"Jika ingin menjadi orang besar, berpikirlah besar, berbuatlah yang besar, dekat dengan orang-orang besar dan memohonlah kepada yang maha besar, In Shaa Allah pasti akan menjadi orang besar "
WAKTU berseragam abu-abu di sekolah menengah atas, saya mengenal beberapa guru yang cerdas dan disegani. Namun lain halnya dengan guru yang satu ini. Beliau adalah guru sejarah alumni Makassar, yang cukup disegani, sangar, serius namun dikagumi oleh banyak siswa.Â
Di kalangan siswa, pak Syafruddin, sangat ditakuti. Ketika zaman masih menggunakan kapur untuk menulis dipapan, beliau tidak segan melemparkan kapur ke arah siswa jika ada yang tidak serius, ribut dan membuat suasana kelas tidak kondunsif.Â
Ternyata hal itu tidak berubah ketika zaman kapur sudah berganti dengan zaman spidol dan proyektor. Pak  Syafruddin, tetap sama seperti yang dulu, disiplin, tegas, dan cerdas dan ditakuti tentunya.Â
Sosoknya memang dikenal demikian oleh sebagian besar siswa yang pernah diajarnya. Tapi ada kata bijak mengatakan 'jangan menilai buku dari sampulnya'. Bagi yang mengenalnya lebih dekat, lebih akur, lebih bersahabat tentu beliau adalah sosok yang sangat baik.Â
Belakangan saya mulai akrab dan bersahabat dengan pak Syafruddin. Hal ini berawal ketika saya bersatus mahasiswa yang menimbal ilmu di Kota Makassar. Ketika itu tahun 2008, bertepatan dengan musim libur, kami para mahasiswa yang menimbal ilmu di Kota Angin Mamiri melaksanakan  satu agenda kelembagaan selama musim libur.Â
Kami melaksanakan kegiatan seminar keorganisasian yang mengundang beberapa organisasi mahasiswa di kampung, yang juga menimba ilmu di beberapa kota lain di Indonesia. Pada kesempatan tersebut kamipun mengundang Pak Syafruddin, untuk menjadi moderator pada seminar yang kami selenggarakan.Â
Setelah seminar berakhir, saya memberanikan diri untuk mengajaknya berbincang. Kebetulan jurusan yang saya sambil di bangku kuliah sama dengan Pak Syafruddin ajarkan di sekolah. Saya meminta arahannya, pencerahannya bagaimana saya harus melangkah kedepan, dan bisa mendalami ilmu sejarah secara baik dan benar. Dengan tenang beliau memberikan  beberapa wejangan, dan hal-hal praktis yang bisa menjadi modal bagi saya dalam mengarungi rimba raya pengetahuan di tanah perantauan.Â
Pertemuan dengan pak Syafruddin ketika itu, masih segar diingatan saya hingga kini. Maindset  saya ikut tergeser sekian derajat, pak Syafruddin yang dikenal tegas, serius, kelihatan tidak nampak pada pertemuan waktu itu. Semua mengalir, mencair seperti embun pagi yang membasih keringnya tanah. Tak ada sekat, tak asa rasa canggung, semua berjalan apa adanya. Bahkan pak Syafruddin tidak menunjukkan karakter seperti yang kami kenal waktu di bangku sekolah dulu.Â
Pertemuan sangat mengesankan bukan!Â
Waktu sangat cepat berlalu, melaju dengan bersama angin, menerpa batang-batang pohon yang sedang rapuh, dan daun-daunnya berguguran di tanah.Â
Ketika saya menyelesaikan studi di kampus, saya memutuskan kembali ke kampung halaman. Dan alhamdulah halamannya masih ada. Di kampung, saya diberi kesempatan untuk mengabdikan diri di SMKN 1 Hu, u, selama dua tahun. Selama dua tahun itu saya mengenal dan bersahabat baik dengan orang hebat, dan saya berguru kepada mereka.Â
