KATA orang bijak perjudian terbesar dalam hidup adalah memutuskan untuk menikah. Menikah memang umumnya mempertemukan dua sejoli yang berlawanan jenis untuk memutuskan hidup bersama dalam satu ikatan yang bernama pernikahan. Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, tidak semua pasangan bisa sampai di masa ujur atau bahkan dipisahkan oleh maut. Tidak sedikit pula yang berpisah di tengah jalan, bercerai karena merasa tidak cocok atau tidak se-ia se-kata lagi.
Bagi orang yang sudah menikah dan memiliki keturunan, kehidupan setelah menikah tentu berubah sekian derajat, jika dibandingkan sebelumnya. Sebab, tanggungjawab, baik sebagai suami-istri dan orang tua dari anak-anak-Nya tentu sudah melekat dan diemban di pundak.
Oleh karena itu, sebelum menikah paling tidak mempersiapkan  mental dan kesiapan mengemban amanah yang nantinya menjadi tanggungjawab sepenuhnya. Salah satu caranya adalah meminta arahan serta pencerahan dari orang-orang yang  sudah makan asam garam dalam mengarungi rimba raya kehidupan pernikahan. Hal ini bisa ditanyakan kepada orang tua, sanak saudara dan orang-orang yang bisa memberikan arahan bagaimana langkah yang bisa diambil setelah memutuskan menikah.
Namun dalam merayakan pernikahan sangat bergantung pada adat, budaya, agama, tempat (Kota atau Desa) serta lingkungan dimana tempat berasal. Dalam melaksanakan acara pernikahan seperti di kampung saya yang jauh dari hiruk pikuk kehidupan perkotaan. Acara pernikahan masih menguatnya sistem kekerabatan. Dimana acara pernikahan masih melibatkan kekompakan serta gotong royong masyarakatnya.
Hari ini, Â Senin, 8 Juni 2020, di Dusun Ruhu Ruma, Desa Rasabou, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, dilaksanakan persiapan pernikahan. Sebelum melaksanakan acara puncak, ada beberapa acara yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat seperti hari ini adalah Ngaji Jama (acara mengaji).Â
Dalam persiapan, warga sekitar berbondong-bondong membangun tenda dengan menggunakan  bambu, kayu dan terpal. Semua kebutuhan pembuatan tenda diambil dari warga sekitar tanpa dibayar sepeserpun.Â
Semua gratis. Walaupun beberapa tahun belakangan sudah ada warga masyarakat yang sudah menggunakan tenda terong yang bisa dibayar dalam acara pernikahan maupun sunatan, tapi tidak lantas gotong royong membuat tenda hilang begitu saja.
Dalam pembuatan tenda seluruh-Nya dikerjakan  oleh laki-laki, sedangkan perempuan-Nya disibukkan dengan masak-memasak di dapur. Mereka berjibaku dengan kepulan asap, mengupas bawang, menggoreng ikan, dan mengatur semua persiapan konsumsi.
Dalam persiapan acara pernikahan seorang warga setempat seperti yang disebutkan sebelumnya, puluhan warga dan pemuda tanpa diajak mereka ikut nimbrung dengan yang lain untuk bersama-sama mempersiapkan berbagai kebutuhan untuk kesuksesan acara.
Kekompakan seperti ini masih terlihat dalam berbagai acara dan kegiatan di masyarakat pedesaan. Sistem kekerabatan masih cukup kuat dalam menjaga keharmonisan untuk saling membantu satu sama lain.Â