Pertemuan sangat mengesankan bukan!Â
Waktu sangat cepat berlalu, melaju dengan bersama angin, menerpa batang-batang pohon yang sedang rapuh, dan daun-daunnya berguguran di tanah.Â
Ketika saya menyelesaikan studi di kampus, saya memutuskan kembali ke kampung halaman. Dan alhamdulah halamannya masih ada. Di kampung, saya diberi kesempatan untuk mengabdikan diri di SMKN 1 Hu, u, selama dua tahun. Selama dua tahun itu saya mengenal dan bersahabat baik dengan orang hebat, dan saya berguru kepada mereka.Â
Kembali saya dipertemukan dengan Pak Syafruddin dengan profesi yang sama, yakni menjadi staf pengajar di salah satu kampus swasta di Kabupaten. Beberapa kali saya menumpang motor pak Syafruddin ketika sama-sama mengajar ke kampus. Bahkan masih segar diingatan, bahwa gaji pertama saya dibawakan langsung oleh pak Syafruddin ke rumah. Batin saya tersentuh.Â
Awal-awal saya masih canggung dengan pak Syafruddin, bagaimana pun beliau adalah guru saya. Guru yang menitip ilmu, memberikan pencerahan, dan membimbing kala saya meminta arahannya. Kurang lebih satu tahun saya mengenalnya lebih dekat, sebelum saya memilih menetap di Kabupaten.Â
berapa hal yang tidak mungkin saya lupakan dan pelajaran hidup yang kini saya yakini dari pak Syafruddin adalah beliau suka membantu, beberapa kali kami makan di warung hampir saya tidak pernah bayar, beliau tidak mau dibayarkan bensin motornya, dan ketika dimintai bantuan selalu membantu. Saya masih ingat ketika menarik tangannya pada saat kami makan bersama di warung samping Pandopo Kabupaten, karena saya minta izin saya yang membayar dan beliau menolaknya.Â
BeCerita belum berakhir.Â
Kok panjang sekali? Tenang, ini cerita yang menginspirasi kawan. Lanjut.
Ketika saya dipilih dan diangkat menjadi ketua program studi sejarah di kampus, pak Syafruddin sangat mendukung penuh. walaupun saya tidak enak hati. Kenapa? Karena banyak dosen-dosen lain yang mumpuni, yang memiliki kepantasan untuk mengemban amanah menjadi ketua program studi, termasuk pak Syafruddin, yang nota bene adalah guru saya. Saya masih belajar kepada beliau, dalam banyak hal termasuk mengenai sejarah.Â
Namun, moment itu berakhir ketika saya memutuskan berhenti dan kembali merantau untuk mencari jati diri, kemudian pak Syafruddin menggantikan posisi saya menjadi ketua program studi. Sejak saat itu kamipun jarang bersua, dan hanya sesekali berbagi kabar.
Ketika dua tahun merantau, dan kembali melanjutkan mengembara di kota yang berbeda. Saya hanya sesekali saja berjumpa dengan Pak Syafruddin. Namun kini beliau tidak lagi menjadi guru biasa seperti dulu, pak Syafruddin kini sudah menjadi kepala sekolah di SMAKN 1 Hu'u, tempat dimana saya pertama kali dipanggil guru oleh para siswa.Â