Kembali saya dipertemukan dengan Pak Syafruddin dengan profesi yang sama, yakni menjadi staf pengajar di salah satu kampus swasta di Kabupaten. Beberapa kali saya menumpang motor pak Syafruddin ketika sama-sama mengajar ke kampus. Bahkan masih segar diingatan, bahwa gaji pertama saya dibawakan langsung oleh pak Syafruddin ke rumah. Batin saya tersentuh.Â
Awal-awal saya masih canggung dengan pak Syafruddin, bagaimana pun beliau adalah guru saya. Guru yang menitip ilmu, memberikan pencerahan, dan membimbing kala saya meminta arahannya. Kurang lebih satu tahun saya mengenalnya lebih dekat, sebelum saya memilih menetap di Kabupaten.Â
berapa hal yang tidak mungkin saya lupakan dan pelajaran hidup yang kini saya yakini dari pak Syafruddin adalah beliau suka membantu, beberapa kali kami makan di warung hampir saya tidak pernah bayar, beliau tidak mau dibayarkan bensin motornya, dan ketika dimintai bantuan selalu membantu. Saya masih ingat ketika menarik tangannya pada saat kami makan bersama di warung samping Pandopo Kabupaten, karena saya minta izin saya yang membayar dan beliau menolaknya.Â
BeCerita belum berakhir.Â
Kok panjang sekali? Tenang, ini cerita yang menginspirasi kawan. Lanjut.
Ketika saya dipilih dan diangkat menjadi ketua program studi sejarah di kampus, pak Syafruddin sangat mendukung penuh. walaupun saya tidak enak hati. Kenapa? Karena banyak dosen-dosen lain yang mumpuni, yang memiliki kepantasan untuk mengemban amanah menjadi ketua program studi, termasuk pak Syafruddin, yang nota bene adalah guru saya. Saya masih belajar kepada beliau, dalam banyak hal termasuk mengenai sejarah.Â
Namun, moment itu berakhir ketika saya memutuskan berhenti dan kembali merantau untuk mencari jati diri, kemudian pak Syafruddin menggantikan posisi saya menjadi ketua program studi. Sejak saat itu kamipun jarang bersua, dan hanya sesekali berbagi kabar.
Ketika dua tahun merantau, dan kembali melanjutkan mengembara di kota yang berbeda. Saya hanya sesekali saja berjumpa dengan Pak Syafruddin. Namun kini beliau tidak lagi menjadi guru biasa seperti dulu, pak Syafruddin kini sudah menjadi kepala sekolah di SMAKN 1 Hu'u, tempat dimana saya pertama kali dipanggil guru oleh para siswa.Â
Semenjak menjadi kepala sekolah, tersiar kabar bahwa Pak Syafruddin melakukan banyak terobosan untuk kemajuan sekolah yang ia pimpin. Dan sangat di senangi oleh banyak guru, terkait kebijakannya yang dinilai baik.Â
Kenapa bisa tahu?Â
Saya mengenal banyak guru di SMAKN 1 Hu'u, mereka tidak pelit, ketika berbicara dan membandingkan setiap pemimpin yang pernah memegang kendali sekolah dari masa ke masa. Mereka telah mengabdikan diri, mulai dari awal sekolah berdiri hingga pak Syafruddin menjadi kepala sekolah. Mereka bisa menceritakan lembaran demi lembaran bagaimana sekolah itu melampaui waktu demi waktu. Bahkan setiap guru yang keluar masuk menjadi staf mengajar di sekolah mereka ingat sampai kini.Â
Kini, pak Syafruddin telah menakhodai kapal besar bernama SMKN 1 Hu'u. Di tangannya, dibawa kendalinya tidak cukup alasan untuk meragukan kemampuannya. Beliau telah melalui rimba raya ilmu pengetahuan dan pengalaman organisasi yang mumpuni yang bisa menjadi modal berharga baginya untuk membawa SMAKN 1 Hu'u berlabuh di pantai kejayaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H