XPDC Gunung Rinjani  (Bagian 10)
Kami tiba di Kebun Jeruk pada pukul 10.19. Ketika kami datang, di tempat itu sudah banyak porter yang beristirahat. Beberapa porter terlihat sedang memasak untuk menyiapkan makan siang tamunya. Sedangkan pendaki baru terlihat satu dua yang sudah sampai disini. Rupanya Kebun Jeruk ini merupakan shelter istirahat yang posisinya pas berada di tengah-tengah jalur Torean. Sehingga sebagian besar rombongan pendaki memilih tempat ini untuk beristirahat dan menyantap makan siang. Lokasinya memang nyaman, selain tempatnya datar dan luas juga berada di bawah naungan pohon-pohon besar yang berdaun rimbun.Â
Saya menyantap sepiring mie rebus buatan bang Luzi. Menurutku mie rebus ini rasanya maknyus sekali, mungkin juga waktu makannya memang pas. Pas lagi lapar-laparnya. Jadi sajian mie rebus hangat ini terasa enak. Apalagi sebelumnya kami juga sudah disodori buah-buahan segar yaitu irisan nanas, buah naga, dan melon. Menikmati buah segar di tengah hutan seperti itu sungguh sangat nikmat.Â
Selesai makan siang kami segera melanjutkan perjalanan lagi. Kali ini medannya mulai banyak didominasi oleh hutan tropis dengan pohon-pohon besar yang berdaun lebat seperti pohon suren, pinus, rotan, belimbing, dan paku-pakuan. Daun pepohonan lebat itu membentuk kanopi yang rapat dan menjadi habitat yang cocok untuk burung-burung dan hewan-hewan di kaki gunung. Jalur berupa pepohonan hutan yang rindang ini menjadi medan yang nyaman bagi kami para pendaki.
Ketika baru berjalan 300 meter dari Kebun Jeruk kami bertemu dengan seorang pendaki lokal asal Mataram yang naik turun ke Segara Anak lewat jalur Torean. Namanya mas Yudi. Dia bersama 3 orang temannya mendaki ke Segara Anak dengan tujuan utama untuk memancing ikan di danau. Karena sering ke Segara Anak lewat jalur Torean, jadi mas Yudi sangat hafal betul dengan medan jalur disini. Dia banyak memberikan informasi tentang jalur disini dan juga tempat yang bagus untuk spot foto di jalur Torean ini.
Akhirnya kami tiba di tempat yang menjadi ikon utama jalur Torean ini yaitu air terjun Penimbungan. Air terjun ini memiliki ketinggian sekitar 100 meter dan airnya bersumber dari Segara Anak. Air terjun yang jatuh ke bawah membentuk sebuah kolam dengan warna air hijau tosca. Air terjun ini berada diantara tebing tinggi pegunungan di sekelilingnya. Pendaki hanya bisa menikmati air terjun ini dari atas dan tidak diperkenankan untuk turun karena medannya masih terjal. Kami pun mengabadikan air terjun Penimbungan ini dengan mengambil beberapa foto dan video.
Menurut informasi mas Yudi air terjun ini adalah spot foto terbaik di jalur Torean ini. Dan air terjun ini juga menjadi obyek foto terakhir sebelum tiba di Pos 1 Torean. Kami melanjutkan lagi perjalanan turun hingga akhirnya tiba di Pos Birisan Nangka pada pukul 13.48 WITA. Di tempat ini kami istirahat agak lama untuk ishoma dan sekaligus menunggu beberapa teman yang masih ada di belakang. Beruntung mas Yudi dan temannya memasak air untuk membuat kopi. Jadinya, saya bisa ikut menikmati segelas kopi sambil beristirahat di Birisan Nangka ini. Kami juga tak lupa untuk sempatkan foto di depan papan nama tulisan Gunung Rinjani National Park Birisan Nangka.
Di Birisan Nangka ini kami juga bertemu dengan beberapa kawan pendaki lain yang sering berbarengan selama mendaki ke Rinjani ini karena schedule pendakian kami hampir sama. Mereka adalah anak-anak muda dari berbagai kota di Indonesia yang tergabung di sebuah  pendakian Open Trip. Mereka antara lain Loren, Ika, Ilham, Seri, Uni, dan kawan-kawannya yang saya tidak tahu namanya. Kami juga foto bersama mereka di depan papan nama Birisan Nangka.
