannya lewat agen tertentu. 

Kopi yang dijual, umumnya sudah berbentuk serbuk tanpa dicampur dengan  bahan yang lain. Tetapi ada pula yang berbentuk biji kering yang sudah dibungkus. Dijualnya pun tidak mengikuti harga pasar, bahkan  selalu mengambil harga di bawah harga yang berlaku umum. 

Menurutnya, ini memberikan peluang bagi mereka yang mengambil kopi miliknya bisa mendapatkan keuntungan juga. "Kalau harga pasar 100 ribu per kilo, maka saya jual 80 ribu, supaya bagi-bagi rejeki. Kenapa saya kasih mahal sedangkan Allah sudah kasih banyak buat saya." Ujarnya.

Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Ia menuturkan, menjual kopi bukan diniatkan seutuhnya untuk memanen rupiah tanpa memikirkan pelanggan. Kopi dijadikannya sebagai saluran untuk mengais pertemanan. Mengikat persaudaraan. Melanggengkan persahabatan agar bisa sama-sama senyum merekah kala mentari menyapa semesta sambil menyeruput kopi. 

Baginya, dengan kopi ia ingin berbagi kebahagiaan, menghidupkan harapan, agar semua orang mendapatkan kebahagiaan bila ada tambahan rezeki lewat kopi yang dijualnya. "Saya sudah mendapatkan rezeki dari Allah dengan memiliki kebun kopi, dan saya ingin dengan kopi yang saya punya bisa memberikan rezeki juga buat yang lain" Jelasnya

Selain memanen, mengolah tanpa memasarkannya dengan tidak begitu masif. Ia hanya fokus meningkatkan kualitas kopi yang dihasilkannya saja. Pengalaman mengikuti pelatihan pengolahan kopi, memberikan secercah modal ilmu untuk mengembangkan kualitas kopinya agar tetap enak dinikmati oleh semua kalangan.

Dok. Nursaat
Dok. Nursaat
Dok. Nursaat
Dok. Nursaat
Dok. Nursaat
Dok. Nursaat
Ketika saya bertanya rencananya ke depan. Sesaat ia terdiam. Pandangannya menyapu sekitar. Tiba-tiba nadanya merendah saat memulai bercerita.  Ia menyadari bahwa dirinya di masa mendatang tidak kuat seperti sekarang. Dirinya pasti akan menua bersama jalannya waktu, sedangkan anak-anaknya tentu masih membutuhkan  biaya untuk melanjutkan studi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun