Apa yang menjadi realitas hidup kita sekarang ini, saya rasa sebelumnya tidak sama sekali terpikirkan oleh kita. Sewaktu duduk di bangku sekolah dasar, mungkin kita belum memikirkan bagaimana tantangan yang akan kita hadapi di jenjang setelahnya, apatah lagi memikirkan tantangan ketika kita dewasa.Â
Realitas yang kita adapi, seolah mengguncangkan mentalitas kita sebagai seorang yang manusia dewasa. Kita dibenturkan dengan kenyataan yang berbalik, dari segala pikiran masa kanak-kanak.
Tetapi, sebagai seorang yang meyakini keberadaan Tuhan, di dalam setiap kejadian hidup yang terjadi. Tentu menjadi hal yang harus terus kita syukuri, karena kita masih dianggap sebagai hamba, maka Tuhan terus memberikan cobaan, sebagai bumbu dalam mengarungi hidup, dan kehidupan yang sebentar ini.
Dalam realitas yang berbeda itu, siapa yang tidak goyah hatinya? Masalah yang kecil, pasti selalu melintasi pikiran kita. Seolah ini dan itu adalah akhir dari segalanya, menjadi akhir dari cerita hidup kita. Padahal, itu adalah cara bagaiman kita di dewasakan oleh waktu dan keadaan.
Hati kita memang teramat "riuh" menanggapi, juga terlalu ingin "berenang" di laut yang dalam. Sehingga semua ingin kita lalui padahal kita belum menyiapkan bekal, bahkan ada yang belum menyiapkan perahu.
Kita terlalu momposisikan diri, pada kesusahan yang dibuat-buat sendiri. Padahal hidup ini seperti Bianglala, akan terus berputar dan kembali pada hal yang sama. Cuma waktunya saja yang berbeda. Dan kita tidak menyadari itu, bahwa hal yang terjadi, terus berulang dan mempengaruhi hari-hari kita yang sebetulnya hanya sebentar dalam garis takdir Sang Kuasa.
Pantas-lah peryataan itu untuk diri kita. Dan kita butuh sendiri, untuk berpikir. Kita butuh menyendiri, untuk sadar akan banyak hal yang menyetir hidup, dan kehidupan kita. Memang tidak baik jika kentut itu ditahan-tahan, bisa jadi penyakit dalam tubuh.Â
Dan kita tak perlu malu, toh memang tubuh kita ini kotor dan bau. Lalu kenapa takut untuk mengeluarkan bau-nya? Lalu kenapa juga tidak mau membersihkannya?Â
Kita memang perlu menyempatkan waktu untuk menyendiri. Toh, kita pun akan tetap sendiri pada akhirnya! Ketika ditanya sama Tuhan, pun kita sendiri yang akan bertanggung jawab, ketika di kubur, juga tidak ada siapa pun yang enggan menemani di liang lahat.
Kita asalnya sendiri di dalam kandungan, siapa yang menemani kecuali Tuhan, yang terus menemani sampai mata melihat dunia yang tidak sesuai dengan realitas ini.Â
Atau mungkin saja realitas itu muncul karena pandangan kita yang terlalu duniawi. Kita yang lupa, bahwa pada akhirnya kehidupan yang kekal, adalah kehidupan setelah dunia. Setelah nafas kita tak ada.
Kita perlu waktu untuk menyendiri! Mungkin di dalam kesendirian itu, kita dapat merenungi apa hakikat diciptakan, apa fungsi kita ketika diciptakan oleh Sang Khaliq. Sehingga dengan begitu, dapat dengan luas hati untuk menjalani kegamangan pandangan, dan pikiran terhadap realitas kehidupan yang ada.
Nabi Muhammad SAW, setiap bulannya juga menyempatkan diri untuk menyendiri. Kakeknya Ibrahim khalilullah juga menyendiri, untuk bersyukur, mendekat ke-Tuhan nya, bahkan membersihkan dirinya, dari penyakit-penyakit sosial. Lalu kenapa kita tidak menyendiri? Ini bisa jadi solusi untuk banyak hal. Allahu a'alam bisshowab*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H