Menurut informasi mas Yudi dari Birisan Nangka sampai Ladang Jagung butuh waktu sekitar satu jam. Itu artinya perjalanan kami turun via Torean ini sudah dekat dan tidak sampai kemalaman di jalan. Seperti yang sempat kami khawatirkan sebelumnya bahwa kami ada potensi kemalaman di jalan bila terlalu banyak berhenti di jalan. Dan benar saja, sekitar satu jam berjalan kami sudah tiba di titik akhir perjalanan turun jalur Torean. Tempat ini dinamakan Ladang Jagung. Walaupun saya tidak melihat ada batang jagung yang sedang tumbuh disitu.
Tiba di Ladang Jagung yang merupakan batas kampung dan pintu hutan saya menemukan sebuah warung sederhana yang menjual minuman segar. Saya segera membeli minuman  Pocari Sweat yang disimpan di lemari pendingin untuk memuaskan nafsu dahaga. Penjualnya seorang perempuan muda yang mengasuh seorang anak kecil. Dia mengaku bahwa suaminya seorang porter Rinjani yang sekarang sedang bekerja mengantar tamu ke gunung.Â
Dari warung tadi saya hanya butuh berjalan 100 meter saja untuk tiba di pangkalan ojek. Untuk menghemat waktu dan tenaga kami semua memutuskan untuk naik ojek dari perkampungan ini menuju ke Torean. Biaya naik ojek untuk siang hari adalah Rp 50.000 per orang, namun jika malam hari harganya naik menjadi Rp 75.000/orang. Jarak dari Ladang Jagung ke dusun Torean masih sekitar 1.5 jam jika ditempuh dengan jalan kaki. Tapi jika naik ojek hanya perlu waktu sekitar dua puluh menit saja. Ya, lebih baik naik ojek saja karena memang sudah capek dan hitung-hitung sekaligus berbagi rejeki kepada penduduk setempat.
Ojek yang saya tumpangi melaju dengan kencang melewati jalan paving di tengah perkebunan kopi. Jalanan menurun yang berkelak-kelok tidak membuat bang ojek nya mengurangi kecepatan. Yang terjadi malah sebaliknya, bang ojek nya justeru menggeber sepeda motornya sampai mentok pedal gas motor nya. Ketika berpapasan dengan motor dari bawah, motor yang dari bawah mengalah dan memberi jalan motor yang membawa penumpang dari atas. Jadi gak kalah deh lihainya bang ojek ini dengan pembalap George Martin yang menjuarai MotoGP Mandalika 2024.
Ketika tiba di Pos 1 Torean, ojek kami berhenti dan kami harus turun untuk menyerahkan bungkusan sampah kami dan sekaligus konfirmasi ke petugas bahwa kami sudah turun. Petugas kemudian mencocokkan data kami dengan data yang ada di computer. Setelah selesai urusan dengan petugas, kami boleh melanjutkan perjalanan lagi menuju ke dusun Torean.Â
Dan akhirnya kami tiba di dusun Torean ketika jarum jam menunjuk angka 16.35 WITA. Di Torean ini kami sudah dijemput oleh bang Anto dan supir mobil pick up yang akan membawa kami turun. Bang Anto ini adalah porter yang dulu menemani kami mendaki, tapi kali ini dia tidak bisa ikut naik karena ada urusan keluarga sehingga digantikan oleh temannya.
Sebelum turun saya telpon sopir travel kami mas Timin untuk menunggu kami di desa Loloan. Pada saat perjalanan turun di atas mobil pickup kami mendapat kabar dari bang Anto bahwa hari itu ada pendaki asal Malaysia yang jatuh di Pos 2 Sembalun. Namun korban sudah berhasil dievakuasi hari itu juga dalam kondisi selamat. Putra bang Anto yang juga menjadi porter ikut membantu proses evakuasi korban tersebut.
Akhirnya kami tiba di desa Loloan ketika hari masih terang. Segera kami pindahkan barang-barang dari mobil pickup ke ke mobil Hiace warna putih yang akan membawa kami untuk melanjutkan perjalanan ke kota Mataram. Dan tibalah waktunya kami untuk berpisah dengan porter kami dan juga bang Anto. Sebelum berpisah kami sempatkan untuk foto bersama mereka di depan kantor desa Loloan. Dan pendakian gunung Rinjani selama 4 hari 3 malam pun berakhir dengan aman dan selamat. Berangkat lengkap dan pulang juga lengkap anggota team XPDC nya. Alhamdulillah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H