DOMPU merupakan salah penghasil jagung nasional. Hampir semua gunung sudah digunduli di beberapa kecamatan di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat untuk memenuhi kebutuhan jagung nasional.
Pada liburan karena pendemi Covid-19 ini, saya kembali berkesempatan mendaki gunung, walaupun gunung yang saya sambangi kali ini, merupakan gunung yang sudah ditanami oleh ribuan hektar jagung.
Kami harus menempuh perjalanan sekitar 2 kilo meter untuk sampai di atas gunung. Saya dan rombongan menempuh jalan yang berkelok-kelok, sesekali menyelah di antara rimbunan batan jagung dan melewati aliran sungai untuk sampai ke tempat tujuan.
Ladang yang kami datangi ini, paling ujung di atas gunung, berbatasan langsung dengan ladang warga yang belum di tanami dengan tanaman apapun.
Amimsyam, yang memiliki ladang yang kami kunjungi, mengungkapkan bahwa ladang ini dibuka tahun 2019, dan baru ditanami jagung awal tahun 2020. Ladangnya yang luas sekitar 2 hektar semuanya di tanami jagung, dan setiap malam harus tetap terus dijaga dari gangguan babi hutan.
"Biasanya yang agak kesulitan adalah jauh dari tempat mengambil air minum, dan perjalanan menuju bale untuk tempat penginapan sangat menguras tenaga. Tapi karena untuk membantu orang tua, saya tetap selalu datang ke ladang," Ujarnya.
Badan kami yang telah berpeluh keringat selama perjalanan, sesaat itupun ikut kering karena udara di atas gunung sangatlah sejuk.
Beberapa saat kemudian, di antara kami mengumpulkan potongan kayu yang digunakan untuk membakar jagung.Â
Walaupun jagung yang ditanam hampir memenuhi sebagian besar gunung adalah jagung merah, namun di beberapa titik juga ditanami jagung putih yang dikonsumsi sendiri.
Di balenya yang sederhana yang diatapi dengan terpal biru, Amim, begitu biasa ia disapa, selalu datang menjaga dan memantau perkembangan jagungnya.
Walaupun umurnya masih belasan tahun, ia sudah bisa menjadi seorang petani jagung yang produksi. Di bawah bimbingan orang tuanya, Amim tidak pernah khawatir apa lagi takut jika menginap sendiri menjaga jagungnya di malam hari.
Di malam hari, ia hanya di temani sepinya malam, dan sesekali mendengar suara jangkrit di sela-sela batu, dan ketika mendongak keluar di balenya, ia bisa menyaksikan cahaya lampu dari kejauhan, baik dari ladang warga, maupun dari kampung sebelah.
Berbulan-bulan lamanya ia menjalani aktifitasnya menjadi seorang petani jagung, dan tak terasa tidak lama lagi jagungnya akan segera di panen. Karena di beberapa titik, jagungnya sudah menandakan kemerah-merehan yang memberikan sinyal bahwa tidak lama lagi akan segera ditebang.
Kali ini, kami berkesempatan untuk menyambangi ladangnya. Di balenya yang sederhana, kami menikmati jagung hasil tanamnya beberapa bulan yang lalu. Sambil menikmati jagung bakar, saya mengajaknya untuk berbincang-bincang tentang pengalamannya menjadi seorang petani.
Padanya saya belajar ketekunan, kesabaran dan keuletan, walaupun umurnya masih belasan tahun. Ia tidak memilih menjadi anak yang berpangku tangan, dan merenge-renge kepada orang tuanya untuk dibelikan sesuatu.Â
Ia menempa dirinya dengan kerja keras, pantang menyerah dan memberikan pelajaran kepada anak-anak seusianya di luar sana, yang manja, pemalu, dan masih membutuhkan belas kasih dari orang tuanya.
Amim adalah satu dari sekian anak, yang memilih jalan hidup yang penuh tantangan, penuh kerja keras dan menantang hidup dengan penuh keyakinan. Ia tidak dikelabui oleh media sosial yang menyita waktu, tidak mengulur-ngulur waktu untuk ke ladang hanya karena sedang menonton drama Korea penuh kisah cinta yang lebay.
Padanya semesta bergumam, bahwa Amim adalah seorang anak remaja yang patut dicontoh dan menampar kemapanan berpikir kebanyakkan anak seusianya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI