Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kisah Inspirasi Pemilik Kebun Kopi di Kaki Gunung Rinjani

5 Agustus 2020   21:42 Diperbarui: 5 Agustus 2020   22:01 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ADZAN subuh berkumandang yang tak jauh dari kediamannya. Dia sudah bangun. Udara dingin gunung Rinjani bukanlah suatu pantangan baginya untuk memulai hari. Setelah menunaikan kewajiban menghadap ilahi. Semua peralatan untuk kebutuhan memetik kopi dipersiapkannya. Motor dinyalakan. Dipanaskan sesaat, sebelum melaju ke kebun miliknya di bawah kaki gunung Rinjani.

Sesaat kemudian, gunung Rinjani yang menjulang tinggi di belakang rumahnya mulai tersapu mentari. Senyumnya merekah. Sapuan cahaya sang fajar menyapa wajahnya yang anggun, seolah ingin mengatakan kepada semesta saatnya memulai hari. Kabut yang menyelimuti, perlahan mulai bergeser. Kembali ia ceria. Terlihat riang. Walaupun sudah cukup lama insan dunia yang terpesona dan berdecak kagum akan keindahan gunung Rinjani harus lebih bersabar.

Dokpri. Minum kopi di rumahnya Pak Nursaat
Dokpri. Minum kopi di rumahnya Pak Nursaat
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Dokpri
Namun pria itu, tetap menatap hari penuh keyakinan. Menurutnya, gunung Rinjani menjadi bagian dari semesta yang sama dengannya. Mereka saling menjaga dan menghormati satu sama lain. Saling memberi tanpa pernah saling menuntut. 

Mereka begitu harmonis. Hanya saja untuk saat ini karena suatu kebijakan, gunung Rinjani dibiarkan merangkul sepi sendiri. Namun demikian gunung Rinjani tak pernah berhenti tampil anggun dan mempesona untuk menyapa semesta.

Selama ditutupnya gunung Rinjani karena gempa dan corona. Berkebun menjadi kesehariannya. Ia biasa ditemani istrinya, dan kadang pula anaknya. Ketika semua roda ekonomi terhenti, ia masih memiliki kesibukan. 

Pekerjaan menjadi porter yang dilakoninya harus sesaat terhenti. Resort dan homestay yang berjejer di bawah kaki gunung Rinjani pun terlihat sepi tanpa pengunjung. Roda ekonomi masyarakat setempat seketika mandek. 

Ketika banyak warga setempat harus memutar otak untuk mendapatkan penghasilan agar dapurnya tetap mengepul. Namun berbeda dengan dengan dirinya. Segala jenis tanaman di kebunnya, masih mampu memenuhi kebutuhan keluarganya.

Namanya Nursaat. Ia tidak pernah mengeluh dengan keadaan. Setiap tarikan nafasnya, ia selalu bersyukur. Pengalaman hidup telah banyak mengajarkannya bagaimana bertahan dalam situasi sulit. 

Masa lalunya menjadi tukang ojek, bekerja di PU serta menjadi porter, telah memberinya segudang modal pengalaman yang ia jadikan kompas dalam membuka jalan terangnya dalam menjalani hari. Ketika situasi serba tak menentu karena keadaan. Ia memilih fokus berkebun.

Dokpri. Pak Nursaat
Dokpri. Pak Nursaat
Dokpri. Minum kopi di kebun
Dokpri. Minum kopi di kebun
Pagi ini, ketika terang tanah dengan ditemani istrinya ia pun meluncur ke kebun yang tak jauh dari pintu Senaru pendakian gunung Rinjani. Di kiri kanan jalan, pohon kopi miliknya begitu rindang. Beberapa pohon menyuguhkan buah yang kemerah-merahan seolah ingin memberikan kabar bahwa siap untuk dipanen. Dipetiknya begitu hati-hati. Untuk menjaga kualitas kopi, ia hanya memetik yang merah saja.

Saya bersama dua kawan, berkesempatan menyambanginya di kebun. Ketika melihat kami datang, senyumnya merekah. Semua kalangan mengenalnya sebagai pribadi yang murah senyum dan mudah bergaul dengan siapa pun. Ketika saya mengutarakan niat untuk membantunya memetik kopi, ia hanya tersenyum dan mengangguk sekenanya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun