Mohon tunggu...
Suradin
Suradin Mohon Tunggu... Duta Besar - Penulis Dompu Selatan

Terus Menjadi Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Menjadi Murid Semesta yang Baik

24 April 2020   12:30 Diperbarui: 24 April 2020   12:52 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


KADANG saya mengutuki diri sendiri atas ketidakmampuan berbicara dengan retorika yang mempesona di depan banyak orang. Saya sering minder dan tidak percaya diri, jika ingin mengutarakan gagasan kepada lawan bicara, apa lagi di ruang- ruang diskusi. Saya justru sangat mengagumi kawan-kawan yang memiliki kemampuan mengutarakan gagasan dengan runut, sistematis, serta pilihan kata-kata yang mumpuni.

Ketika saya mendapat kesempatan bicara, saya hanya bisa menimpali sekenanya, tanpa mampu mengutarakan ide secara baik. Kadang saya menyaksikan lawan bicara tidak terlalu tertarik tentang apa yang saya sampaikan. 

Sehingga saya kadang merasa tidak perlu menyampaikan sesuatu, karena tidak menarik. Sehingga dalam kondisi yang demikian, saya kadang memilih diam, dan mendengarkan.

Semakin ke sini, saya mulai menyadari kelemahan ini. Saya mendapatkan banyak sumbangan pengetahuan dari lawan bicara, dengan kemampuan mereka mengutarakan banyak teori, karena bacaan yang berkelas, saya nampaknya tidak perlu lagi membaca buku yang mereka pelajari, karena sudah mendapat intisarinya.

Dokpri
Dokpri

Dulu, di zaman mahasiswa, saya mencoba peruntungan untuk mendapatkan kesempatan mengasah kemampuan, terlebih kemampuan berbicara yang baik. Lagi lagi saya tidak mampu mengekspor kemampuan saya secara baik, saya selalu gagal dalam menyampaikan sesuatu secara sempurna. Kadang saya mengeluhkan kelemahan ini dalam setiap momen, seharusnya saya bisa memanfaatkan kesempatan, ketika menjadi ketua umum di suatu organisasi. Tapi lagi-lagi gagal. Tapi saya tidak menyerah.

Saya mengenal banyak kawan yang memiliki kemampuan bicara yang mampu menghipnotis banyak orang. Ketika ia berorasi, semua orang terpukau dengan penyampaiannya. Ia berdiri di podium, suaranya menggelegar, memecah keheningan, gerakan tangannya menegaskan apa yang sedang ia sampaikan. Hingga pendengar pun merasa takjub, retorikanya membahana di udara, semua telinga mendengarkan dengan jernih kata demi kata yang keluar dari mulutnya. Setelah menyudahi, ia mendapatkan tepu tangan yang riuh dari semua pendengarnya.

Namun demikian, selama bejibung  di alam organisasi kemahasiswaan. Saya menemukan banyak karakter, dan ternyata kemampuan retorika bukan satu-satunya dibutuhkan, walaupun itu cukup penting. Dari pengalaman itu, saya mencoba merumuskan beberapa hal yang menjadi pembeda antara satu dengan yang lain.

Pertama, ada yang memiliki retorika yang mumpuni dan cukup diandalkan untuk meyakinkan orang lain dalam menyampaikan tujuan kegiatan. Tapi kadang kala, diantara sosok seperti ini tidak mampu mengejawantahkan yang ia sampaikan sendiri. Ia mampu mengurai benang merah suatu kegiatan secara runut, sistematis, namun ketika saat melaksanakan hasil kesepakatan, kadang sosoknya tidak mampu menunjukan batang hidungnya. Ia hanya sebagai konseptor tapi miskin tindakan.

Kedua, ada karakter yang puasa bicara selama diskusi dan musyarawah. Ia menikmati jalannya diskusi tanpa mengeluarkan sepotong ide sekalipun, ia hanya sesekali meneguk kopi hitam di tempat diskusi. Namun, sosok seperti ini sangat sigap ketika diberikan kesempatan untuk melaksanakan hasil keputusan bersama dalam suatu rapat. Sosoknya menjadi penting, ketika yang lain miskin action, ia hadir tepat waktu menindaklanjuti segala apa yang bisa dilakukan. 

Bahkan saking semangatnya, kadang tanggungjawab yang dibebankan kepada pihak lain diborong semua olehnya. Tapi ketika diminta untuk memaparkan hasil kerjanya pada saat rapat evaluasi, malah yang lain ditunjuk untuk mewakilinya. Ia hanya bisa bekerja, tapi tidak tertarik memaparkan hasil kerja secara lisan. Sosok seperti ini kaya action tapi miskin retorika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun